Home Ekonomi MenKopUKM Luncurkan Susu Ikan Pertama di Indonesia Hasil Kemitraan Koperasi dan UKM

MenKopUKM Luncurkan Susu Ikan Pertama di Indonesia Hasil Kemitraan Koperasi dan UKM

Indramayu, Gatra.com - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki meluncurkan produk susu ikan pertama di Indonesia yang merupakan hasil kemitraan antara Koperasi Nelayan Mina Bahari (Indramayu) dengan PT Berikan Teknologi Indonesia. Produksi susu ikan ini sebagai bagian dari penguatan program hilirisasi produk berbasis komoditas unggulan daerah.

“Ini sesuai dengan program hilirisasi yang melibatkan pelaku koperasi dan UKM, khususnya sektor perikanan, yang sudah digulirkan pemerintah. Ini 100% produk asli Indonesia, karena mampu menguasai sektor hulu hingga hilir,” kata Teten pada acara Talkshow (Protein Talk) Merdeka Protein dan Peluncuran Susu Ikan, di Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (15/8).

Ia menyebut, bahan baku susu ikan ini banyak tersedia di pasar lokal. Bahkan, inovasi teknologi merupakan buatan sendiri. Riset dan penelitiannya pun secara mandiri oleh Koperasi Nelayan Mina Bahari dan PT Berikan Teknologi Indonesia.

Teten akan mendorong Kabupaten Indramayu menjadi miniatur hilirisasi produk perikanan berbasis bahan baku lokal. Sehingga, turunan produk perikanan lainnya juga dapat dikembangkan di wilayah ini.

Selain ikan dan susu ikan, Indramayu juga dikenal seantero dunia sebagai penghasil rumput laut berkualitas terbaik. Telah banyak inovasi kelas dunia lahir di Indramayu, khususnya dalam sektor perikanan.

“Hilirisasi berbasis bahan baku ikan sudah dimulai di Indramayu dengan melibatkan koperasi dan UKM. Ini akan terus kita tingkatkan,” ucapnya.

Di samping itu, langkah hilirisasi ini bisa juga menjadi substitusi protein hewani dari sapi dan kambing. Pasalnya, kebutuhan susu nasional saat ini masih didominasi oleh produk impor.

“Dari mulai ikan segar, produk olahan ikan, dan susu ikan, bisa menjadi substitusi kebutuhan susu nasional,” kata Menteri Teten.

Dengan model bisnis seperti yang sudah terjalin seperti ini, Teten yakin hal itu bisa direplikasi di daerah lain. Di mana bahan baku ikan selar bisa diolah hingga memiliki nilai ekonomi yang lebih. Bahkan, produk setengah jadi ikan bisa untuk industri farmasi, makanan ternak, pupuk organik, herbal, dan produk kecantikan.

“Artinya, produk jadi atau setengah jadi dari Berikan Teknologi Indonesia dan Koperasi Mina Bahari ini bisa masuk ke dalam supply chain atau rantai pasok industri, baik dalam dan luar negeri,” ujar Teten.

Ia merujuk Norwegia yang pendapatan terbesar negaranya kini berasal dari budidaya ikan salmon, tidak lagi dari sektor migas. Begitu juga dengan Selandia Baru yang hidup makmur dari pendapatan negara berasal dari susu, daging sapi, dan buah kiwi.

“Indonesia seharusnya bisa lebih dari itu, karena memiliki keanekaragaman hayati yang lebih lengkap,” katanya.

130