Home Hukum Perlu SOP Penanganan Pelecehan Seksual di Transportasi Umum

Perlu SOP Penanganan Pelecehan Seksual di Transportasi Umum

Jakarta, Gatra.com - Aktivis dari komunitas PerEMPUan, Rika Rosvianti, meminta para penyedia jasa transportasi publik untuk membuat standar operasional prosedur (SOP) mekanisme penanganan jika terjadi pelecehan atau kekerasan seksual di transportasi umum.

Aktivis dari komunitas yang fokus terhadap kasus pelecehan seksual di transportasi umum itu menjelaskan bahwa SOP penanganan kasus pelecehan seksual, khususnya di transportasi publik sangat penting.

"Seperti misalnya kalau sekarang di KRL atau Transjakarta misalnya kalau ada kasus pencopetan jelas SOP-nya. Oke, pelakunya harus diapain, lapornya ke mana, korbannya dapat perlindungan apa, jelas apa yang mesti dilakukan," kata Rika dalam diskusi yang dihelat oleh Komunitas Jurnalis Berhijab (KJB) bertema "RUU PKS, Berfaedah untuk Perempuan Indonesia?" di Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10).

Rika mengeluhkan jika terjadi kasus pelecehan atau kekerasan seksual di transportasi umum, malah belum jelas SOP-nya. Dampaknya, penanganan terhadap pelaku maupun korban seringkali tidak jelas dan malah berakhir dengan perdamaian di kedua belah pihak.

"Semua kasusnya berakhir dengan damai kenapa Karena kasus pelecehan dan kekerasan seksual bentuknya itu paling tidak bisa dibuktikan tapi efeknya lebih besar daripada kekerasan fisik," ungkapnya.

Rika menambahkan, beberapa kasus pelecehan seksual di transportasi umum misalnya "gesek-gesek" atau "raba-raba." Hal itu dapat terjadi karena transportasi umum kerapkali ramai penumpang sehingga ada kesempatan untuk pelaku melakukan perbuatan asusila tersebut.

Dari hal itu, Rika bertekad untuk memperjuangkan RUU PKS karena menurutnya, RUU ini bisa menjadi payung hukum guna mendorong pembentukan SOP pelecehan seksual di transportasi publik.

"Biar semua orang bisa bertransportasi dengan aman, selamat, dan bisa beraktivitas," katanya.

Dalam diskusi ini, hadir Wakil Ketua Komnas Perempuan, Budi Wahyuni; Komisi Ukhuwah MUI, Wido Supraha; dan Sekretaris MN Forhati, Jumriana Salikki.

Reporter: ARH

504