Home Gaya Hidup Menanti Limbah Aren Gantikan Gas Melon

Menanti Limbah Aren Gantikan Gas Melon

Klaten, Gatra.com - Sentra pengolahan tepung aren di Klaten menghasilkan limbah yang mencemari sungai dan air tanah bertahun-tahun. Instalasi pengolahan limbah pun disiapkan. Namun tak hanya menghilangkan polutan, fasilitas ini juga akan mengubah limbah menjadi energi baru yang ramah lingkungan.

Dengan mengandarai sepeda motor, Asmuni, 42 tahun, bolak balik dari pabrik ke rumahnya di Dusun Bendo, Daleman, Tulung, Klaten, di siang yang terik, Kamis (5/12). Di setiap hilir mudik itu, sebuah gerobak tersambung di belakang sepeda motornya.

Setiap dari ‘pabrik’, gerobak Asmuni akan berisi tumpukan bulatan-bulatan lembek seukuran bola voli berwarna coklat. Bawaan itu kemudian dibongkar di rumahnya dan ia akan kembali ke pabrik untuk mencari onggokan tersebut. “Kalau diolah lagi, hasilnya lumayan,” ujar bapak empat anak ini.

Yang dibawa Asmuni adalah sisa pengolahan dari pati aren atau pati onggok. Pabrik, atau tempat juragan--begitu warga setempat menyebutnya--adalah tempat pengolahan pati aren skala menengah atau besar, dengan 10-15 pekerja. Adapun Asmuni mengolah lagi sisa pati produk pabrik di rumahnya bersama istri dan seorang pekerja.

Desa Daleman memang menjadi sentra pengolahan pati aren sejak 1960-an. Saat ini ada sekitar 100 tempat pengolahan tepung aren di Daleman. Bahan pangan ini dapat diolah ke sejumlah produk makanan seperti soun yakni menyerupai mi tipis kecil, dan hunkwe, bahan campuran untuk kudapan dan minuman.

Pengolahan pati aren bermula dari batang pohon aren (Arenga pinnata) yang dihancurkan hingga hampir menjadi serbuk. Padahal pohon-pohon aren ini tak tumbuh di sekitar Daleman. “Kami cari dan ambil pohonnya dari Ambarawa sampai Pekalongan. Dulu ya dengar-dengar aja dan tahu usaha ini berhasil terus ikut-ikutan,” papar Suprapti, 60 tahun.

Suprapti salah satu putri Iman Sabari, salah satu generasi pertama produsen aren di Daleman. Kini bersama sejumlah saudara dan iparnya, Suprapti meneruskan usaha yang ditopang 15-an pekerja itu.

Setelah dihancurkan, serbuk aren dibilas di sejumlah bak-bak air. Jika menghancurkan batang aren ditangani laki-laki, pembilas aren ini adalah ibu-ibu. Mereka memeras aren-aren ini hingga setidaknya tiga kali lewat kain hingga berbentuk bulatan-bulatan. Pekerjaaan ini dilakukan dari pagi hingga sore hari.

Dalam proses bilas ini, kaporit ditambahkan agar warna aren jadi cerah. Namun Suprapti menjamin langkah ini aman dan dilakukan semua usaha pati aren. Dari hasil pembilasan ini, dihasilkan tepung aren yang diwadahi ke karung goni atau bagor.

Menurut Suprapti, jumlah tepung yang dihasilkan tak bisa dipastikan. Namun tengah hari itu sudah berjejer sekitar 10 karung dengan isi sekitar 100-150 kilogram per karung. Harganya sekitar Rp4500 per kilogram.

Nah, hasil bilasan yang dianggap sudah tak mengandung pati dionggokkan begitu saja. Limbah awal inilah yang dimanfaatkan lagi oleh produsen tepung rumahan seperti Asmuni. Sisa-sisa aren yang masih ada di limbah itu bisa diambil lagi. “Saya ambilnya gratis. Dibilas lagi, hasilnya bisa 150 kilogram dalam 2-3 hari. Dijual Rp3500per kilogram. Lumayan,” ujarnya.

Pati aren dapat diolah sebagai produkmakanan di Daleman. Beberapa rumah warga terlihat menjemur olahan pati atau yang sudah berbentuk soun di bilah bambu. Tepung-tepung aren ini pun dipasarkan ke Kudus dan Pati di Jawa Tengah bahkan Jember dan Banyuwangi di Jawa Timur.

