Home Hukum Desak Kejagung Usut Sandra Dewi, MAKI Bandingkan dengan Kasus Eddies Adelia dan Windy Idol

Desak Kejagung Usut Sandra Dewi, MAKI Bandingkan dengan Kasus Eddies Adelia dan Windy Idol

Jakarta, Gatra.com – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut dugaan keterlibatan Sandra Dewi, istri dari Harvey Moeis soal aliaran dana korupsi timah.

“Selain untuk memastikan keberadaan dan statusnya Sandra Dewi, apakah dia hanya saksi atau sama sekali tidak tahu atau diduga terlibat, itu perlu didalami,” kata Boyamin Saiman, Koordinator MAKI pada Kamis (4/4).

Ia menyampaikan, sebagai istri dari Harvey Moeis, Sandra Dewi tentunya menerima uang dari suaminya. Namun, apakah dia tahu pekerjaan suaminya atau tidak terkait aksi di timah tersebut dan sumber uangnya.

“Apakah tahu pekerjaan suaminya apa, apakah tahu uang itu dari mana? Pertanyaan itu indikasi,” ujarnya.

Menurut Boyamin, kalau Sandra Dewi mengonfirmasi bahwa menerima uang atau aliran uang dari suaminya namun tidak tahu pekerjaan dan asal usul uang tersebut, setidaknya Sandra Dewi sebagai saksi.

“Tapi ada konsekuensi lain bahwa uang-uang yang disimpan atau dikelola Sandra Dewi bisa disita oleh Kejaksaan karena itu diduga hasil dari perbuatan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Untuk mengetahuinya, lanjut Boyamin, Kejagung memeriksa Sandra Dewi. “Mendesak Kejaksaan Agung untuk mendalami pertanyaan saya tadi. Nah, apakah kemungkinan Sandra Dewi diduga telibat, tergatung penyidik mampu mencari alat bukti atau tidak,” katanya.

Boyamin lantas membandingkan dengan kasus yang membelit dua selebritas lainnya. Pertama, Eddies Adelia yang ikut sempat tersandung kasus hukum karena suaminya Ferry Setiawan melakukan tindak pidana penipuan, penggeleapan, dan pencucian uang sebesar Rp45 miliar.

“Eddies Adelia yang dulu suaminya kena kasus penipuan, penggelapan itu menerima duit Rp1 miliar juga diproses sebagai tersangka dan diproses di PN Jaksel,” katanya.

Eddies lanjut dia, divonis bersalah dan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukum 3 bulan penjara kepada Eddies dan sempat ditahan.

“Apakah upaya selanjutnya banding, kasasi, atau PK saya tidak tahu. Tapi setidaknya di pelacakan itu Eddies Adelia pernah tersangka dan disidangkan,” ujarnya.

Contoh kedua adalah kasus yang membelit selebritas Windy Yunita Bestari Usman atau lebih dikenal dengan Windy Idol yang ikut terseret dalam kasus dugaan korupsi mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Hasbi Hasan di KPK.

“Windy Idoal teman dekatya Hasbi Hasan, Sekretaris MA juga menjadi tersangka pencucian uang. Diduga teman dekat saja bisa kena pecucian uang, kalau istri ada,” ujarnya.

“Apakah nanti Sandra Dewi akan terkait pencucian uang, ya terserah peyidik. Kalau bisa merumuskan setidaknya ada pencucian uang pastif bisa saja dimintai keterangan,” ujarnya.

“Sedangkan kalau bener-bener tidak tahu karena suaminya itu pengusaha besar sehingga Sandra Dewi menganggap wajar pemberian-pemberian hadiah, ya bisa saja tetap saksi,” ujarnya.

“Kita serahkan saja kepada peyidik Kejagung untuk merumuskan itu, tapi yang paling utama itu adalah peyidik Kejagung harus menyita harta-harta yang pernah diserahkan Harvey Moeis kepadsa Sandra Dewi,” katanya.

Ia menjelaskan, Kejagung harus menyita semua astet Harvey Moeis dan Sandra Dewi setelah menyita dua mobil mewahnya, yakni Rolls-Royce dan Mini Cooper. “Rekening-rekening yang berisi uang yang dari Harvey Moeis juga harus disita dan itu harus diblokir,” katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka, yakni:

1. Suwito Gunawan (SG) alias AW selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

2. MB. Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

3. Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). CV ini perusahaan milik tersangka Tamron alias AN.

4. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.

5. Emil Ermindra (EE) alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.

6. Kwang Yung (BY) alias Buyung (BY) selaku Mantan Komisaris CV VIP.

7. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS.

8. Tamron (TN) alias Aon selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.

9. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

10. Toni Tamsil (TT), tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.

11. Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN).

12. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

13. Reza Adriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

14. Alwin Albar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha  PT Timah Tbk.

15. Helena Lim (HLN), Manager PTQuantum Skyline Exchange (PTQSE).

16. Harvey Moeis (HM)?, perakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT).

Kejagung menetapkan Helena Limsebagai tersangka karena selaku manager PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) pada 2018–2019 diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Perbuatan itu dilakukan Helena Lim dengan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).

“[Perbuatan itu] yang sejatinya menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” ujar Kuntadi, Direktur Peyidikan Pidsus Kejagung.

Sedangkan Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena awalnya selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT) menghubungi tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Selanjutnya, terjadi pertemuan antara tersangka Harvey Moeis dengan tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias RZ. Setelah itu ada beberapa kali pertemuan dan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

“Tersangka HM [Harvey Moeis] mengondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut,” ujar Kuntadi.

Harvey Moeis kemudian menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.

Jatah uang tersebut dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka Harvey Moeis melalui PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim.

Sementara itu, ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.

“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.

Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

92