Home Ekonomi Wawancara Khusus Agus Gumiwang Kartasasmita

Wawancara Khusus Agus Gumiwang Kartasasmita

Langkah IndonesIa Menjadi Tujuan Utama Investor

Sebagai pendorong perekonomian negara, Sektor indutri berperan penting, di antaranya dalam pembukaan lapangan kerja. Sayang, Sektor penopang pendapatan negara ini terkendala Sejumlah persoalan, Salah satunya soal pasokan bahan baku untuk industri.

Persoalan yang paling berat di sektor industri adalah ketergantungan pada bahan baku impor. Banyak sektor industri, utama nya manufaktur, tidak bisa mendapat pasokan bahan baku dari dalam negeri. Penyebabnya beragam, salah satunya adalah ketiadaan sumber bahan baku karena industri bahan baku di dalam negeri belum ada.

Bermacam kebijakan dikeluarkan pemerintah agar industri bahan baku mampu memasok kebutuhan dalam negeri. Misalnya, pemberian insentif fiskal dan non-fiskal hingga larangan ekspor sejumlah bahan baku utama seperti nikel yang baru saja dijalankan. Namun, ekonomi global mendadak lemah karena aksi lockdown atau penguncian wilayah di sejumlah negara maju dalam rangka memerangi pandemi COVID­19. Krisis ekonomi ini telah mengganggu rantai pasokan kebutuhan industri secara global.

Jika pasokan terhambat, produksi juga akan terhambat. Ujung-ujungnya, roda perekonomian dalam negeri melambat. Namun, dengan munculnya sejumlah kendala, pemerintah tetap yakin bahwa Indonesia masih menjadi tujuan utama pada investor.

“Pemerintah menyusun kebijakan ramah investor, antara lain dengan mempermudah izin usaha, perbaikan kebijakan yang memengaruhi rantai pasokan (supply chain) nasional dan global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kepada Gatra review.

Di tengah merebaknya pandemi COVID­19 di Tanah Air, Agus dan jajaran pemerintah lainnya tetap bekerja. Kepada Gatra review, ia memilih menjawab secara tertulis berbagai pertanyaan yang diajukan, dan memberikan gambaran bagaimana strategi pemerintah untuk tetap bergerak. Berikut petikan wawancara tertulis Agus kepada Ryan Puspa Bangsa untuk Gatra review.

Industri apa yang selama ini menjadi penyumbang besar investasi?

Sepanjang tahun 2019, nilai investasi industri pengolahan nonmigas mencapai Rp215,9 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari Rp72,7 triliun penanaman modal dalam negeri (PMDN) serta Rp143,3 triliun penanaman modal asing (PMA). Sektor­sektor yang merupakan penyumbang terbesar investasi adalah industri logam dasar (Rp58,3 triliun), industri makanan dan minuman (Rp54 triliun), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (Rp23,5 Triliun), industri barang galian bukan logam (Rp10,7 triliun), serta industri kertas dan barang dari kertas (Rp8,9 triliun).

Apa yang membuat investor menjadi tertarik?

Indonesia masih menjadi salah satu negara tujuan utama para investor yang memberikan respon positif terhadap komitmen Indonesia dalam mewujudkan iklim investasi yang kondusif. Pemerintah menyusun kebijakan ramah investor, antara lain dengan mempermudah izin usaha, perbaikan kebijakan yang memengaruhi rantai pasokan (supply chain) nasional dan global, harmonisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah, serta membenahi regulasi yang bisa menggaet investasi sektor padat karya. Salah satu contoh kebijakan tersebut adalah penerbitan omnibus law tentang perpajakan dan cipta lapangan kerja serta pemberian fasilitas insentif fiskal berupa super tax deduction.

Bagaimana langkah penyederhanaan aturan yang diminta Presiden agar investasi lancar?

Pemerintah berupaya memangkas birokrasi agar lebih sederhana dan tidak menjadi hambatan bagi penanaman modal di Indonesia. Di sektor industri, Kemenperin melakukan deregulasi dengan menghapus beberapa peraturan terkait pengadaan bahan baku bagi sektor industri, termasuk untuk sektor industri baja. Penyederhanaan aturan antara lain melalui pembebasan pertimbangan teknis untuk impor bahan baku yang dilakukan produsen (angka pengenal importir produsen ­­API­P).

