Home Politik Satgas Saber Pungli KemenkoPolhukam Siap Perangi Mafia Tanah

Satgas Saber Pungli KemenkoPolhukam Siap Perangi Mafia Tanah

Jakarta, Gatra.com - Kepala Seksi pemerintahan kelurahan Lengkong Gudang Timur, Andi Suhandi, dicopot dari jabatannya setelah mengungkap fakta banyak tanah bermasalah di kawasan tersebut. Posisi Kepala seksi diganti oleh seorang ASN yang bertugas sebagai satpam di lingkungan Kecamatan Serpong.

"Saya hanya membuka fakta, memang banyak tanah tumpang tindih di kelurahan Lengkong Gudang Timur. Ada 80 hektare. Yang 50 hektare sudah selesai. Masih ada 30 hektaire lagi yang bermasalah. Lalu saya dicopot sebagai kepala seksi. Salah saya  di mana?" ujar Andi usai memberikan keterangan pada tim Saber Pungli di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (30/8).

Sebagai aparat kelurahan bertugas melayani kepentingan warga, Andi tentu tidak bersalah. Sebaliknya, putera asli Lengkong Gudang itu justru menjalankan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar konflik lahan segera diselesaikan dan memberi rasa keadilan bagi rakyat.

Namun Perintah Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik pertahanan hingga kini belum terlaksana. Para korban perampasan tanah menilai ada ketidakberesan di kalangan pejabat birokrasi hingga kasus perampasan tanah tak kunjung selesai hingga hari ini. 

Korban perampasan tanah mengadukan aparat birokrasi yang cenderung menghambat warga untuk mencari keadilan kepada Saber Pungli Kemenkopolhukam. 

Menurut para korban perampasan tanah yang tergabung dalam FKMTI, proyek pembagian sertifikat yang sering dibagikan presiden tidak akan mencegah konflik lahan karena banyak tanah warga yang sudah bersertifikat justru bisa dengan mudah dikuasai konglomerat. Pembagian sertifikat kepada rakyat namun mengabaikan korban perampasan tanah yang dirampas merupakan bentuk ketidakadilan yang nyata.

Ketua Forum Korban Mafia Tanah, Budi Kendi, menjelaskan, FKMTI berfokus kepada kasus perampasan tanah yang di lakukan oleh kongkalingkong atau perbuatan jahat oleh oknum pejabat BPN dengan pihak pengusaha.

Berdasarkan data yang terkumpul pada FKMTI, selain status tanah sudah SHM, ada ribuan kasus Girik yang dicaplok oleh para pengembang.

Tanah milik Robert Sudjasmin seluas 8000 m2 di Kelapa Gading yang sudah SHM dicaplok oleh Summarecon. Begitu juga tanah sertifikat milik Ani seluas 2.000 meter dicaplok Bintaro. Tanah sertifikat lainya milik korban perampasan tanah dengan mudah dikuasai oleh para pemilik modal yang bekerja sama dengan oknum, baik di pemerintah daerah, BPN maupun di pengadilan.

Nasib yang sama juga dialami pemilik girik. Di saat rakyat lain dibagikan sertifikat, korban perampasan tanah justru kesulitan membuat sertifikat karena tanahnya dikuasai konglomerat. Ini terjadi pada puluhan warga di Segara Makmur, Bekasi. 

Tanah girik seluas puluhan hektare milik warga dikuasai Marunda Center untuk dijadikan kawasan pergudangan. Hal yang sama juga menimpa tanah girik di kawasan Serpong. Puluhan hektare tanah girik dikuasai pengembang BSD. Warga dipersulit pemerintag kota setempat untuk mendapatkan hak atas tanahnya. Seperti kasus yang menimlpa Rusli Wahyudi.

Meski sudah jelas tanah giriknya dinyatakan hilang oleh pihak kelurahan, namun korban dipersulit untuk mendapatkan girik pengganti. Sebab, tanah tersebut dikuasai oleh BSD tanpa pernah membeli kepada Rusli Wahyudi yang memiliki girik atas nama The Kim Tin. 

Menurut Budi Kendi, potensi konflik antarwarga sangat mungkin terjadi jika negara terus membiarkan perampasan tanah. Selain itu, negara telah dirugikan ribuan triliun rupiah dari pajak yang tidak dibayar oleh para perampas tanah.

Budi menjelaskan, ada 11 juta hektare tanah bermasalah. " Para perampas tanah itu menguasai tanah lewat pengadilan. Coba buktikan apakah ada pajak pembelian yang dibayar untuk negara," ungkapnya.

Kepala sekretariat Satgas Saber Pungli, Brigjen (Pol) Budi Susanto, menjelaskan, banyaknya konflik lahan disebabkan salah satunya karena tidak transparannya oknum pejabat BPN. Padahal, mereka punya aturan yang jelas untuk meghindari tumpang tindih surat kepemilikan tanah.

"BPN wajib memberikan informasi asal usul terbitnya sertifikat, di mana warkahnya. Jangan kemudian langsung diserahkan ke pengadilan," ujar Budi Susanto.

Budi Susanto mengingatkan para pejabat yang berwenang tidak bermain-main dalam urusan tanah. "Ingat Anda hanya butuh 2 kali 1 meter saat berpulang. Semua akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan," tandasnya.

744