Home Hukum Mantan Mendag Lutfi Dicecar Kejagung soal Keputusan Atasi Kelangkaan Migor

Mantan Mendag Lutfi Dicecar Kejagung soal Keputusan Atasi Kelangkaan Migor

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mencecar mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, soal proses pengambilan keputusan untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng (Migor) dan mencukupi kebutuhan di dalam negeri.

“Pemeriksaan mengenai proses pengambilan keputusan oleh otoritas saat itu, yakni saksi sebagai Mendag,” kata Kuntadi, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejagung, Jakarta, Rabu (9/8).

Ia menjelaskan, Tim Penyidik Pidsus Kejagung memeriksa Muhammad Lutfi sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam Januari–April 2022.

Ia menjelaskan, pemeriksaan Muhammad Lutfi kali ini merupakan pendalaman atas fakta-fakta hukum yang ditemukan di persidangan sebagaimana tertuang dalam putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) atas nama terpidana Indrasari Wisnu dkk.

“Saksi ML [Muhammad Lutfi] telah melalui proses pemeriksaan selama 8 jam dengan 63 pertanyaan yang dijawab dengan baik,” katanya.

Kuntadi menyampaikan, saat ini pihaknya telah memeriksa 29 orang saksi dalam kasus yang telah terbukti merugikan keuangan dan perekonomian negara tersebut.

“Kami memandang pemeriksaan kali ini sebagai upaya memotret secara utuh peristiwa hukum yang terjadi pada saat itu, sehingga permasalahan ini bisa kita selesaikan dengan baik,” katanya.

Kejagung kembali mengusut kasus ini menindaklanjuti putusan pengadilan terhadap para terdakwa perkara korupsi ekspor CPO. Kejagung kemudian melakukan pendalaman? kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari–Maret 2022 tersebut.

Kejagung menetapkan Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup sebagai tersangka. Penetapan status ketiga korporasi tersebut menindaklanjuti putusan perkara lima terdakwa dalam perkara ini yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kelima terdakwanya divonis pidana penjara dalam rentang waktu 5–8 tahun.

Ketut mengungkapkan, dalam putusan perkara tersebut terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.

Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, tempat di mana para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.

“Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, lanjut Ketut, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan.

“Terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan [daya beli] masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng,” ujarnya.

Ketut mengatakan, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun.

30