Home Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Ungkap Masalah Besar di Balik Proyek Strategis Nasional

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Ungkap Masalah Besar di Balik Proyek Strategis Nasional

Jakarta, Gatra.com - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyoroti langkah Pemerintah yang begitu terburu-buru menyelesaikan rangkaian Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai wilayah. Tercatat hingga September 2023, sudah ada sebanyak 161 PSN yang telah rampung.

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (HAM) PB AMAN, Muhammad Arman mengungkapkan banyak permasalahan besar yang muncul dari PSN, seperti tidak adanya persetujuan sejak awal penetapan lokasi PSN, proses musyawarah yang dilakukan tidak dengan itikad baik, hingga intimidasi terhadap masyarakat sekitar proyek, yang seringkali berakhir dengan kriminalisasi.

"Mirisnya, upaya kriminalisasi tersebut justru menimpa orang-orang yang berusaha untuk mempertahankan kelestarian dan keberlanjutan lingkungan hidup yang baik bagi generasi penerus bangsa ini," kata Arman dalam keterangannya kepada Gatra.com, Rabu (20/9).

“Seperti konflik di Rempang yang sedang terjadi saat ini. Pemerintah menyangkal bahwa masyarakat yang tinggal di Rempang bukanlah Masyarakat Adat, serta belum memiliki legalitas hukum. Tetapi, jika 16 Kampung Tua mengklaim eksistensi mereka sebagai Masyarakat Adat melalui hukum adat maka itu harus dihormati," lanjutnya.

Baca juga: Muhammadiyah Kecam Penggusuran di Pulau Rempang: Ambisius di Proyek Ratusan Triliun Sarat Masalah, Pemerintah Jelas Berpihak ke Investor

Arman menegaskan bahwa ketiadaan pengakuan dari negara tidak berarti bahwa keberadaan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya, termasuk hak atas wilayah adatnya yang telah ditempati secara turun-temurun itu hilang. Lebih lanjut, Arman mengungkapan bahwa berdasrkan data AMAN selama 5 tahun terakhir yakni 2018-2022, mencatatkan setidaknya terdapat 301 kasus yang merampas 8,5 Juta hektar wilayah Masyarakat Adat.

AMAN mencatat beberapa konflik lainnya yang sudah terjadi akibat PSN seperti proyek Food Estate di Papua Barat dan Kalimantan Tengah, pembangunan Waduk Lambo di Nagekeo, NTT, proyek Geothermal di Manggarai, NTT, hingga proyek pembangunan Ibukota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.

“Semua konflik itu kami dokumentasikan dalam Catatan Akhir Tahun AMAN. Pada IKN sendiri, setidaknya terdapat 21 komunitas Masyarakat Adat yang mendiami wilayah pembangunan IKN." ujarnya.

"AMAN memperkirakan sedikitnya terdapat 20,000 jiwa Masyarakat Adat yang akan terampas haknya akibat proyek ambisius IKN di Kalimantan Timur itu”, tambah Arman.

Arman menjelaskan untuk kesekian kalinya tidak terlihat peran dari pemerintah pusat dan daerah dalam mencegah terjadinya tindakan represif terhadap Masyarakat Adat.

“Pemerintah atau penyelenggara negara gagal menjalankan mandatnya untuk melindungi hak-hak warga termasuk dalam hal ini masyarakat adat, bahkan cenderung lebih pro terhadap kepentingan investasi-korporasi,” jelasnya.

Baca juga: PBNU: Masyarakat Jangan Sampai jadi Korban Investasi di Rempang

Menurut Arman, potensi konflik justru dipicu oleh kehadiran aparat dalam jumlah besar. Ada ketimpangan dalam adu kekuatan antara aparat dengan masyarakat terdampak, terutama Masyarakat Adat.

Pola serupa, jelas Arman, terjadi di semua PSN yang saat ini sedang dikebut oleh pemerintah seiring dengan hampir berakhirnya periode pemerintahan Presiden Jokowi di 2024 mendatang.

“Saya tegaskan, kita tidak bisa ‘membeli’ sejarah. Negara telah gagal mempertahankan identitas warganya dan menghilangkan ruang hidup dan penghidupan mereka, terutama pada anak-anak muda sebagai pemilik masa depan bangsa ini”, tandas Arman.

538