Home Politik Aktivis Lingkungan Kritik Pemerintah Cegah Karhutla

Aktivis Lingkungan Kritik Pemerintah Cegah Karhutla

Jakarta, Gatra.com - Sejumlah Aktivis lingkungan menilai upaya pemerintah menerjunkan personel gabungan dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak efektif dan benar-benar menghentikan kebakaran.

Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menerjunkan 7.560 personel gabungan yang terdiri dari TNI-Polri, Tagana, relawan, dan sebagainya di 5 provinsi siaga darurat karhutla untuk memberikan sosialiasi kepada masyarakat agar tidak membakar lahan. Personel gabungan paling banyak diturunkan di Riau sejumlah 1.500 orang.

Koordinator Jaringan Kerja Penyelemat Hutan Riau (Jikalahari), Okto Yugo Setiyo, menegaskan terjadi kesalahan pola pikir dari pemerintah yang cenderung menyalahkan masyarakat, padahal menurutnya kebakaran justru massif terjadi di wilayah milik korporasi.

Baca juga: Dana Pemadaman Karhutla Berpotensi Disalahgunakan

"Jadi ini salah mindset, tendensius sekali semua diarahkan ke masyarakat, padahal temuan Jikalahari dan WALHI sejak 2015, kebakaran massif terjadi wilayah korporasi," ujar Okto di Kantor Eksekutif Nasional WALHI, Jakarta Selatan, Kamis (8/8).

Okto menyebutkan pada tahun 2016 pihaknya telah melaporkan terdapat 49 korporasi dengan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit yang melakukan pembakaran lahan ke Polda Riau, Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Tapi ini tidak begitu dilihat, kalau masyarakat saja yang jadi objek sosialisasi dan diawasi, tidak akan selesai persoalan, karena sesungguhnya pembakaran lahan dilakukan korporasi," ujar Okto.

Selain pembakaran lahan, kejahatan lain yang dilakukan korporasi namun tidak tersentuh, kata Okto, adalah melakukan kanalisasi dan monopoli air yang mengakibatkan beberapa desa lahan gambutnya menjadi kering.

"Akibatnya terjadi kebakaran di area masyarakat di desa sebabnya kehadiran korporasi yang mengeringkan gambut, itu jadi persoalan," kata Okto.

Senada dengan Okto, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Riau Rico Kurniawan, menyayangkan masyarakat lebih disalahkan ketimbang korporasi.

Baca juga: Olah Lahan Tradisional Masih Jadi Penyebab Karhutla

"Seperti itu mau sampai kapan? Yang lebih efektif dari mengajak masyarakat ialah meminta korporasi untuk memulihkan lahan gambut, agar air tersedia cukup banyak," kata Rico.

Menurutnya, banyak regulasi yang perlu didesakkan oleh pemerintah kepada korporasi untuk memperbaiki ekosistem namun justru tidak dijalankan dengan baik. Di antaranya PP No 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, Instruksi Presiden terkait moratorium sawit serta dokumen audit dan review perizinan baik perorangan maupun korporasi.

"Kenapa langkah ini tidak pernah diambil pemerintah? Pemerintah sebenarnya menutuup mata dari kesalahan masa lalu, selalu bicara akan gaduh bisnis, akan gaduh jika yang ilegal diganggu, dan kecenderungannya akhirnya berdamai, akhirnya dilakukan sosialisasi oleh BNPB, siaga darurat asap, jika terus dilakukan tidak melihat faktor hulu, ini akan terus terulang," kata Rico.

584