Home Ekonomi Daya Beli Masyarakat Rendah, Picu Kelesuan Industri Tekstil

Daya Beli Masyarakat Rendah, Picu Kelesuan Industri Tekstil

Jakarta, Gatra.com - Dewan Penasihat, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudradjat Usman menilai kondisi industri pertekstilan dalam negeri tengah mengalami kelesuan. Bahkan, Ade menilai puncak kelesuan makin bertambah oleh adanya virus Corona yang mewabah secara global.

Menurutnya, untuk meningkatkan gairah industri tekstil, Pemerntah harus segera meningkatkan daya beli masyarakat salah satunya adalah dengan mempercepat Program Pra Kerja yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Joko Widodo.

"Pemerintah harus spending dan mempercepat program pra kerja Presiden. Karena itu selain membantu skill para pencari kerja, Kemudian masyarakat juga jadi memiliki buying power karena diberi uang saku 500 ribu perbulan,"  kata Ade saat dihubungi Gatra, Jumat (13/3).

Baca jugaKemnaker Sosialisasi Kuota Kartu Pra Kerja Offline

"Itu jauh lebih baik dari BLT yang hanya buang garam kelaut. Kalo ini kan ada pelatihannya, ada perubahan mindset, banyak lah perubahannya. Itu adalah sesuatu yang harus dikerjakan," Jelas Ade.

Selain itu, Mantan Ketua API ini juga meminta Pemerintah meningkatkan government Spending. Dirinya menilai saat ini bukan lagi saatnya pemerintah memperdulikan soal defisit. Hal itu dikarenakan kondisi industri yang sudah gawat.

"Langkah ibu Sri Mulyani sudah tepat dengan adanya Penangguhan PPh. itu hal yang menyelamatkan industri dari kebangkrutan. Nah, tadi memperbaiki buying power itu harus memperbaiki di banyak hal. Katakanlah pengeluaran yg dilakukan pemerintah harus source-nya dari dalam negeri. Misal, kain ikhrom jamaah haji Indonesia itu bisa dari kain dalam negeri saja," Jelasnya.

Terakhir, Ade juga mengakui kelesuan industri tekstil dalam negeri teah berlangsung dalam 5 tahun terakhir. Daya beli masyarakat yang rendah tadi juga dianggap menjadi salah satu biang keladi dari lesunya industri.

"Dasarnya pada daya saing kita yang tidak kompatibel dengan global sekarang. Jadi, daya saing ini kan dari efisiensi. Efisien di sektor swasta dan pelayanan pemerintah. Kalo salah satu tidak efisien itu tidak bisa," Jelasnya.

"Ini yang kita sadari, untuk itu kita telurkan Omnibus Law. Pasal mana, UU mana, yang menjadi penghambat dan beban sehingga daya saing kita tidak bagus. Itu dituangkan di Omnibus Law," pungkasnya.

386