Home Politik Pansel Capim KPK Dinilai Bagai Kuasa Hukum dan Jubir Capim

Pansel Capim KPK Dinilai Bagai Kuasa Hukum dan Jubir Capim

Jakarta, Gatra.com - Koalisi Kawal Calon Pimpinan (Capim) KPK mengatakan, panitia seleksi (Pansel) Capim KPK terkesan anti masukan dan kritik. Bahkan, Koalisi ini menyebut respon yang diberikan pansel sering kali bersifat defensif dan terkesan membela capim KPK.

Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora mengatakan, Pansel Capim KPK saat ini selayaknya kuasa hukum atau juru bicara capim KPK.

"Anggota pansel termasuk Ketua Pansel Capim KPK itu bertindak seolah-olah sebagai kuasa hukum atau perwakilan dari calon-calon ini. Terutama calon dari institusi penegak hukum yang lain," katanya di Kantor YLBHI, Jakarta, Ahad (25/8).

Selain itu, Nelson juga mengritisi ketidakjelasan pernyataan Pansel mengenai beberapa capim yang tidak memenuhi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Menurutnya, Pansel selalu memberikan jawaban berputar-putar ketika dipertanyakan terkait LHKPN ini.

"Jawabannya beda-beda, ada yang bilang pertama dia tidak wajib, terus kedua dia bilang LHKPN nanti saja pada waktu sudah jadi pimpinan KPK, terus ketiga ada lagi dia bilang, tidak diwajibkan," ujar Nelson.

Bahkan, ia menambahkan, Pansel tidak memiliki parameter yang jelas mengenai sanksi yang dikenakan pada Capim KPK yang tidak memenuhi LHKPN. Padahal, lanjutnya, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Selanjutnya, Nelson juga menyayangkan pernyataan anggota Pansel Capim KPK yang mempertanyakan Koalisi Kawal Capim KPK mewakili publik. Menurutnya, koalisi itu terbentuk lantaran untuk menyampaikan aspirasi publik yang tergabung di banyak lembaga.

"Padahal jelas bahwa misalnya, ICW itu punya sahabat ICW, sudah ratusan orang setahu saya dan itu bisa diklaim sebagai publik. Jadi kalau misalnya Pak Hendardi tanya, publik yang mana? Ini publik kita banyak kok, datang ke kita kok, enggak kita yang datangi mereka. Jadi sangat menyepelekan dan cenderung tidak mengerti," kata Nelson.

 

102