Home Kesehatan INDEF: Iuran BPJS Harusnya Naik Sesuai Kemampuan Peserta JKN

INDEF: Iuran BPJS Harusnya Naik Sesuai Kemampuan Peserta JKN

Jakarta, Gatra.com - Wacana pemerintah menaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebanyak dua kali lipat dari iuran sebelumnya dinilai memberatkan masyarakat. Hal ini dirasakan khususnya bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan, seharusnya pemerintah memperkirakan besaran iuran yang akan dinaikan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

"Iya, memang harus ada kenaikan. Tapi ya kenaikannya harus "smooth". Tidak boleh langsung besar. Harus seiring dengan kemampuan masyarakat," katanya saat ditemui di Dua Nyonya Resto, Jakarta Pusat, Minggu (17/11).

Menurutnya, pemerintah pun perlu mematuhi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 mengenai peninjauan besaran iuran JKN paling lama adalah dua tahun sekali. Sebab, adanya peninjaun ini memudahkan pemerintah untuk mengukur daya bayar masyarakat.

"Biasanya, rumus umumnya pertumbuhan plus inflasi. Kalau pertumbuhannya 5%, inflasinya 3% ya kenaikannya itu 8%. Itu kan agak lebih rasional lah," terangnya.

Deputi Direksi Bidang Riset dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Andi Afdai Abdullah juga menegaskan, bahwa revisi penetapan sudah seharusnya dilakukan setiap dua tahun. Apalagi, biaya kesehatan tidak stabil dan selalu mengalami kenaikan.

"Belum lagi, banyak orang sakit yang jumlahnya terus bertambah. Jadi karena naik terus, makanya harus direvisi. Cuma besaran revisinya itu yang menjadi perdebatan. Seusai amanatnya ya dua tahun lagi harus ada kenaikan," ujarnya.

Meski kenaikan tidak serta merta mengurangi defisit, setidaknya penetapan kenaikan iuran harus terlebih dulu memenuhi pasal di dalam Perpres yakni melakukan peninjauan setiap dua tahun, bukan lima tahun. Alih-alih menggaungkan kolektabilitas, pemerintah juga patut memperhitungkan beban yang harus ditanggung oleh masyarakat.

470