Home Hukum HBA Ke-60 dan PR Jaksa Agung

HBA Ke-60 dan PR Jaksa Agung

Jakarta, Gatra.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam amanatnya di Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-60 bertema "Terus Bergerak dan Berkarya", menekankan upaya peningkatan kinerja, di antaranya mewujudkan penegakan hukum berkeadilan yang mampu memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Selain itu, dia juga mengingatkan jajarannya untuk menjaga wibawa Korps Adhyaksa melalui penguatan integritas dan profesionalitas. Namun, di HBA tahun ini, ada pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan orang nomor satu di Kejagung tersebut.

Salah satu PR-nya adalah soal buronan terpidana perkara hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra (Djoker), yang menarik perhatian publik. Pasalnya, bukan hanya gagal dieksekusi, namun keberadaannya di Tanah Air untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) diduga menyeret oknum jaksa.

Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin pun tak menampik bahwa pihaknya kecolongan karena buronan Djoker tak terdeteksi masuk ke Indonesia sehingga tidak bisa dicokok. Lebih menyakitkan lagi, Djoker bahkan sempat mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) di PN Jaksel atas perkara yang membelitnya.

Orang nomor satu di Korps Adhyaksa itu pun dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI beberapa waktu lalu, menyampaikan bahwa tak terdeteksinya buronan Djoker karena ada kelemahan intelijen, sehingga tidak bisa memantau keberadaan buronan yang tengah dicari tersebut.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, pada Jumat (24/7), mengaku belum bisa memastikan soal dugaan keterlibatan oknum jaksa terkait pendaftaran permohonan PK Djoker. Ia mengaku kecewa karena Kejaksaan bisa kebobolan.

Meski belum bisa memastikan soal dugaan keterlibatan insan Adhyaksa, Boyamin pada hari ini melaporkan dugaan keterlibatan seorang atau beberapa oknum jaksa ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) karena diduga bertemu dengan Djoker atau pihak yang bersangkutan terkait PK.

"Setidak-tidaknya, ada yang bertemu dengan Djoko Tjandra dan juga diduga ada yang membantu proses untuk bertemu pihak-pihak yang terkaitan dengan penjauan kembali," ujarnya.

Adapun bukti yang diserahkan, kepada KKRI, yakni foto dan informasi yang didapat dari "langit". Disebut demikian, karena ia enggen membuka bukti dan menyebut nama oknum jaksa yang dilaporkan.

"Ini mohon dipahami sebatas dugaan karena foto orang itu bisa aja hasil edit atau cropping, rekayasa," ujar Boyamin.

Namun, jika foto pertemuan oknum jaksa dengan Djoker atau perwakilannya, maka pihaknya meminta KKRI agar memberikan rekomendasi kepada Jaksa Agung untuk menjatuhkan saksi sesuai tingkat pelanggarannya, mulai ringan, sedang, bahkan berat berupa sanksi pemecatan.

"Setidaknya jaksa memahami Djoko Tjandra itu menjadi daftar pencarian orang yang belum bisa dieksekusi oleh Kejaksaan. Sehingga menjadi tidak patut seorang oknum jaksa yang diduga menemui atau membantu urusannya mengajukan PK Djoko Tjandra," ujarnya.

Selama beberapa hari di Indonesia, Djoker selain mendaftarkan permohonan PK atas kasus yang membelinya, juga sempat membuat e-KTP dan paspor. Keberadaannya baru terdeteksi setelah Djoker pergi ke Malaysia.

Terkait dugaan kasus ini, Bidang Pengawasan Kejagung telah mengambil alih pemeriksaan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono, pengambil alihan pemeriksaan terhadap jaksa itu dilakukan pihaknya pada 17 Juli 2020.

Soal kebobolannya Djoker, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, kepada wartawan menyampaikan, Jaksa Agung mestinya segera mengevaluasi sistem intelijen Kejaksaan agar tidak kembali kecolongan secara sistem maupun adanya dugaan permainan.

Menurutnya, jaksa agung belum melakukan terobosan meski sudah mengakui kebobolan soal buronan Djoker. Setidaknya, dia memeriksa jajaran intelijen untuk mengetahui penyebab lolosnya Djoker dari pemantauan dan menyampaikannya secara terbuka kepada publik.

Keterbukaan tersebut, lanjut Hari yang juga aktivis 98 dari kampus Mustopo ini, agar tidak melahirkan persepsi bahwa luputnya Djoker karena ada permainan oknum di level elit Kejaksaan. Menurutnya, kasus Djoker merupakan puncak gunung es persoalan dalam program perburuan buronan yang sangat memengaruhi citra Kejaksaan Agung.

Sementara itu, Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Prof. Faisal Santiago, mengatakan, hingga HBA ke-60 ini, masih banyak pemberitaan soal dugaan oknum jaksa nakal. Untuk itu, Kejagung harus melakukan evaluasi soal pengawasan dan pembinaan, khususnya terhadap pejabat struktural terutama eselon I.

Menurut Faisal, evaluasi dan pembinaan harus dilakukan karena sejumlah kejadian terkait oknum jaksa yang diduga bersekongkol dengan pihak yang tersangkut masalah hukum. Karena itu, ia menyarankan agar Jaksa Agung segera memilih sosok untuk mendapuk Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas).

Menurutnya, Jaksa Agung harus memilih sosok berintegritas tinggi agar bisa menjalankan tugas pengawasan terhadap para jaksa dan memeriksanya apabila melanggar kode etik dan menyalahi aturan perundang-undangan.

Pemilihan sosok untuk mengisi kursi Jamwas yang kosong tersebut, lanjut Faisal, untuk mengembalikan marwah Kejaksaan menjadi suatu institusi yang sangat dipercaya oleh masyarakat. Oleh karena itu, Kejaksaan menjadi salah satu instusi yang paling tidak dipercaya publik. Maka perlu adanya terobosan baru dengam segera merombak struktur di bawah.

Menurutnya, kosongnya kursi Jamwas bisa dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja pejabatnya. Sehingga jika diperlukan, posisi Jamwas bisa menjadikan lokomotif untuk melakukan perombakan struktur eselon I.

Jaksa Agung, lanjut Faisal, harus berani mengevalauasi jabatan struktural yang ada dengan mengedepankan kompetensi dan kemampuan. Sebab, fakta menunjukkan, tidak sedikit pejabat yang tidak kompeten akibat nepotisme di masa lalu.

202