Home Hukum PKPA Peradi Jakbar, Ketua MK: Calon Advokat Harus Kuasai Semua Hukum Acara

PKPA Peradi Jakbar, Ketua MK: Calon Advokat Harus Kuasai Semua Hukum Acara

Jakarta, Gatra.com – Ketua DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar), Dr. Suhendra Asido Hutabarat, S.H., S.E., M.M., M.H., di Jakarta, Senin (19/2), menyampaikan, Peradi di bawah Ketum Prof. Otto Hasibuan sangat menjaga kualitas PKPA dan advokat. Untuk itu, menghadirkan para narasumber mumpuni, di antaranya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Dr. Suhartoyo, S.H., M.H.

Suhartoyo saat menjadi narasumber dalam PKPA Angkatan III gelaran DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar) dan Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) yang dihelat secara hybrid, mengatakan, peserta Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) harus menguasai semua hukum acara kalau mau menjadi advokat.

“Kalau memang Anda betul-betul mau menjadi advokat, kuasailah semua hukum acara,” katanya.

Ia berpesan, untuk menjadi advokat, harus menguasai semua hukum acara, baik itu pidana, perdata, serta di berbagai peradilan, mulai dari peradilan umum, agama, TUN, militer, Tipikor, Niaga, MK, dan lainnya.

Menurutnya, kalau tidak menguasai hukum acara, itu bagaikan berjalan di tengah hutan tanpa mempunyai bekal apapun sehingga akan tersesat. Ini bukan hanya merugikan diri sendiri tetapi juga para pencari keadilan atau pihak prinsipal pemberi kuasa.

Lebih lanjut Suhartoyo menjelaskan kewenangan MK, yakni sebagai Mahkamah untuk menguji UU terhadap UUD (judicial review), memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu, baik itu pilpres dan Pilkada.

Selian itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD. Ini terkait impeachment.

Ia menjelaskan, dalam pengujian UU terhadap UUD atau judicial review, warga negara Indonesia dapat mengajukan gugatan formil maupun materiil. Uji formil adalah gugatan terkait proses atau tata cara pembentukan suatu UU.

Pengjuan formil bisa diajukan sepanjang belum melewati 45 hari sejak satu UU itu diundangkan. Artinya, tidak boleh melewati 45 hari. Kalau pengujian formil dikabulkan maka satu UU itu dinyatkan inkonstitusional. “Dinyatakan tidak mempunyai hukum mengikat,” katanya.

Sedangkan uji materiil adalah menguji substansi pasal atau ayat tertentu dari sebuah UU yang dianggap mempunyai persoalan konstitusionalitas norma. Artinya, menguji pasal per pasal atau bisa juga ayat per ayat.

Pengujian materiil tidak mempunyai batas waktu sehingga UU yang sudah berpuluh-puluh tahun diberlakukan, pasal-pasal atau ayat-ayatnya masih bisa diuji. “Sampai sekarang masih dilakukan pengujian,” katanya.

Sedangkan pihak atau subjek hukum yang bewenang mengajukan gugatan UU ke MK, yakni Warga Negara Indonesia (WNI), masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, dan lembaga negara.

Namun demikian, ada syarat kumulatif mengenai legal standing penggugat baik uji formil dan materiil UU, yakni WNI ini merupakan pihak yang dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan diberlakukannya suatu UU dan ada sebab akibat.

“Kerugian hak konstitusional yang dimiliki dengan berlakunya UU itu harus sebab akibat. Ini kadang-kadang pemohon suka tidak paham dengan syarat-syarat ini, sehingga banyak permohonan di MK itu kemudian tidak bisa melewati tahapan legal standing ini, sehingga MK tidak bisa kemudian menilai pokok permohonan,” ucapnya.

Ia menjelaskan, pendamping atau kuasa hukum di MK bukan hanya dari advokat. Ini sesuai dengan semangat pendirian MK, yakni peradilan untuk menjemput warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan, termasuk dari kalangan tidak mampu.

“MK itu memberikan kemudahan-kemudihan, baik tata cara pengajuan gutatan di MK tidak menggunakan biaya, itulah esensi untuk menjemput pencari keadilan konstitusional,” katanya.

Namun demikian, mayoritas yang diberi mandat oleh penggugat atau pemohon adalah advokat karena masyarakat mungkin menilai bahwa yang memahami hukum ini adalah mereka, sehingga bisa allout dalam memperjuangkan gugatan atau permohonan agar bisa dikabulkan.

148