Pemerintah juga sedang membahas RUU Cipta Lapangan Kerja, omnibus law yang bertujuan memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Penerapannya akan dapat menghilangkan tumpang tindih antar­peraturan perundang­undangan (PUU). Selain itu, dapat meningkatkan efisiensi proses revisi dan PUU, serta menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai PUU.

Selanjutnya, penyederhanaan regulasi dan peningkatan layanan publik dilakukan Kemenperin melalui pemanfaatan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Sistem tersebut bertujuan menyusun data yang valid dan aktual sehingga mendukung penyusunan kebijakan pengembangan industri yang baik dan efektif.

Ada perhatian khusus dengan pelaku usaha berbasis UKM?

Perubahan kebijakan terkait Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu quick win pemerintah. Dalam hal ini, tujuannya untuk meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas dan daya saing usaha sektor IKM Kementerian Perindustrian berfokus meningkatkan daya saing industri berskala kecil dan menengah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Program yang dirumuskan adalah penurunan suku bunga KUR tahun 2020 dari 7% menjadi 6%, peningkatan maksimum plafon KUR mikro dari Rp25.000.000 menjadi Rp50.000.000 per debitur, serta peningkatan target penyaluran KUR menjadi Rp160 triliun pada tahun 2020 dan terus meningkat di periode selanjutnya. Di samping itu, Kemenperin memetakan beberapa tantangan lain yang dihadapi sektor IKM, seperti kebutuhan bahan baku dan bahan penolong, kebutuhan mesin dan peralatan IKM, serta dukungan pemasaran.

Kemenperin mendukung para pelaku IKM melalui program pendirian material center sebagai penyedia bahan baku, pelaksanaan program restrukturisasi mesin/ peralatan dengan pemberian potongan harga sebesar 25% bagi pembelian impor dan 30% bagi pembelian produk dalam negeri, serta peningkatan pemasaran IKM melalui program e­Smart IKM yang membantu pelaku IKM memperluas akses pasar dengan memanfaatkan teknologi digital bekerja sama dengan online marketplace. Sektor industri apa saja yang mungkin berkembang jika investasi lancar kemudian berdampak pada peningkatan ekspor? Kemenperin memetakan 15 sektor yang akan mendapat prioritas pengembangan ekspor. Sektor­sektor tersebut adalah:

1. Pengolahan kelapa sawit 2. Makanan 3. Kertas & barang dari kertas 4. Crumb rubber, ban, dan sarung tangan karet 5. Kayu & barang dari kayu 6. Tekstil & produk tekstil 7. Alas kaki 8. Kosmetik, sabun, & bahan pembersih 9. Kendaran bermotor roda empat 10. Kabel listrik 11. Pipa & sambungan pipa dari besi 12. Alat mesin pertanian 13. Elektronika konsumsi 14. Perhiasan 15. Kerajinan.

Investasi didorong untuk mengisi sektor yang menghasilkan produk substitusi impor dan tetap menjalankan kebijakan hilirisasi industri. Langkah yang telah dilakukan antara lain mengidentifikasi komoditaskomoditas yang bisa dibatasi atau menutup keran ekspornya. Ini bertujuan untuk menarik investasi, terutama dalam proses hilirisasi.

Industri apa saja di sektor manufaktur yang menyumbangkan PMDN terbesar?

Pada kurun waktu 2017­2019, sektor yang mencatatkan investasi dalam negeri (PMDN) terbesar adalah industri makanan (Rp100,28 triliun), industri logam dasar (Rp24,5 triliun), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (Rp21,54 triliun), industri barang galian bukan logam (Rp15,74 triliun), serta industri kertas dan barang dari kertas (Rp13,65 triliun).

Bagaimana dengan profil PMA di Indonesia? Di sektor industri apa saja para pemodal asing tertarik?

Dalam periode 2017­2019, sektor yang merupakan tujuan utama PMA adalah industri logam dasar (US$8.01 miliar), industri, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$4,70 miliar), industri makanan (US$3,88 miliar), industri kendaraan bermotor, trailer, dan semitrailer (US$2,21 miliar), serta industri barang galian bukan logam(US$1,60 miliar).

Bagaimana Anda melihat faktor sumber daya manusia (SDM) bagi pengembangan ragam industri di Indonesia?

Pembangunan SDM merupakan salah satu program utama dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Data pada Agustus 2019 menunjukkan jumlah tenaga kerja sektor industri mencapai 18,93 juta orang. Dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, pembangunan kompetensi SDM merupakan salah satu agenda prioritas nasional. Kemenperin menjalankan program pengembangan SDM industri untuk mewujudkan tenaga kerja yang terampil dan kompeten sesuai dengan kebutuhan sektor industri.

