Home Nasional Tim Hukum AMIN Beberkan Jurus Pemberantasan Korupsi Ala Pasangan AMIN

Tim Hukum AMIN Beberkan Jurus Pemberantasan Korupsi Ala Pasangan AMIN

Jakarta, Gatra.com - Komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi masih rendah. Hal ini terlihat dari turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia. Pada 2022, IPK Indonesia hanya 34 poin dari skala 0-100. Turun 4 poin dari tahun sebelumnya, 2021, yang ada di angka 38. Angka tersebut merupakan yang terburuk sepanjang era reformasi. Dalam lingkup Asia Tenggara, Indonesia bahkan menjadi negara terkorup ke-5 dengan total tersangka korupsi sebanyak 612 orang dan total potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp33,6 triliun.

 

 

“Salah satu faktor turunnya IPK Indonesia, dipicu oleh politik hukum pemerintah yang semakin jauh dari agenda penguatan pemberantasan korupsi,” kata Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (THN AMIN), Ari Yusuf Amir, saat menyampaikan materi dalam Diskusi bertajuk”Mau Dibawa Kemana Pemberantasan Korupsi Kita?: Membedah Visi Misi Capres”, yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) di Fakultas Hukum, UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (13/12).

 

 

Ari prihatin terhadap maraknya korupsi yang ditandai dengan turunnya IPK  Indonesia. Turunnya IPK  mengindikasikan bahwa persepsi masyarakat terhadap korupsi pada jabatan publik di tanah air memburuk sepanjang tahun lalu. Salah satu faktor turunnya IPK, dipicu oleh politik hukum pemerintah yang semakin jauh dari agenda penguatan pemberantasan korupsi.

 

 

“Penurunan IPK ini adalah implikasi dari revisi UU KPK (Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi), yang mencoba meraibkan independensi KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi. Pemecatan 58 pegawai KPK yang notabene-nya cukup berintegritas sebagai akibat revisi UU KPK, juga merupakan hal yang memengaruhi turunnya IPK kita” beber Ari.

 

 

Ari mengingatkan bahwa kemajuan sebuah bangsa tidak bergantung pada sistem politik yang digunakan, tetapi lebih pada komitmen suatu negara terhadap supremasi hukum dan pemberantasan korupsi. “Negara demokrasi (seperti Amerika dan negara-negara Eropa) dan negara otoriter (seperti Singapura dan China), merupakan negara maju yang apabila dicermati, kunci kesejahteraannya terletak pada konsistensi penegakan hukum dan kuatnya agenda pemberantasan korupsi,” ujarnya.

 

 

Menurut Ari, tingginya korupsi berpengaruh dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.Hal itu dibuktikan dengan korelasi antara IPK dengan Human Development Index (HDI)/Indeks Pembangunan Manusia. Di negara-negara maju seperti di Eropa dengan IPK yang tinggi (bersih dari korupsi), skor HDI-nya pun tinggi.

 

 

“Parameter HDI diukur dengan tiga indikator, yaitu: Kesehatan (usia hidup), Pendidikan, dan Pendapatan (standar hidup layak).Artinya korupsi berpengaruh langsung terhadap turunnya kesejahteraan/terciptanya kemiskinan karena melemahkan perekonomian, menutup lapangan pekerjaan dan menciptakan ketimpangan,” urai Ari.

 

 

Karena itu, lanjut Ari, pasangan AMIN menawarkan beberapa jalan keluar dalam memerangi korupsi. Pertama, meningkatkan dasar hukum pengaturan KPK dalam UUD 1945. Pengaturan ini untuk mengantisipasi terjadinya pembubaran KPK oleh pembentuk UU, dengan dalih lembaga utama yang memiliki tugas pemberantasan korupsi yaitu Kepolisian dan Kejaksaan dianggap telah berfungsi secara efektif dan efisien.

 

 

Kedua, menjadikan KPK sebagai lembaga permanen, mengingat korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime),sehingga pemberantasan korupsi membutuhkan badan atau lembaga yang handal dengan fungsi yang sangat luar biasa (superbody).

 

 

Ketiga, mengembalikan independensi KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi, baik dari segi regulasi maupun sumber daya manusia (SDM)nya. Dari segi regulasi, Independensi KPK dilakukan dengan mengubah UU KPK, di mana KPK harus dikeluarkan dari rumpun kekuasaan eksekutif.