Masalahnya, baik pengolahan pati aren skala ‘juragan’ maupun skala rumahan seperti milik Asmuni, sama-sama meninggalkan limbah yang belum dikelola dengan baik. Bukan hanya satu, melainkan dua limbah: padat dan cair.

Limbah padat berupa ‘bola-bola voli’ yang tak dapat diambil lagi patinya. Jumlahnya diperkirakan 12-18 ton per hari. Adapun limbah cair adalah air sisa yang digunakan untuk membilas pati tersebut. Banyaknya sekitar 120-180 kubik per hari.

Seperti disaksikan Gatra.com, tumpukan coklat sisa olahan pati ditemui di setiap sudut kampung dan rumah-rumah di Daleman. Material lembek dan serabut-serabut dari limbah padat juga terlihat di sejumlah saluran air di permukiman tersebut.

Adapun air yang mengalir di saluran-saluran ini juga terlihat keruh kekuningan. Pengelola usaha pati tak menyiapkan sarana pengolahan limbah terpadu. Limbah pati dibiarkan hanyut di sungai-sungai kecil di desa tersebut. Padahal kadar COD atau chemical oxygen demand limbah cair itu mencapai 10.000-12.000 miligram per liter.

Kebanyakan warga Daleman pun kini mengandalkan konsumsi air dari perusahaan daerah air minum (PDAM). Sebab tak bisa dimungkiri keberadaan limbah cair tersebut mempengaruhi kualitas air tanah. “Air sumur berwarna kuning. Tak bisa dikonsumsi,” ujar Sadjadi, 65 tahun, perangkat desa setempat, kepada Gatra.com.

Upaya mengolah limbah pati aren bukannya tak ada. Limbah padat dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan budidaya cacing dan jamur. Padatan limbah juga pernah diujicoba sebagai briket bahan bakar oleh sejumlah perguruan tinggi.

Adapun solusi terbaru limbah cair aren ini telah berdiri sekitar 100 meter dari kantor Desa Daleman. Namun bukan sekadar instalasi pengolahan air limbah (IPAL), fasilitas ini juga akan mampu mengolah limbah menjadi energi baru berupa biogas.

Selain kolam-kolam pengolahan limbah, di kompleks IPAL ini berdiri berupa dua bangunan berbentuk tabung yang terhubung dengan pipa-pipa. Namun yang paling mencolok di instalasi ini adalah kubah plastik warna putih berdiamater sekitar 20 meter yang digunakan untuk menampung biogas. Menurut jadwal, IPAL siap beroperasi bulan Desember ini.

IPAL ini merupakan bantuan atau hibah pemerintah Denmark untuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Klaten senilai Rp16 miliar. Program ini bagian dari proyek percontohan Environmental Support Program Phase 3 (ESP3) yang fokus pada pengelolaan lingkungan dan energi terbarukan.

Instalasi ini rencananya mampu menampung 120-180 kubik limbah cair aren per hari dari 108 tempat usaha pati aren. Limbah itu akan diolah hingga menghasilkan energi berupa gas sekitar 800 MWh per tahun untuk melayani 480 rumah tangga. “Saat ini sedang penyambungan pipa gas ke rumah warga,” ujar Nurhadi, anggota tim ESP3, saat dihubungi Gatra.com.

Nurhadi menjelaskan, limbah akan diolah secara kombinasi dengan proses aerob dan anaerob. Gas yang dihasilkan dari limbah akan ditampung dan disalurkan ke rumah-rumah melalui pipa yang terhubung ke kompor warga. “Kalau pipa gas sudah tersambung ke rumah, baru diujicoba secara keseluruhan,” ujarnya.

Sentra usaha aren milik Suprapti pun sudah terhubung ke IPAL ini melalui pipa. Ia pun tahu bahwa cairan sisa bilasan pati arennya dapat menjadi bahan bakar karena tempat usahanya pernah menjadi lokasi unjuk daya biogas. “Airnya bisa jadi gas terus bisa nyalain kompor. Lumayan, nanti enggak perlu beli gas melon,” kata dia seraya terkekeh.

Asmuni pun siap menyusul menghubungkan saluran air limbahnya ke IPAL Daleman. “Saya mau saja kalau nyambung ke IPAL karena manfaatnya bagus. Air (limbah) nya juga enggak ngotori ke mana-mana,” kata mantan sopir bus yang menjalani usaha aren sekitar 25 tahun ini.

 

2224