Home Hukum PB PMII Analisis Motif Pelaku Penusukan Wiranto

PB PMII Analisis Motif Pelaku Penusukan Wiranto

Jakarta, Gatra.com- Ketua Kaderisasi Nasional PB PMII, Muhiddin Nur menanggapi kasus penusukan terhadap Menkopolhukam, Wiranto pada Kamis (10/10). Menurutnya, paham radikalisme masih menyebar bebas di Indonesia. Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak menjamin kekerasan berlatar belakang agama terhapus. Bahkan terdapat aliran lainnya yang berkembang. 

"Apalagi radikalisme mendapat tempat istimewa untuk tumbuh dan berkembang di kampus-kampus yang notabenenya merupakan tempat kaum intelektual yang tidak hanya menjadi standar intelektual bagi masyarakat tetapi juga menjadi standar moral bagi masyarakat di luar kampus. Maka tak heran kalau paham radikalisme akan begitu mudah dan cepat masuk dan mempengaruhi masyarakat," katanya, Jumat (11/10). 

Ia menyayangkan, Wiranto menjadi sasaran kelompok aliran keras. Padahal sebagai pejabat, ia kerap bersosialisasi dengan warga tanpa menjaga gap antara pimpinan dan rakyat. Bahkan, Menkopolhukam ini sering muncul di media massa untuk membubarkan ormas radikal agar masyarakat aman dan tidak terancam oleh keberadaan ormas radikal. 

"Tentu sosok dan keberadaaannya akan menjadi ancaman bagi kelompok radikal. Mungkinkah ada kaitannya dengan insiden penikamannya dengan itu? Kita tunggu hasil penyelidikan kepolisian tentang motif pelaku yang menikam Wiranto," katanya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setara Institute selama Februari sampai April 2019 terhadap 10 perguruan tinggi negeri di Indonesia, ditemukan masih banyak wacana dan gerakan keagamaan yang bersifat eksklusifitas. Kesepuluh PTN tersebut telah terpapar paham radikalisme. Empat diantara sepuluh PTN itu adalah kampus unggulan di Indonesia yaitu Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (ITB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Tentu ini akan menjadi ancaman serius jika dibiarkan begitu saja. Radikalisme masih akan menjadi hantu bagi bangsa dengan aksi-aksi ekstrimismenya atau tindakan-tindakan kekerasannya yang bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa siapa saja. Dan aksi dan tindakan itu mulai kelihatan di publik," ucap Muhiddin. 

426