 

 

Dari segi kepegawaiannya, SDM KPK harus sepenuhnya dikelola dan diisi oleh KPK secara mandiri dan independen. SDM KPK tidak lagi bersumber dari kementerian atau lembaga lainnya, seperti kepolisian, kejaksaan atau Aparatur Sipil Negara (ASN) agar tidak terjadi loyalitas ganda.

 

 

“Akan menjadi hambatan dalam penanganan kasus, bila penyidik KPK dari Kepolisian dan Kejaksaan berupaya membongkar kasus korupsi yang terjadi di institusi asal mereka. Selain konflik kepentingan, semangat membela korps (espirit de corps) tidak dapat dilepaskan dari jiwa para penyidik dari Kepolisian dan Kejaksaan,” terang Ari.

 

 

Keempat, menghapus wewenang penghentian penyidikan (SP3) di UU KPK. Ketentuan SP3, menurut Ari justru mempersulit penanganan perkara korupsi yang bersifat kompleks dan bersifat lintas Negara, seperti kasus korupsi BLBI, E-KTP, dan mafia gas. Keberadaan SP3 juga berpotensi menjadi pintu masuk intervensi kekuasaan.

 

 

Kelima, melakukan reformasi birokrasi dan pelayanan umum. Buruknya tata Kelola birokrasi dan pelayanan umum merupakan sumber utama korupsi, sehingga harus ada upaya yang serius dalam melakukan reformasi, dibarengi dengan penguatan fungsi pengawasan dan penegakan hukum yang konsisten tanpa pandang bulu.

 

 

Terakhir Ari menyampaikan, pentingnya gerakan pemberdayaan masyarakat. Menurut Ari pemberantasan korupsi hanya bisa diatasi melalui gerakan bersama, dengan pendekatan inklusi. Pemberantasan korupsi tidak boleh diposisikan hanya menjadi domain Negara atau pemerintah. Seluruh rakyat Indonesia harus bergerak dan menjadikan korupsi sebagai musuh bersama. “Mulai dari keluarga, sekolah, kampus, komunitas, dan tempat kerja. Sebab dampak korupsi adalah pemiskinan,” ujar Advokat senior itu.

 

 

Capres Anies Baswedan, lanjut Ari, sejak menjabat sebagai Rektor Paramadina telah membuat terobosan dengan mengadakan mata kuliah anti korupsi. Mata kuliah ini sifatnya wajib bagi seluruh mahasiswa tanpa kecuali, bukan mata kuliah pilihan seperti di beberapa kampus lain.

 

 

“Terobosan itu lahir tentu dari pandangan Pak Anies, bahwa korupsi terjadi karena ada willingness and opportunity to corrupt (kemauan dan kesempatan untuk korupsi). Willingness terkait dengan etika masing-masing individu. Sementara itu, opportunity menyangkut sistem. Karena itu, Kampus bagi Pak Anies adalah area strategis untuk membangun etika dan karakter anti korupsi mahasiswa yang kelak akan menukangi Republik,” kata Ari.

 

 

Sementara pada saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, Anies ungkap Ari telah melahirkan beberapa legacy penting terkait gerakan pemberantasan korupsi, yaitu membentuk Komite Pencegahan Korupsi Ibu Kota. Sejak 2018, Laporan Keuangan DKI selalu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), padahal sebelumnya tidak pernah. Melakukan monitoring seluruh program dari (perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring) dengan detail, sehingga mencegah potensi korupsi.

 

 

Selain itu, sambung Ari, Anies juga menerapkan E-procurement dengan standard tertinggi. Menerapkan sistim Teknologi Informasi (JAKI), untuk menampung laporan warga yang selalu direspons cepat. Banyak juga keluhan terkait isu GCG (Good Corporate Governance).

 

 

“Ini semua sejalan dengan Visi dan Misi serta program kerja AMIN, yang memberikan prioritas pada penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yakni, memulihkan kualitas demokrasi, menegakkan hukum dan HAM, memberantas korupsi tanpa tebang pilih, serta menyelenggarakan pemerintahan yang berpihak pada rakyat,” ujar Ari.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

60