Pengembangan SDM industri untuk menghadapi era Industri 4.0 merupakan hal yang penting dilakukan, karena SDM industri berperan vital terhadap upaya memacu daya saing industri, selain faktor investasi dan teknologi. SDM industri yang terampil dibutuhkan dalam rangka berkompetisi di level nasional dan global. Terkait hal ini, Kemenperin merencanakan pembangunan Pusat Inovasi Digital Indonesia (PIDI 4.0) yang berfungsi sebagai showcase center, capability center, ecosystem center, delivery center, dan innovation center.

Di pusat tersebut, perusahaan dan individu dapat mengembangkan kemampuan dan memperoleh pengalaman mengenai industri 4.0. Selain itu, pengembangan SDM industri yang dilakukan Kemenperin meliputi penerapan pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi, program link & match antara SMK dan perusahaan industri, sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja industri, diklat 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi, penempatan kerja), serta pembangunan politeknik dan akademi komunitas di kawasan industri.

Pada 2020, program pengembangan SDM industri juga dilakukan melalui penerapan Kartu Pra Kerja, yang merupakan program pembekalan kompetensi kerja bagi pengangguran (skilling), peningkatan kompetensi kerja bagi pekerja (upskilling), maupun alih kompetensi bagi pekerja terdampak PHK (reskilling).

Fokus Kemenperin dalam mengembangkan sektor industri beragam seperti apa?

Dalam menghadapi era Industri 4.0, Kementerian Perindustrian menetapkan lima sektor industri manufaktur prioritas sebagai percontohan dalam implementasi revolusi industri. Kelimanya adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia.

Sektor-sektor tersebut dipilih karena berkontribusi sekitar 70% dari PDB sektor industri, merupakan penghasil 65% dari produk ekspor industri, dan mempekerjakan 60% dari total tenaga kerja sektor manufaktur.

Presiden mengeluhkan minimnya investor yang mau masuk untuk mengembangkan industri di Indonesia, apa yang anda lihat sebagai kendala?

Kami merumuskan setidaknya ada delapan isu utama pembangunan industri di Indonesia. Meliputi kurangnya bahan baku (kondensat, gas, naphta, bijih besi) serta bahan penolong (katalis, scrap, kertas bekas, nitrogen), kekurangan infrastruktur, seperti pelabuhan, jalan, dan kawasan industri, kurangnya utility (listrik, air, gas, dan pengolah limbah), serta kurangnya tenaga ahli skill dan supervisor, superintendent.

Selanjutnya, tekanan produk impor yang membutuhkan perlindungan bagi produk dalam negeri, pengkategorian limbah industri sebagai limbah B3 karena spesifikasi yang terlalu ketat sehingga menyulitkan industri, dan permasalahan di sektor IKM. Selain itu, juga ada permasalahan di bidang logistik, seperti biaya tinggi, pengiriman tidak tepat waktu, serta data dan informasi yang tidak akurat.

Apa saja kebijakan atau program kerja yang sudah digulirkan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan investasi di sektor garmen/tekstil dan energi/migas?

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor yang dipersiapkan sebagai lighthouse Industri 4.0. Kemenperin memberikan perhatian terhadap sektor tersebut melalui berbagai upaya peningkatan daya saing industri TPT. Pertama, pemberian insentif kepada pelaku usaha berupa super deductible tax untuk industri yang melakukan R&D dan pendidikan vokasi.

Kemudian, penyiapan SDM industri siap kerja melalui pendidikan vokasi yang mengarah pada high skill (engineer) melalui program link and match SMK dengan industri. Selain itu, melanjutkan program restrukturisasi mesin/peralatan pada industri TPT sebagai momentum penyelarasan Industri 4.0 serta meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas produk. Selanjutnya, meningkatkan konektivitas hulu­hilir TPT dengan mengusulkan Insentif Kemudahan Lokal Tujuan Ekspor (KLTE) untuk penggunaan bahan baku dalam negeri.

Terakhir, merealisasikan penurunan harga gas industri agar dampaknya dapat dirasakan industri dalam waktu dekat. Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni merupakan salah satu proyek strategis nasional yang diusulkan sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020­2024. Kawasan tersebut dinilai memiliki potensi sumber daya alam yang mampu mendukung industri petrokimia yang merupakan sektor strategis untuk lebih memperkuat struktur dan rantai pasok manufaktur di dalam negeri.

*** 

315