Home Ekonomi DKI Larang Plastik, Industri: Melawan UU Pengeloaan Sampah

DKI Larang Plastik, Industri: Melawan UU Pengeloaan Sampah

Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS), Fajar Budiono mengatakan Pergub DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat berlawanan dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Menurutnya, dalam UU ini diamanatkan untuk melakukan pengelolaan, bukan pelarangan penggunaan barang produksi.

"Perda-Perda ini berlawanan dengan Undang-Undang pengelolaan sampah Nomor 18 Tahun 2008. Di situ diamanatkan pengaturan, bukan pelarangan," katanya ketika dihubungi Gatra.com, Senin (20/1).

Selain itu, ia menambahkan, titik utama permasalahan sampah Indonesia bukan berada pada keberadaan barang, melainkan pada manajemen pengolahan sampahnya sendiri. Manajemen pengelolaan sampah di daerah-daerah yang menerapkan peraturan serupa masih menerapkan skema kumpul-angkut-buang dalam pengelolaan sampahnya. Padahal, skema ini dinilai tidak efektif dan merupakan linear ekonomi yang malah menjadi cost center.

"Caranya kita itu masih kumpul - angkut - buang, belum pilah proses olah - jual. Sehingga bagaimanapun juga kalau itu mau dibikin Perda larangan sampai semua barang, pasti kalau itu enggak dibenahi dulu manajemennya maka akan timbul masalah yang sama juga," jelas Fajar.

Seharusnya pemerintah daerah menerapkan manajemen pengolahan sampah yang benar sehingga tidak perlu mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan kantong plastik. Malahan, dengan penerapan manajemen pengolahan sampah yang berasaskan sirkular ekonomi akan mendatangkan keuntungan baik bagi pemerintah daerah sendiri maupun bagi masyarakat serta industri.

"Kita sudah menawarkan sebenarnya, dari proses dengan cara kumpul - angkut - buang ini jadi pilah - proses - olah - jual. Jadi dari cost center menjadi profit center. Dari linier ekonomi menjadi sirkular ekonomi. Kita berdayakan para pemulung dan pelaku industri daur ulang," ungkapnya.

Dengan adanya peraturan pelarangan kantong plastik ini, beban pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) juga malah akan semakin bertambah. Fajar menyebut, 60% dari total sampah di TPA berupa sampah organik yang dibungkus menggunakan sampah plastik. Tanpa adanya penggunaan plastik, sampah organik yang bisa membusuk ini malah akan berceceran lantaran tidak memiliki wadah pembungkus.

"Pemulung ini kan jadi nggak ada menariknya lagi untuk memungut sampah, karena kan salah satu yang ada nilainya adalah plastik. Kalau plastik sudah dilarang, mereka mau cari apa lagi? Akhirnya kerja Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) tambah berat karena tidak ada yang membantu untuk memilah dan mengumpulkan lagi. Maka beban TPA akan lebih berat, lebih banyak residu yang dibuang ke sana," jelasnya.

DKI telah memiliki beberapa sentra pengelolaan sampah yang bertingkat dari RT, RW, Kelurahan, dan Kecamatan. Transaksi per hari dari salah satu Bank Sampah di kawasan Menteng Pulo hingga Rp9 juta per hari. Pengelolaan Bank Sampah itu bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Salah satu produk keluaran dari pemilahan sampah itu ialah tekstil.

432