Home Ekonomi Perlambatan Ekonomi Global Masih Mengintai, Ini Strategi ASEAN

Perlambatan Ekonomi Global Masih Mengintai, Ini Strategi ASEAN

Jakarta, Gatra.com – Perekonomian kawasan ASEAN menunjukkan kinerja positif dalam satu dekade terakhir dengan pertumbuhan rata-rata 4%-5%. Di dunia, ASEAN menjadi kawasan dengan tingkat perekonomian terbesar kelima yang juga eksportir terbesar ke-4. Pada 2022, kawasan ASEAN pun menjadi tujuan penananaman modal asing (foreign direct investment/FDI) terbesar ke-2 di dunia.

“Saat ini, kawasan kita adalah salah satu dari sedikit titik terang untuk pertumbuhan ekonomi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (4/9).

Menjelang KTT, terdapat dua acara yang secara khusus menyoroti kolaborasi sektor publik dan swasta di ASEAN. Pertama adalah ASEAN Business and Investment Summit 2023 Plenary Session yang mengangkat tema “Aligning ASEAN’s Private Sector Priorities to the Global Agenda”. Kedua adalah ASEAN Business Advisory Council 2023 yang bertema “ASEAN Centrality: Innovating towards Greater Inclusivity”. Keduanya dilaksanakan di Hotel Sultan Jakarta pada Minggu (3/9).

“Pada pertemuan tersebut, Indonesia menekankan kerja sama ASEAN bukan hanya upaya sektor publik. Justru kuncinya adalah upaya inklusif dan kolaboratif dari sektor swasta dalam berbagai agenda dan inisiatif ASEAN,” imbuh Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut.

Perekonomian ASEAN yang mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 5,7% pada 2022 didorong oleh tingkat konsumsi domestik, perdagangan, dan investasi yang tinggi. Industri seperti elektronik, kendaraan listrik, dan ekonomi digital, mengalami peningkatan investasi pada tahun lalu, dengan total arus masuk FDI tumbuh sebesar 5,5%.

Proyek bernilai ekonomi di ASEAN juga dipengaruhi dinamika global sehingga perlu peran aktif dari sektor publik maupun sektor swasta.

“Perjalanan ke depan masih diselimuti ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat di tahun-tahun mendatang. Sudah ada tanda-tanda melambatnya kinerja ekonomi negara-negara utama ASEAN, meningkatnya inflasi pangan, dan berlanjutnya ketidakpastian pasar akibat fragmentasi geopolitik,” tambahnya.

Berdasarkan tema Kepemimpinan ASEAN Indonesia pada 2023 yaitu “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, Indonesia mengambil inisiatif untuk merespon hal tersebut. Salah satunya dengan memperkuat integrasi pasar regional melalui peningkatan Free Trade Agreement ASEAN-Australia Selandia Baru, memperkenalkan transaksi mata uang lokal dan interoperabilitas pembayaran digital, serta mempromosikan ASEAN Industry Project Based Initiative.

Yang baru saja diluncurkan adalah Perjanjian Kerangka Ekonomi Digital ASEAN atau ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA), yang akan meningkatkan nilai ekonomi digital di ASEAN tahun 2030 hingga dua kali lipat.

Langkah berikut adalah memperkuat hubungan perdagangan dan investasi regional serta mendorong tindakan pembangunan berkelanjutan yang kolaboratif. Beberapa yang bisa dijajaki adalah peluncuran proyek energi ramah lingkungan seperti pembangkit listrik tenaga surya, dan menghubungkan ASEAN melalui alat strategis dan sistem pembayaran QR Regional.

“Nantinya, masyarakat Indonesia yang bepergian ke Malaysia, Thailand, Singapura maupun negara negara ASEAN lainnya akan bisa melakukan pembayaran dengan QR. Indonesia sendiri telah menggunakan QRIS secara luas di banyak gerai. QRIS dikembangkan oleh Bank Indonesia, dan saat ini nilai transaksinya terus meningkat,” imbuh Airlangga.

24