Home Hukum Kejagung Belum Sidik 'Sengatan' Ulum soal Uang Rp7 Miliar

Kejagung Belum Sidik 'Sengatan' Ulum soal Uang Rp7 Miliar

Jakarta, Gatra.com - Jaksa Agug Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) belum melakukan penyidikan terkait keterangan Miftahul Ulum, mantan Asisten Pribadi (Aspri) Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, soal adanya dugaan suap sejumlah Rp7 miliar kepada petingi Kejagung.

"Terhadap isu suap yang disampaikan oleh Miftahul Ulum di persidangan tersebut, hingga saat ini Kejaksaan belum melakukan penyidikan," kata Burhanuddin di Jakarta, Jumat (22/5).

Orang nomor satu di Koprs Adhyaksa ini juga menyampaikan, kasus dugaan korupsi bantuan dana dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tahun 2017 yang disidik Kejagug, berbeda dengan kasus suap terhadp Imam Nahrawi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, kasus dugaan korupsi pemberian bantuan dana pemeritah melalui Kemeporan kepada Komite Olahraga Nasioal Indonesia (KONI) tahun 2017, naik ke penyidikan setelah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), M Adi Toegarisman, meneken surat perintah penyidikan (Sprindik).

Sprindik yang diteken Jampidsus kala itu, Nomor: Print-20/F.2/Fd.1/05/2019 tanggal 8 Mei 2019 dan diperbaharui dengan Sprindik Nomor: Print-220/F.2/ Fd.1/04/2020 tanggal 22 April 2020.

Untuk mengungkap dugaan korupsi terkait penyalahgunaan bantuan dana pemerintah kepada KONI Pusat dari Kemenpora tahun 2017, penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejagung telah memeriksa sebanyak 51 orang saksi dan 2 orang ahli, serta telah menyita 253 dokumen dan surat.

Burhanuddin mengatakan bahwa sejak tanggal 16 September 2019, pihaknya telah meminta bantuan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat kasus ini.

Menurutnya, terkait perhitungan kerugian keuangan negara ini telah dilakukan verifikaksi serta telaahan hingga kemudian BPK mengirimkan surat kepada penyidik Kejagung tanggal 8 Mei 2020. Inti suratnya, meminta untuk melengkapi dengan melakukan pemeriksaan kembali kepada beberapa saksi dan telah dilakukan oleh penyidik pada tanggal 19 dan 20 Mei 2020.

Selain itu, lanjut Burhanudin, tim penyidik Pidsus juga memeriksa 1 orang saksi yaitu Miftahul Ulum, mantan asisten pribadi (aspri) dari Imam Nahrawi. Pemeriksaan terhadap mantah orang kepercayaan Imam itu untuk mendapatkan alat bukti guna membuktikan perkara dugaan korupsi penyalahgunaan bantuan dana pemerintah kepada KONI Pusat pada Kemenpora tahun 2017.

Sedangkan perkara suap Imam Nahrawi yang ditangani KPK yang saat ini tengah bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, lanjut Burhanuddin, keterangan Miftahul Ulum di persidangan pada 15 Mei 2020, itu terkait suap kepada terdakwa Imam Nahrawi. Penyidikan dan penuntutan perkara tersebut ditangani KPK.

"Dengan demikian jelas berbeda, dan tidak ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan," ujarnya.

Soal kasus dugaan korupsi batuan Kemenpora kepada KONI yang ditangani Kejagung, hingga genap satu tahun berjalan,dari penyidikan termasuk hasil pemeriksaan puluhan orang saksi dan penyitaan ratusan dokumen dan surat, Kejagung belum menetapkan 1 orang pun sebagai tersangka.

Terkait kesaksian dari Ulum di persidangan, Burhanuddin telah memerintahkan Jampidsus untuk mengusut tuntas dan meminta keterangan kepada pihak-pihak terkait, termasuk keterangan dari Miftahul Ulum.

Kasus ini kembali mencuat dan Kejagung lantang angkat suara setelah Ulum dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memberikan keterangan yang "menyengat" Kejagung dan BPK. Ulum menyebut ada aliran dana sejumlah Rp7 miliar kepada Adi Toegarisma selaku Jampidsus saat itu dan Rp3 miliar kepada Anggota BPK, Achsanul Qosasi.

Menurut Ulum, pemberian uang kepada Achsanul Qosasi terkait temuan BPK di Kemenpora. Sementara uang sejumlah Rp7 miliar kepada Adi Toegarisman, bertujuan agar Kejagung tidak melanjutkan kasus tersebut. Setelah pemberian uang itu, terbukti bahwa pihak Kemenpora tidak dipanggil-panggil lagi oleh Kejagung.

Terkait sengatan Ulum itu, Burhanuddin telah menyampaikan bantahan. Menurutnya, penanganan perkara dugaan korupsi pemberian bantuan dana dari Kemenpora kepada KONI tidak mangkrak atau mandek.

Sedangkan Adi Toegarisman dan Achsanul Qosasi kepada wartawan, masing-masing membantah keterangan Ulum. Adapun Ulum menyampaikan keterangan tersebut di bawah sumpah, karena saksi yang diperiksa di persidangan terlebih dahulu disupmpah untuk memberikan keterangan yang sebenarnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung sebelum Hari Setiyono, Mukri, menjelaskan, kasus ini berawal saat KONI Pusat menyampaikan atau mengirimkan proposal kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, untuk dapat menerima atau memperoleh bantuan sebesar Rp26.679.540.000 (Rp26,6 miliar).

Sebagai tindak lanjutnya, pada tanggal 8 Desember 2017, Menpora memerintahkan Deputi 4 bidang Peningkatan Prestasi untuk segera menindaklanjuti proposal dari KONI Pusat tersebut.

Namun, mengingat dalam rencana kegiatan dan anggaran kementerian atau lembaga (RKA K/L) Kemenpora tahun 2017 belum ada peruntukan anggaran untuk merespons proposal KONI, Kemenpora kemudian melalui Biro Perencanaan melakukan revisi berdasarkan usulan Deputi 4 bidang Peningkatan Prestasi Olahraga.

Selanjutnya, pemerintah pada Desember 2017 melalui Kemenpora memberikan bantuan dana kepada KONI Pusat tahun anggaran 2017 sejumlah Rp25 miliar. Dana tersebut dicairkan ke rekening KONI.

Uang tersebut untuk pembiayaan program pendampingan, pengawasan, dan monitoring program peningkatan prestasi olahraga nasional menuju 18th Asian Games 2018.

Tetapi dalam penggunaannya, diduga terjadi penyimpangan oleh oknum dari Kemenpora dan KONI Pusat. Perbuatan diduga melawan hukum itu dilakukan dengan cara membuat laporan pertanggungjawaban fiktif serta pengadaan barang dan jasa tanpa prosedur lelang sehingga merugikan keuangan negara.

160