Home Gaya Hidup #virtualphotoshoot: Tren Fotografi Kala Pandemi

#virtualphotoshoot: Tren Fotografi Kala Pandemi

Virtual photo shoot menjadi solusi kreatif bisnis fotografi di masa pandemi. Banyak dilakukan kalangan profesional dan awam. Iseng-iseng dapat cuan.


Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kian mengukuhkan imbauan "di rumah saja" demi menekan penyebaran COVID-19. Namun, dua bulan menjalani isolasi dan karantina bikin bosan juga. Lama-lama mati gaya.

Ervina Claudia sempat merasakan itu. Untuk mengisi kebosanan, fotografer profesional ini membuka media sosial. Dari sana, ia melihat fotografer Indonesia membuat virtual photo shoot atau pemotretan virtual dan jadi tren. Ervina pun iseng ikut-ikutan. "Ternyata setelah melakukan, kok seru. Jadi keterusan sampai sekarang," tuturnya kepada Wartawan GATRA, Qonita Azzahra.

Belakangan, pemotretan secara virtual menjadi booming di Instagram lewat #virtualphotoshoot. Banyak pesohor memamerkan hasil pemotretan mereka dengan konsep pemotretan virtual. Penyanyi Raisa hingga Aktris Dian Sastrowardoyo, hanya sedikit contoh selebritas yang sudah menjajalnya.

Ervina mengungkapkan, biaya untuk pemotretan virtual lebih murah ketimbang foto di studio. Dari sisi peralatan pun bisa cuma bermodal ponsel. "Sisanya konsep," ucapnya.

Ia menjelaskan dua cara melakukan pemotretan virtual. Pertama, mengandalkan ponsel saja. Cara ini sedikit ribet. Jika di studio, fotografer bisa menentukan angle, komposisi, dan lainnya. Modelnya tinggal berpose saja. Di pemotretan virtual, fotografer harus mengarahkan ponsel si model dalam menangkap gambar. Masalahnya, tidak semua talent familier dengan keterampilan dasar fotografi, meski sering dipotret.

Cara kedua, bermodal laptop dan kamera. Jadi, di sini fotografer yang memotret dengan kamera, sedangkan modelnya berpose di balik layar laptop. Kata Ervina, pemotretan cara ini sangat mengandalkan jaringan internet kencang dan stabil. Saat memotret layar laptop pun, pantulan radiasinya cukup tinggi. Warna baju fotografer akan memantul ke layar dan memengaruhi gambar di layar. Cara mengakalinya dengan menggunakan latar polos. "Makanya, kalau pas pemotretan, ngefoto bajunya putih atau hitam," ujarnya.

Dalam melakukan pemotretan virtual, kita bisa memanfaatkan berbagai barang di rumah agar hasil foto lebih ciamik. Misalnya, fotografer memanfaatkan bunga sebagai latar depan (foreground) atau gelas sebagai reflektor.

Selama masa pandemi ini, Ervina mengungkapkan tren #virtualphotoshoot mulai dilirik beberapa perusahaan. Mulai dari merk fesyen hingga produk kecantikan. Meskipun begitu, ia tak bisa memastikan apakah tren ini masih menarik secara bisnis ketika pandemi usai. "Saya sendiri bakal balik ke studio indoor atau outdoor, kalau pandemi sudah berakhir," ucapnya.

 

***

 

Bukan hanya fotografer dan model profesional yang melakukan pemotretan virtual. Masyarakat umum pun banyak yang tertarik melakukan aktivitas ini. Salah satunya, Josuanti Sinaga. Mahasiswi Jurusan Fesyen Desain Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, turut menggandrungi pemotretan visual. Berawal dari iseng, lakon ini justru menghasilkan cuan.

"Karena saya juga suka fotografi, saya membuat proyek sama beberapa teman. Lalu beberapa teman menganjurkan untuk membuka jasa," kata Josu saat dihubungi Wartawan GATRA, Almer Sidqi.

Karena tuntutan bidang fesyen desain yang digeluti, gadis berusia 22 tahun ini menekuni fotografi satu tahun belakangan. Fotografi ia gunakan untuk kebutuhan promosi, yakni menonjolkan aspek kompositoris pada karya-karya desainnya.

Pemotretan virtual yang dilakukan secara daring bukan berarti tanpa kesulitan. Selain persoalan sinyal buruk, pemotretan ini membutuhkan sejumlah prakondisi. Mulai dari merancang konsep, memastikan pencahayaan maksimal, hingga meramu hal-hal tersebut menjadi sebuah konsep imajinatif di tengah keterbatasan medium yang digunakan.

Soal pencahayaan, Josu hanya akan melakukan pemotretan pada pukul 10.00-15.00 agar maksimal. Peralatan yang ia gunakan, yakni ponsel Samsung M20 dan kamera Canon D1100.

Karena dilakukan lewat panggilan video, muncul konsekuensi komunikasi yang mungkin tidak semulus berdiskusi secara tatap muka. Pasalnya, mereka melakukan sesi foto di dalam ruang miror. Artinya, arah kanan bagi si pemotret berarti arah kiri bagi si model. Terkadang, hal itu menimbulkan komunikasi berbelit. "Saya memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap hasil karya saya agar tidak monoton," ujar Josu.

Salah satu teknik yang lumrah dalam pemotretan virtual, yakni dengan menggunakan objek tambahan untuk memberikan efek blur. Gelas, botol, atau pajangan-pajangan kecil, kerap digunakan sebagai objek yang beriringan dengan si model. "Karena kalau tanpa objek-objek tersebut, hasilnya hanya seperti swafoto dengan sentuhan yang minim," katanya.

Pemotretan virtual boleh jadi merupakan fenomena yang lahir akibat kebuntuan melakukan aktivitas normal di tengah pandemi. Josu mengaku, baru dua pekan terakhir memulai kegiatan ini. Namun, ia sudah bekerja sama dengan 30 klien. Biasanya, ia melayani tiga klien sehari. "Awalnya teman-teman sendiri. Saya juga memotret produk-produk yang dijual online. Akhir-akhir ini, lagi banyak klien untuk foto tunangan," ia menambahkan. 

Awalnya, Josu membuka harga Rp35.000 untuk satu sesi. Tak disangka, responsnya positif. Jumlah pengikut di Instagramnya bertambah, banyak juga klien dari luar Jakarta. Belakangan, ia menaikkan tarif menjadi Rp50.000-Rp150.000 sekali pemotretan. Yang paling mahal, yaitu pemotretan untuk iklan dan peristiwa spesial semacam tunangan atau kehamilan.

Meski tren #virtualphotoshoot muncul saat wabah, Josu menilai model ini tak akan punah meski situasi kembali normal. Pasalnya, pemotretan virtual ini menjadi alternatif baru karena harga yang dipatok relatif lebih murah dibanding pemotretan konvensional yang dilakukan offline (luar jaringan). "Karena pandemi ini tidak tahu kapan akan berakhir. Mungkin akan terus-menerus, dan fenomena virtual photo shoot bakal berjalan dengan napas yang panjang," katanya.

Putri Kartika Utami

Tips Pemotretan Virtual

1. Buat konsep matang, perbanyak referensi.

2. Pastikan jaringan internet lancar dan stabil.

3. Manfaatkan barang di rumah sebagai objek tambahan.