Home Hukum Walhi : Harusnya, KLHK Lebih Banyak Segel Lahan Konsesi

Walhi : Harusnya, KLHK Lebih Banyak Segel Lahan Konsesi

 

Palembang, Gatra.com – Penyegelan lahan delapan perusahaan di Sumatera Selatan (Sumsel) oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dinilai belum mewakili penegakkan hukum bagi para pelaku kejahatan lingkungan pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Padahal, masih banyak lahan konsensi perusahaan lainnya yang juga terbakar pada tahun ini.

Apalagi, kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, Hairul Sobri, upaya penegakkan hukum melalui gugatan perdata yang dilakukan kepada perusahaan pelaku kahutla belum memberikan efek jera agar perusahaan lebih menjaga lahannya.

“Data kami menyebutkan, perusahaan pernah digugat seperti PT. WAJ, kembali terbakar dan pemerintah kembali menyegel lahan perusahaan tahun ini,”ujarnya kepada Gatra.com.

Berdasarkan data Walhi Sumsel, PT. WAJ yang berada di OKI, pernah digugat oleh pemerintah dan dimenangkan karena kasasi perusahaan ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) yang disertai kewajiban membayar denda kepada negara sebesar Rp639,9 miliar.

Nilai dan metode gugatan kata Hairul, masih mengalami hambatan dalam eksekusinya.

“Selain metode gugatan tidak memberikan efek jera pada pemulihan lingkungan, eksekusi dari keputusan hukum juga lamban,” sambung dia.

baca juga : https://www.gatra.com/detail/news/448907/politik/-klhk-segel-lahan-8-perusahaan-di-sumsel

Beberapa data yang dikumpulkan Walhi menyebutkan beberapa perusahaan yang pernah digugat oleh pemerintah kembali mengalami kebakaran pada tahun ini. Jika KLHK mendasarkan penyegelan bersumber dari keberadaan titik api (hotspot), maka akan lebih dari delapan perusahaan yang disegel, pada tahun ini.

Kebakaran yang berulang juga mencerminkan belum maksimalnya penegakkan hukum yang dilakukan pemerintah, jika hanya menempuh gugatan perdata ke pengadilan,

“Sebut saja, di OKI, ada lahan milik PT. BMH yang terbakar, PT. Gading Cempaka, PT. RHM, dan PT. Tesco yang kebakarannya berulang. Karena itu, tidak cukup dengan penyegelan, dan gugatan perdata, harusnya mencabut izin perusahaan,”pungkas Hairul.

Berdasarkan datanya, delapan perusahaan yang disegel oleh KLHK diantaranya, PT. HBL dan PT. TCL di kabupaten Muba, PT. WAJ, PT MBJ, PT. Tian, PT. DGS di Kabupaten OKI, PT. DIL di Musi Rawas dan PT. LPI di OKU.

Sementara, Peneliti dari lembaga lingkungan Lingkar Hijau, Hadi Jatmiko mengatakan penegakkan hukum terhadap perusahaan pembakar baik oleh aparat kepolisian dan tim gakum KLHK hendaknya lebih transparan. Dengan hanya delapan perusahaan yang disidik, padahal kebakaran lahan banyak juga terjadi pada lahan perusahaan sawit dan HTI lainnya di tahun ini. “Rekam jejaknya, ada perusahaan yang terbakar 2015 lalu, kembali terbakar tahun ini. Harusnya menjadi pertimbangan hukum agar lebih tegas,”ujarnya.

baca juga : https://www.gatra.com/detail/news/448912/politik/-dari-30-tersangka-4-berkas-pembakar-lahan-rampung

Penegakkan hukum yang dilakukan terhadap perusahaan tidak sebanding saat mengadapi pelaku pembakar yang merupakan masyarakat petani atau peladang. Padahal, kata Hadi, alat ukur yang digunakan sama, yakni muncul fire spot (titik api). Jika berdasarkan UU Perlindungan Lingkungan Hidup, akan sangat mudah meminta pertanggungjawaban kepada pemilik lahan (konsesi) dalam penegakkan hukumnya. “Dugaannya, ada kesengajaan untuk tidak menggunakan UU Lingkungan hidup secara utuh, dalam menjerat perusahaan pembakar hutan dan lahan,”ungkap Hadi.

 

 

163