Home Milenial Jalan Terjal Teater Jarang Libur Mahasiswa UGM

Jalan Terjal Teater Jarang Libur Mahasiswa UGM

Sleman, Gatra.com - Teater Terjal dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada satu dari segelintir teater mahasiswa yang mencoba terus eksis. Dari diolok sebagai teater jarang latihan, kini disebut sebagai teater jarang libur dan mendapat dukungan sponsor untuk pentas di sejumlah kota.

Teater Terjal eksis sejak 1990-an, tetapi sempat vakum sejak 2014. Tak heran, Teater Terjal sering diplesetkan sebagai akronim teater jarang latihan. Terjal kemudian bangkit pada 2016 atas prakarsa tujuh mahasiswa yang tergabung dalam komunitas Saksi Mata.

Komunitas ini dengan dedengkotnya Gati Andoko berkenalan dengan sejumlah talenta baru termasuk Lutfi Dwi Kurniawan. Lutfi juara monolog di Porsenigama 2016 dan aktif ikut di Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) 2016.

Setelah itu, Terjal semakin rutin berlatih dan terlibat dalam berbagai pementasan. Sejumlah pembaruan pun ditempuh demi mengubah stigma Terjal yang buruk. Ketua Terjal Wibawa Kusuma Nur Cahyaningrat, akrab disapa Yon, menyebut Teater Terjal sekarang berbeda bahkan mungkin tak dikenali senior-senior mereka di FIB UGM dulu.

“Tidak hanya mengganti logo, sekarang Terjal malah diplesetkan menjadi teater jarang libur,” kata Yon saat ditemui Gatra.com di sela latihan di markas mereka di kampus FIB UGM, Sabtu (11/5).

Bila sedang ada jadwal pementasan, anak-anak Terjal dapat berlatih selama sepekan penuh. Latihan di Terjal tidak melulu soal bermain peran. Di hari Jumat, kegiatan diisi pelatihan bela diri Cempaka Putih, sedangkan diskusi naskah dilakukan setiap Sabtu.

Olah pikiran memang jadi syarat bagi aktor yang terlibat dalam pementasan Teater Terjal. Lutfi menuntut aktornya untuk pintar dan gemar membaca. “Bila tak pintar sekalipun, setidaknya punya keinginan belajar,” ujar Lutfi.

Salah satu hasil kerja keras itu adalah lakon ‘Satu Kursi Tiga Penghuni’ yang dipentaskan 4 Mei lalu di UGM. Lakon ini berkisah tentang tiga orang intel yang mengalami trauma. Meski satu dari tiga aktornya belum berpengalaman, Lutfi sebagai sutradara tak menganggapnya sebagai halangan.

Sang aktor dipilih atas kegigihan dan disiplin pada kegiatan sebelumnya. Ia juga melihat pemilihan aktor anyar sebagai proses regenerasi. Sebelum pementasan, sang aktor digembleng selama hampir empat bulan. Aktor ini dituntut harus mengejar dua aktor lain yang lebih berpengalaman.

Terjal memang punya agenda rutin untuk anggota baru. Tiap akhir tahun, Terjal mengadakan panggung eksibisi yang menampilkan lakon bergenre realis. “Sebagai pengenalan terhadap teater, realis adalah genre yang paling cocok,” ujar Yon.

Namun, Lutfi tidak ingin pementasan yang dia sutradarai dibatasi genre tertentu. Lakon ‘Satu Kursi Tiga Penghuni’ bisa diarahkan ke bentuk manapun. Naskah pementasan ini bahkan terus berkembang seiring proses latihan. “Penggarapan naskah ini terdapat dialog antara aktor, penulis naskah, dan sutradara. Semua pihak berkontribusi pada pementasan,” kata Lutfi.

Bagi Lutfi, ‘Satu Kursi Tiga Penghuni’ sekaligus menjadi artikulasi kritik bagi teater Indonesia. Menurut dia, banyak pihak yang terlibat dalam teater di Indonesia adalah orang-orang konservatif. Mereka tidak melihat panggung teater sebagai unjuk keindahan, melainkan sebagai tempat posisi benar dan salah. “Mereka tidak berpikiran terbuka,” ujar Lutfi.

Yon mengatakan, seluruh agenda pentas Terjal melibatkan dialog untuk mengembangkan naskah. Tidak hanya aktor, pemusik pun ikut diminta berpendapat. “Tinggal diracik dengan pas oleh sutradara,” ujar Yon.

Sejak bangkit pada 2016, Teater Terjal mengisi malam puncak Etnika Fest 2017, pentas di Petroleum Industry Training Teknik Kimia UGM, dan Dies Natalis UGM 2017. Di luar kampus, Terjal terlibat dalam Festival Kesenian Yogyakarta 29 dan Festival Pembacaan Naskah Lakon Manuver di 2017, serta juara I Porsenigama 2016 dan 2017.

Selain itu, Teater Terjal berkeliling pentas ke empat kota, termasuk di Kudus dan Lampung, menampilkan lakon ‘Bondho Buntang’ akhir 2017 dan awal 2018 silam. Lakon ini diangkat dari legenda di kota Rembang tentang perselisihan pelaut Dampo Awang dan Sultan Kalijaga.

Pementasan ini mendapat dukungan dari Djarum Foundation yang kerap memberi sponsor pada ajang dan kelompok seni. Lutfi mengatakan, kerja sama ini melecut mereka untuk berusaha menampilkan karya terbaik, hingga berlanjut di lakon terbaru mereka ‘Satu Kursi Tiga Penghuni’.

Dengan tajuk Teater Keliling, sekarang Terjal sibuk menuntaskan pentas mereka di tiga kota. Setelah sukses di Yogyakarta, ‘Satu Kursi Tiga Penghuni’ akan menuju dua kota lain, yakni Purwokerto dan Salatiga. Mereka juga tengah menyiapkan Infinity Show yang dipentaskan akhir September nanti.

Reporter: Abilawa Ihsan

1580