Home Gaya Hidup Belajar Tangani Anak Korban Kekerasan dari Tulungagung

Belajar Tangani Anak Korban Kekerasan dari Tulungagung

Tulungagung, Gatra.com - Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur (Jatim) mampu menurunkan angka tindak kekerasan terhadap anak secara signifikan. Berdasarkan data Unit Layanan Terpadu (ULT) Perlindungan Sosial Anak Integratif (PSAI) Tulungagung pada  2016 sebanyak 114 kasus,  2017 sebanyak 251 kasus, dan  2018 sebanyak 74 kasus.

Menurunnya angka kekerasan terhadap anak ini setelah Pemerintah Kabupaten (Pembkab) Tulungagung bersama stakeholder terkait mengubah metode dari langkah penanggulangan menjadi langkah pencegahan sejak dini. Langkah pencegahan ini dilakukan dengan membentuk ULT-PSAI yang mengimplementasikan berbagai program pencegahan di antaranya adalah mitigasi potensi.

“Bila ada masalah yang berkaitan dengan kasus kekerasan terhadap anak, warga atau perangkat desa melaporkan ke ULT-PSAI,” kata aktivitis Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulunganggung, Edi Subkhan, kepada para jurnalis dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, Selasa (9/4).

Sebanyak 20 jurnalis dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk Gatra.com, diajak lembaga JADE Sanus Indonesia yang menaungi kelompok Jurnalis Sahabat Anak (JSA), didukung Setara, LPA Tulungagung, dan UNICEF Indonesia mengunjungi Tulungagung untuk mengetahui cara penanganan kekerasan terhadap anak dan desa ramah di Desa Kesambi Tulungagung.

Menurut Edi, setiap kasus yang masuk kemudian ditindaklanjuti ULT-PSAI dengan menghubungi dinas yang terkait sehingga anak itu bisa segera tertangani secara komprehensif.  Satu kasus terhadap anak bisa ditangani secara terpadi oleh dinas pendidikan, dinas kesehatan, dan dinas sosial. “Kami juga melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan teradap anak kepada kepada masyarakat,” katanya.

Ketua LPA Tulungangung, Winny Isnani, mengharapkan media agar bisa menjadi sahabat anak,  sehingga semua masalah anak bisa menjadi berita yang menarik. “Bukan lagi bad news is a good news, tapi good news is a good news,” kata dia.

Kepedulian Pemkab Tulungagung terhadap anak juga diwujudkan dengan keberadaan para pekerja sosial (peksos) yang memantau terus masalah anak di 19 kecamatan dan 174 desa. Salah seorang pekso, Friez Sando,  memiliki empat tugas pokok, yakni merespons kasus anak, melakukan pendampingan lembaga kesejahteraan sosial anak, pendampingan program kesejahteraan sosial snak, dan tugas khusus.

“Bila ada kasus anak yang perlu bantuan, dilaporkan ke ULT-PSAI,” ujar pria yang bertugas di Kecamatan Ngantru, Karangrejo, Sendang, Pagerwojo, dan Kedungwaru.

Sementara itu, Kepala UNICEF Jawa-Bali, Arie Rukmantara, mengatakan bahwa pihaknya hanya membantu ikut terlibat memperhatikan nasib anak. “Bila nasib anak di Indoensia sudah baik,  kami akan bergerak di negara lain yang perlu dibantu,” ujar dia.

Untuk menangani permasalahan anak, Pemkab Tulungangung juga membentuk lembaga Forum Anak Desa (FAD). Salah satunya di Desa Kesambi, Kecamatan Bandung. Sejak dibentuk pada 2013 silam, FAD yang dikelola anak muda desa tersebut mampu menyelesaikan permasalan terkait anak secara manusiawi.

Pendamping FAD Desa Kesambi, Ahmad Habib In'ami, menuturkan, pada 2016 pernah terjadi permasalahan anak perempuan di desa tersebut hamil di luar nikah. Perempuan yang duduk di bangku SMP itu dihamili oleh pacarnya. Pihak keluarga dan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) desa setempat  menikahkan anak  itu dengan pria pelaku.

Namun, setelah pelaku diketahui juga memiliki dua pacar lain, bahkan salah satunya hamil, pernikahan itu dibatalkan. Kasus tersebut kemudian dibawa ke jalur hukum. “Korban anak perempuan yang hamil mendapatkan pendampingan dari FAD agar bisa tetap melanjutkan sekolah dan melahirkan,”  kata Ahmad.

Korban kemudian dipindahkan ke pondok pesantren agar tetap bisa bersekolah, sedangkan anak yang dilahirkan selanjutnya diasuh neneknya. “Si anak perempuan sampai sekarang masih melanjutkan pendidikan di pesantren dan terus dilakukan pendampingan,” ujar dia.

Ketua FAD Desa Kesambi, Ifah Aulia Mahmudah, menambahkan, pihaknya mendampingi korban selama menghadapi masa sulit agar tetap semangat melanjutkan pendidikan di pesantren. “Kami dan teman-teman FAD terus memberikan dukungan dan semangat agar tetap melanjutkan hidup dan terus sekolah. Memang susah, tapi harus bisa,” kata siswi SMA ini.

Kepala Desa Kesambi, Suyanto, mengemukakan bahwa keberadaan FAD  berdampak baik bagi warga sehingga  makin ramah terhadap anak, serta memperhatikan nasib mereka.  Karena kebanyakan warga Kesambi menjadi buruh migran bekerja di luar negeri,  anak-anak yang tinggal di desa menjadi tanggung jawab semua warga desa.

“Kami saling peduli terhadap anak-anak. FAD selalu kami hadirkan dalam musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes) untuk memberikan masukan,” ujar Suyatno.

1168