Home Kolom Mengapa Kemasan Pangan Harus Halal Approved

Mengapa Kemasan Pangan Harus Halal Approved

Federasi Pengemasan Indonesia atau Indonesia Packaging Federation (IPF) di bulan Februari 2021 ini, ikut berkontribusi dalam webinar membahas titik kritis halal pada kemasan.

Sebagaimana kita ketahui bersama, teknologi pengemasan berkembang dengan pesat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia.

Merespon kepedulian konsumen terhadap keamanan pangan yang kian meningkat terutama saat pandemi dan sesudahnya, teknologi pengemasan khususnya kemasan pangan dituntut agar memiliki kualitas yang baik, aman dan halal.

Ini sesuai dengan fungsinya untuk menjaga kualitas produk pangan yang dikemasnya, memperbaiki tampilan, identifikasi produk, informasi komposisi, dan yang tidak kalah penting adalah untuk promosi. Pengemasan memegang peranan penting dalam mendorong penjualan suatu produk dan membangun loyalitas konsumen terhadap merek.

Ariana, Business Development Director IPF mengemukakan alasan mengapa kemasan harus bersertifikat halal, antaranya karena ada penggunakan bahan yang berasal dari produk hewani yang digunakan dalam proses produksi yang berpeluang non halal.

Pendapat tersebut dikuatkan oleh Dr. Mulyorini R dari IPB University, kemasan harus halal approved, karena kemasan (primer) jika terbuat dari bahan haram maka dapat menyebabkan produk menjadi mutanajis dan haram, bahan tertentu dan dalam kondisi tertentu memiliki peluang terjadinya migrasi meskipun kecil serta bahan untuk membuat kemasan ada yang kritis dari sisi keharaman.

Berbagai jenis material kemasan memiliki kelebihan dan kekurangan, untuk itu penggunaan nya disesuaikan dengan sifat produk yang dikemasnya. Di antara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang paling populer dan sangat luas penggunaannya, meski penggunakan kemasan plastik saat ini juga mendapat reaksi negative terkait lingkungan.

Titik kritis pada kemasan plastik adalah dari bahan penolong, yaitu penstabil proses yang digunakan dalam produksi kemasan plastik. Penggunaan garam asam lemak (Kalsium stearate E470) berpeluang non halal, karena sumbernya dari hewani seperti lemak babi/lard dan lemak sapi/Tallow.

Dalam fungsinya sebagai pemlastis, phthalate dalam plastik tidak terikat kuat secara kimia dengan polimer inang, sehingga dapat menguap ke lingkungan. Oleh karena itu, phthalate tidak hanya bersifat karsinogenik, juga dapat menyebabkan gangguan pada inhalasi, sehingga tidak thoyib.

Yang juga harus diperhatikan adalah bahan tambahan/penstabil dalam pembuatan plastik ini tidak terikat kuat secara kimia pada polimer plastik, kecuali bahan tambahan untuk plastik anti api (biasanya digunakan untuk baju pemadam kebakaran). Konsekuensinya bahan tambahan tersebut dapat bermigrasi ke dalam bahan yang dikemas. (Sri Mulijani,IPB).

Untuk kemasan kertas, titik kritis halal di antaranya terdapat dalam penggunaan enzyme, gelatin, asam lemak yang ketiganya dapat berasal dari hewani. Khusus untuk penggunaan enzyme, titik kritis juga dapat disebabkan enzyme yang berasal dari proses mikrobial. Ariana menambahkan, Kemasan kertas yang digunakan sebagai kemasan pangan harus food grade dan juga harus memenuhi standard halal dalam prosesnya.

Dengan memahami titik kritis pada bahan-bahan kemasan tersebut seyogyanya akan membantu para pelaku usaha dalam membuat keputusan memilih bahan kemasan yang sesuai dengan karakter produk yang dikemasnya.

Jika diperlukan menggunakan bahan plastik sebagaimana plastik yang saat ini paling banyak dipakai, tentunya harus memenuhi persyaratan tertentu. Ariana menegaskan tidak perlu khawatir dalam penggunaan kemasan karena di Indonesia sudah ada beberapa perusahaan yang bergerak dari hulu sampai hilir yang sudah bersertifikat halal. Dan terkait dampak penggunaan plastik terhadap lingkungan, dapat di atasi dengan cara penanganan sampah plastik yang benar.


Tati Maryati

Federasi Pengemasan Indonesia (IPF)

3223