Home Ekonomi Antara Sawit Dan Diplomasi Malaysia di Riau

Antara Sawit Dan Diplomasi Malaysia di Riau

Pekanbaru, Gatra.com - Diplomasi yang gencar dilakukan Malaysia pada bulan lalu di Riau, erat kaitanya dengan kepentingan negeri jiran itu atas urusan ekonomi, khususnya Sawit. 

Secara momen kunjungan kata Pengamat Hubungan Internasional Universitas Islam Riau (UIR), Rendi Prayuda, sulit mengesampingkan lobi-lobi Sawit pada diplomasi Malaysia. 

Terlebih, salah satu perusahaan Negeri jiran itu, PT Adei Plantation, terseret kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pelalawan September lalu. 

"Secara psikologis, momen kunjungan pejabat Malaysia sulit dilepaskan dari urusan itu (lobi-lobi ekonomi). Meski bisa saja lawatan itu untuk pemantapan kerjasama sub states dalam bingkai Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT)," katanya kepada Gatra.com.

Wakil Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Wira Marzuki bin Yahya datang ke Pekanbaru 1-3 November lalu. Lawatan ini terjadi setelah sebelumnya, persis 25 Oktober, Duta Besar Malaysia Zainal Abidin Bakar yang berkunjung. 

Dalam lawatannya, pejabat diplomat Negeri Jiran itu secara khusus menyampaikan keinginan untuk menyalurkan investasi ke Riau senilai 1 miliar dolar atau Rp14 triliun di sektor infrastruktur. 

Kucuran investasi itu kata Rendi merupakan hal yang menggembirakan. Hanya saja dia berharap hal itu tidak menjadi pelicin bagi persoalan perusahaan Malaysia di Riau. 

Soalnya, misi diplomasi yang dilakukan Malaysia tadi, selain terjadi saat proses hukum sedang membelit PT Adei Plantation, juga dilakukan ketika Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sedang mendapat tekanan untuk lekas menertibkan kebun sawit ilegal. 

Perihal penertiban kebun sawit ilegal itu, Gubernur Riau, Syamsuar, sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) 
No. KPTS.911/VIII/2019 tentang Pembentukan Tim Terpadu dan Penertiban Penggunaan Kawasan/Lahan Ilegal di Riau. 

Penertiban kebun ilegal ini disebut-sebut menjadi momok bagi operasional PT ADEI. Sebab, perusahaan yang terafiliasi dengan Kuala Lumpur Kepong itu dituding DPRD Riau melakukan perambahan hutan di luar Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan Pemerintah Indonesia. 

Wakil Ketua DPRD Riau, Asri Auzar menyebut, PT Adei Plantation yang beroperasi di Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, termasuk perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran HGU pemberian pemerintah. 

Perusahaan itu termasuk salah satu perusahaan yang disorot oleh anggota DPRD Riau dalam pansus monitoring perizinan dan lahan tahun 2015 lalu.

"Yang namanya menanam di luar HGU berarti merambah hutan tanpa izin dan tak membayar pajak," katanya. 

Sebelumnya Deputi Direktur Walhi Riau, Fandi Rahman, menyebut penertiban kebun sawit ilegal rentan menuai intervensi. Kalau dibandingkan dengan sektor Hutan Tanaman Industri (HTI) kata Fandi, persoalan yang melanda perkebunan kelapa sawit lebih rumit. 

Hingga kini, masih banyak perkebunan kelapa sawit yang tidak tahu siapa tuannya. "Kalau HTI itu sudah ada izin operasinya, sementara perkebunan kelapa sawit, malah ada yang belum punya Hak Guna Usaha (HGU) tapi sudah beroperasi. Ada pula yang hanya sebatas Izin Usaha Perkebunan (IUP)," katanya. 


 

708