Home Internasional Hamas Hadiri Perundingan Gencatan Senjata di Kairo

Hamas Hadiri Perundingan Gencatan Senjata di Kairo

Gaza, Gatra.com - Negosiasi untuk menghentikan perang Israel-Hamas dan membebaskan sandera yang tersisa memasuki hari kedua, di Kairo pada hari Rabu, (14/2). 

Perundingan itu di tengah kegalauan warga Gaza yang terlantar bersiap menghadapi serangan Israel di tempat perlindungan terakhir mereka di Rafah.

AFP Rabu (14/2) melaporkan, sumber Hamas mengatakan bahwa sebuah delegasi sedang menuju ke ibu kota Mesir, untuk bertemu dengan mediator Mesir dan Qatar, setelah perunding Israel mengadakan pembicaraan dengan mediator pada hari Selasa.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang terang-terangan mengkritik tindakan Israel dalam perang Gaza, juga dijadwalkan berada di Kairo pada hari Rabu, untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Abdel Fattah El-Sisi.

Direktur CIA William Burns telah bergabung dalam pembicaraan hari Selasa dengan David Barnea, kepala dinas intelijen Mossad Israel, yang menurut media Mesir sebagian besar bersifat “positif.”

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby menggambarkan negosiasi tersebut “konstruktif dan bergerak ke arah yang benar.”

Para mediator berusaha segera mengamankan jeda dalam pertempuran sebelum Israel melanjutkan serangan darat besar-besaran ke kota Rafah di ujung selatan Jalur Gaza, tempat lebih dari 1,4 juta warga Palestina terjebak.

Potensi jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar telah memicu seruan mendesak, bahkan dari sekutu dekat, agar Israel menunda pengiriman pasukan ke pusat populasi besar terakhir yang belum mereka masuki dalam perang empat bulan tersebut.

Sekutu utamanya, Amerika Serikat, mengatakan pihaknya tidak akan mendukung operasi darat apa pun di Rafah, tanpa “rencana yang kredibel” untuk melindungi warga sipil.

Rafah adalah pintu masuk utama pasokan bantuan yang sangat dibutuhkan dan badan-badan PBB telah memperingatkan akan adanya bencana kemanusiaan jika serangan terus terjadi.

Kepala Kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan operasi militer apa pun “dapat mengakibatkan pembantaian.”

Warga sipil yang ketakutan terpaksa mencari keselamatan.

“Ketiga anak saya terluka, ke mana saya bisa pergi?” tanya Dana Abu Chaaban saat berada di perbatasan kota dengan Mesir. Dia berharap diizinkan menyeberang bersama putra-putranya yang diperban.

Tekanan meningkat 

Tekanan semakin meningkat terhadap Mesir untuk membuka perbatasannya bagi warga sipil Palestina, karena ratusan ribu di antaranya mencari perlindungan di kamp-kamp sementara di perbatasan tempat mereka, saat menghadapi wabah hepatitis dan diare serta kelangkaan makanan dan air.

Namun tempat itu tetap tertutup bagi warga Gaza.

“Selama 100 hari kami memasuki penyeberangan dan memohon kepada mereka agar mengizinkan kami menyeberang, atau melakukan apa pun untuk membantu kami,” kata Habiba Nakhala.

Presiden AS Joe Biden mengatakan warga sipil di Rafah “perlu dilindungi,” dan menyebut mereka “terbuka dan rentan.”

Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan “kemenangan penuh” tidak dapat dicapai tanpa penghapusan batalion terakhir Hamas di Rafah.

Ketika perundingan gencatan senjata berlangsung di Kairo, militer Israel terus melakukan pemboman terhadap Gaza. 

Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas mengatakan pada hari Rabu bahwa 104 orang tewas dalam semalam.

Selasa malam, militer merilis sebuah video yang dikatakan berasal dari kamera keamanan dan menunjukkan pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar dan anggota keluarganya melarikan diri melalui terowongan beberapa hari setelah serangan 7 Oktober yang memicu perang.

“Perburuan tidak akan berhenti sampai dia ditangkap hidup atau mati,” kata juru bicara militer Israel Daniel Hagari kepada wartawan.

Beberapa warga Gaza di Rafah sudah mengemasi barang-barang mereka untuk bersiap pindah, namun sebagian lainnya tetap tinggal, karena takut akan penderitaan yang lebih besar di kampung halaman mereka, yang melarikan diri dari serangan bom.

Ahlam Abu Assi mengatakan dia lebih baik mati,  di Rafah daripada kembali ke kondisi seperti kelaparan yang dihadapi kerabatnya yang tinggal di Kota Gaza.
“Anak saya dan anak-anaknya tidak punya apa-apa untuk dimakan. Mereka memasak segenggam nasi dan menyimpannya untuk hari berikutnya,” katanya kepada AFP. 

“Cucu saya menangis karena kelaparan,” tambahnya.

Serangan Hamas yang melancarkan perang mengakibatkan kematian sekitar 1.160 orang di Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

Setidaknya 28.473 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas dalam respons Israel, menurut kementerian kesehatan.

Sekitar 130 dari sekitar 250 orang yang disandera oleh militan Palestina selama serangan itu diyakini masih berada di Gaza. Israel mengatakan 29 di antara mereka diperkirakan tewas.

Menjelang perundingan gencatan senjata di Kairo, kelompok kampanye Israel Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengirimkan permohonan kepada pimpinan Mossad yang mengatakan bahwa delegasi tersebut “tidak boleh kembali tanpa kesepakatan.”

Ketika ditanya oleh wartawan apakah dia yakin warga Amerika yang ada di antara para sandera masih hidup, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Kirby berkata: “Kami tidak memiliki informasi sebaliknya.”

47