Home Hukum Polri Periksa 18 Saksi dan Ahli Pidana dalam Penanganan Kasus Anggota PPLN di Kuala Lumpur

Polri Periksa 18 Saksi dan Ahli Pidana dalam Penanganan Kasus Anggota PPLN di Kuala Lumpur

Jakarta, Gatra.com - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri terus mengusut kasus dugaan pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 oleh tujuh orang panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di Kuala Lumpur, Malaysia. Pengusutan dilakukan dengan memeriksa 18 saksi.

"Upaya penyidikan, pemeriksaan 18 orang saksi, baik dari Panwaslu Kuala Lumpur, PPLN Kuala Lumpur, KPU RI serta staf KBRI Kuala Lumpur," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Jumat (8/3).

Djuhandhani mengatakan, selain saksi, penyidik juga memeriksa ahli pidana pemilu. Namun, tidak disebutkan jumlah ahli dan identitasnya.

Ketujuh PPLN yang menjadi tersangka adalah UF selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur, PS selaku anggota PPLN Kuala Lumpur, APR selaku anggota PPLN Kuala Lumpur, dan A. KH selaku anggota PPLN Kuala Lumpur). Kemudian, TOCR selalu anggota PPLN Kuala Lumpur, DS selaku anggota PPLN Kuala Lumpur, dan MKM selaku mantan Anggota PPLN Kuala Lumpur.

Namun, MKM masih buron dan sudah masuk daftar pencarian orang (DPO). Meski buron, polisi memastikan tidak akan menghalangi proses peradilan.

"Tersangka DPO, akan dilaksanakan secara in absentia (dengan ketidakhadiran)," ungkap Djuhandhani.

Untuk diketahui, Dittipidum Bareskrim Polri menetapkan tujuh PPLN Kuala Lumpur ini sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia pada Rabu (28/2). Penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara.

Penyidik menemukan para tersangka terlibat atas dugaan penambahan jumlah pemilih. Berdasarkan fakta yang ditemukan polisi, ketujuh PPLN itu terlibat lobi-lobi soal daftar pemilih tetap (DPT) pemilihan presiden (Pilpres) dengan partai politik (parpol) di Indonesia.

"Daftar Pemilih Tetap dan Data Pemilih telah ditetapkan oleh PPLN Kuala Lumpur tersebut, dilakukan dengan cara tidak benar dan tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, hanya berdasarkan perhitungan prosentase dari kesepakatan lobi-lobi dengan perwakilan partai politik," kata Djuhandhani saat dikonfirmasi, Kamis (29/2).

Djuhandhani menyebut enam tersangka di antaranya diduga melakukan tindak pidana pemilu berupa sengaja menambah atau mengurangi daftar pemilih dalam pemilu setelah ditetapkannya daftar pemilih tetap dan/atau dengan sengaja memalsukan data dan daftar pemilih.

"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang terjadi di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia," ungkap jenderal bintang satu itu.

Sedangkan, satu tersangka lainnya menjadi tersangka karena diduga melakukan tindak pidana pemilu dengan sengaja memalsukan data dan daftar pemilih. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang terjadi di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia.

25