Home Politik SMRC: Migrasi Politik Oposan Rusak Prospek Demokrasi

SMRC: Migrasi Politik Oposan Rusak Prospek Demokrasi

Jakarta, Gatra.com - Peneliti dari Saiful Mujani Research Centre (SMRC), Sirajuddin Abbas, mengkhawatirkan jika partai-partai oposisi melakukan migrasi politik berpindah kubu ke partai propemerintah akan merusak prospek demokrasi.

Sirajuddin menilai demikian karena melihat negosiasi yang berjalan antara sejumlah partai politik, terbuka kemungkinan terjadi migrasi dari sebagian Parpol pendukung Prabowo hijrah ke koalisi Jokowi. Akibatnya, kemungkinan jumlah partai koalisi membesar dan oposisi mengecil.

"Jika parpol terlalu pragmatis mengejar keuntungan jangka pendek dan mengejar bagian kue kekuasaan, maka partai itu akan cenderung rabun dekat, tidak melihat prospek dan implikasi jangka panjang. Jika melakukan itu yang rusak prospek demokrasi," kata Sirajuddin saat ditemui di Kantor SMRC, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/7).

Jika sebagian besar Parpol yang dahulunya oposisi bergabung dengan koalisi propemerintah, menurut Sirajuddin, bobot penyeimbang dan kontrol terhadap pemerintah akan sangat lemah. Hal itu akan memberikan terlalu banyak kebebasan bagi pemerintah untuk mengambil keputusan apapun.

"Itu tidak sehat, demokrasi rusak," ujar Sirajuddin.

Menurutnya, saat ini partai politik (parpol) terlebih oposisi sedang diuji. Ia berharap parpol cukup awas dan tidak mengorbankan pelembagaan demokrasi jangka panjang dengan gratifikasi sesaat hanya karena mengejar jabatan di pemerintahan atau legislatif.

Sirajuddin menyebut ada beberapa kerusakan prospek demokrasi jika kubu pendukung pemerintah terlalu kuat. Pertama, kualitas kebijakan publik akan cenderung didominasi dan dimonopoli kekuatan politik mayoritas. 

"Kualitas jadi buruk karena mereka bisa menggolkan apa saja," kata Sirajuddin.

Kedua, pengawasan akan rusak dan berujung pada kronisme dan korupsi. "Ingat, Pemerintahan Pak SBY koalisi gemuk justru membuat SBY kurang desisif [tidak mudah mengambil keputusan] dan memunculkan banyak kronisme dan korupsi," jelasnya.

Ketiga, publik menjadi tidak percaya pada institusi demokrasi. "Ngapain mendukung parpol dan tokoh tertentu seolah mereka sedang berjuang ternyata setelah kalah ikut gabung dengan yang menang. Kepercayaan terhadap institusi demokrasi akan hancur," ujar Sirajuddin.

309