Home Gaya Hidup 'Bebas', Seniman Minang di Yogyakarta Rayakan Demokrasi Seni

'Bebas', Seniman Minang di Yogyakarta Rayakan Demokrasi Seni

Yogyakarta, Gatra.com - Komunitas seniman asal Minang di Yogyakarta, Sakato Art Community, menggelar pameran di Jogja Gallery, Kota Yogyakarta. Meneguhkan eksistensi kelompok seni berbasis etnis yang tergolong besar dan eksis di Indonesia.

Komunitas yang berdiri sejak 1995 ini memiliki anggota aktif takkurang 150 seniman. Pameran ini menampilkan karya dari sekitar 90 seniman personel Sakato. Para seniman ini dari mereka yang berusia 20-an tahun setamat kuliah, sampai mahasiswa angkatan 1970-an hingga anggota berusia 70-an.

Beragam karya seni rupa dua dan tiga dimensi dengan aneka pendekatan, gaya, material, dan tawaran tema ditampilkan. Longgarnya batasan karya ini sesuai dengan tajuk pameran ini, ‘Bebas’.

Ajang ini menjadi gelaran perdana setelah pameran tahunan ‘Bakaba’ rutin dihelat tujuh kali. Ketua Sakato Art Community Erizal As menjelaskan, pameran ini menjadi bukti bahwa Sakato mampu secara mandiri. Apalagi ‘Bakaba’ telah memberi dampak pada sebagian seniman Sakato.

Baca Juga: Jokowi, Prabowo, dan Partai Ayam Meriahkan Pameran Seni Ini

“Pameran kali ini kami mandiri khas komunitas. Tujuh kali Bakaba memang ada efek, ada teman yang dikontrak dan karya teman-teman dikoleksi. Ini membangkitkan semangat teman-teman yang pesimis untuk terus berkarya,” ujar Erizal kepada Gatra.com, Selasa (30/7).

Namun pameran ‘Bebas’ sekaligus juga menjadi standar internal setelah selama gelaran Bakaba ada proses kurasi yang ketat dari penyelenggara dan galeri. Untuk itu, ‘Bebas’ tak melalui proses kurasi melainkan seleksi secara internal oleh sejumlah personel Sakato.

“Di sini karya teman-teman kami uji. Bakaba sebagai standarnya yang harus dipahami dan sekarang saat diseleksi mandiri, jangan main-main dengan karya dan jangan asal tampil,”tuturnya.


Suasana pameran seni 'Bebas' oleh Sakato Art Community, komunitas seniman Minang di Yogyakarta di Jogja Gallery, Kota Yogyakarta, 24 Juli-24 Agustus 2019. (GATRA/Arif Hernawan/re1)
 

Proses seleksi mandiri juga mampu menampung lebih banyak karya. Mahasiswa seni asal Sumatera Barat yang tergaung di Forum Mahasiswa Minangkabau ISI Yogyakarta atau Formisi pun diberi kuota memajang karya. Setelah lulus dan jadi seniman, mereka otomatis jadi anggota Sakato.

“Anggota Sakato terus bertambah, sedangkan ruang pamer terbatas,” kata Erizal yang yakin Sakato termasuk komunitas seni berbasis etnis terbesar dan tereksis di Nusantara.

Baca Juga: Warna-warna Abstrak Erizal As yang Mendobrak Batas

Personel Sakato pengulas pameran ini, Anton Rais Makoginta, menyatakan rekan-rekannya berusaha menggali tema ‘Bebas’ yang telah ditentukan sebelumnya. “Benang merahnya diambil dari kegiatan Sakato selama ini, bahwa seniman bebas memilih materi dan wacana. Komunitas ini juga punya ideologi beragam dan demokratis,” tuturnya.

‘Bebas’ juga mencakup tema karya dan cara kerja seniman yang bervariasi. Karya-karya ini ditampilkan dengan mempertimbangan estetika display dan kenyamanan pengunjung menikmatikarya. “Kami berupaya menampilkan capaian personal si seniman,” kata dia.

Namun lebih dari itu, ‘Bebas’ seakan mewakili semangat zaman. Masuknya era kesenian kontemporer yang didukung dengan sistem demokrasi telah memberi ruang pada seniman untuk menyuarakan gagasan melalui karya seni.

Demokrasi, terutama dalam berkesenian, agaknya yang dipedomani para seniman Sakato sebagai suatu visi dan mufakat, sebuah wujud satu kata, sakato dalam bahasa Minang. Demokrasi inilah yang tercermin dalam pameran 'Bebas' yang dibuka sejak 24 Juli dan digelar hingga 24 Agustus 2019 ini.

989