Home Politik KPK Beberkan Kronologi Pelanggaran Firli Bahuri

KPK Beberkan Kronologi Pelanggaran Firli Bahuri

Jakarta, Gatra.com - Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mohammad Tsani Annafari, dalam konferensi pers di KPK menjelaskan hasil laporan Direktorat Pengawasan Internal KPK terkait dugaan pelanggaran berat yang dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK, Firli Bahuri.

"Pada 18 September 2018, KPK mendapatkan laporan dari masyarakat. Pengawas Internal melakukan pemeriksaan dan menemukan dua kali pereltemuan dengan Gubernur NTB," ujar Tsani di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Rabu (11/9).

Tsani menyebutkan, pertemuan pertama antara Firli dengan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi, saat Harlah GP Ansor di Lombok Tengah. Sedangkan pertemuan kedua mereka saat bermain tenis dalam acara farewell Tennis Danrem 162/WB.

"Dari hasil pemeriksaan, F [Firli] menjelaskan, pertemuan tidak direncanakan. Dalam video tidak ada upaya F menghindar dari situasi pertemuan yang terjadi," kata Tsani.

Pada 8 Agustus 2018, Firli menjemput saksi di lobbi KPK didampingi pengamanan ke lift khusus langsung ke ruangannya. Selama 30 menit, Firli dan saksi bertemu.

"Pada 1 November 2018 di sebuah hotel di Jakarta, F [Firli] bertemu dengan pimpinan partai politik," ungkapnya.

Tsani menambahkan, pada 23 Januari 2019, Firli selaku Deputi PIPM menyampaikan laporan kepada Pimpinan KPK. Pimpinan KPK kemudian meminta pertimbangan pegawai.

"Pada 11 Juni 2019, Polri mengirimkan surat penarikan dan penugasan baru di lingkungan Polri," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menyebutkan, dalam proses pemeriksaan, KPK telah memeriksa yang bersangkutan, saksi, dan ahli untuk membuktikan terjadinya dugaan pelanggaran.

Menurut Saut, pertemuan yang dilakukan Firli dengan Gubernur NTB TGB Zainul Majdi dan pertemuan Firli dengan pimpinan partai politik tidak ada hubungannya dengan tugasnya sebagai Deputi Penindakan KPK.

"F [Firli] tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi dan tidak melapor pada Pimpinan KPK," ungkap Saut.

229