Home Ekonomi Pelaku UMKM Mbako Lembutan Tidak Dapat Stimulus Pemerintah

Pelaku UMKM Mbako Lembutan Tidak Dapat Stimulus Pemerintah

Temanggung, Gatra.com - Badai pandemi Covid-19 berimbas kepada hampir semua sektor, tak terkecuali menghantam usaha mikro kecil menengah (UMKM), mbako lembutan (tembakau rajang halus) di Kabupaten Temanggung. Padahal usaha yang mayoritas dikelola perorangan ini, baru beberapa tahun bangkit sebagai bentuk kreativitas petani, terutama yang hasil panen tembakaunya tidak terserap pabrikan rokok.

Namun sayangnya disaat usaha lain mendapat stimulan dari pemerintah, usaha mbako lembutan atau tembakau lintingan ini tidak tersentuh. Bahkan, produk tembakau ini dalam penjualannya tidak sebebas komoditas lain, sebab diawasi ketat oleh pemerintah, sehingga para pengusaha kecil hanya bisa berjualan dari mulut ke mulut maupun via whatsApp grup.

"Untuk yang stimulus petani tembakau dan pelaku UMKM mbako lembutan tidak termasuk yang mendapat stimulus, mungkin hanya untuk industri rumahan lainnya. Mbako lintingan itu semula dirajang petani untuk konsumsi sendiri tapi seiring waktu kemudian ada tren dijual tapi tidak ke pabrikan,"katanya Senin (13/7).

Dikatakan produk tembakau dalam penjualannya memang harus diawasi dan dikawal oleh negara, salah satunya di PP 109 tentang Pertembakauan dan aturan nomor 23 Undang-Undang Perkebunan. Penjualan tembakau tidak akan terkena cukai selama menjualanya polosan tanpa merek. Produksi mbako lembuatan di Kabupaten Temanggung per tahun bisa mencapai 5-10 ton, dengan rata-rata perajin memproduksi 50 kilogram.

"Kalau diiklankan di media seperti lewat market place, facebook, tokopedia itu tidak bisa karena oleh Kominfo sebenarnya sudah diblacklist ngetik kata tembakau iklannya tidak bisa tayang. Regulasi tembakau itu agak sulit, dianggap blackmarket tidak bisa kalau di tagline jualan, tapi kalau di share di wall sendiri di facebook masih bisa,"katanya.

Secara pasaran mbako lembutan ini tergolong lumayan jika pelaku UMKM membeli dari petani Rp100 ribu perkilogram nanti bisa dijual per onsnya Rp20 ribu, Rp30 ribu tergantung kualitas. Sementara kalau hanya mengandalkan dibeli pabrikan bisa semua tidak terserap. Hal itu seperti dialami petani sejak tahun 2016 di mana penjualan mulai lesu dan pernah dihargai rendah di bawah Rp20 ribu per kilogram.

744