Home Ekonomi Mantan Anggota KKO asal Bulu Ini Tak Dapat Pensiunan

Mantan Anggota KKO asal Bulu Ini Tak Dapat Pensiunan

Sukoharjo, Gatra.com - Kisah kepahlawanan Usman dan Harun yang d jatuhi hukuman gantung di Singapura pada 1968 lalu, menyisakan kenangan pahit tersendiri bagi Soedadi, kawan satu letting mereka di Korps Komando Operasi (KKO), nama korps marinir TNI Angkatan Laut saat itu. Mantan tentara bernama ini tinggal di Dusun Kebo Kuning, Desa Ngasinan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo.

Pria berusia 81 tahun ini tinggal bersama kedua anak laki-lakinya di sebuah rumah berdinding kayu yang sudah usang. Ironisnya, rumah tersebut bukan miliknya, melainkan hanya diminta untuk menempati saja.

"Sudah 9 tahunan tinggal di sini, saya tidak pernah ke luar rumah, kumpul tetangga. Paling juga tidak ada yang percaya kalau saya ini bekas KKO. Saya asli dari Gading, Solo," katanya pada Selasa (18/8).

Sisa kegagahannya masih nampak dari kumis dan raut wajahnya. Bahkan, ketika Soedadi mengenakan seragam veteran KKO berwarna coklat dan baret khasnya yang berwarna ungu. Meski warnanya sudah pudar, namun Soedadi saat mengenakannya dengan penuh percaya diri disertai sikap tegap, walaupun punggungnya tidak lagi sempurna berdiri tegap.

"Saya masuk KKO tahun 62, satu lingkungan ada 7 orang yang masuk KKO, tapi sekarang sudah meninggal semua. Tinggal saya saja," ucapnya.

Soedadi menceritakan, sekitar Juni 1962, ketika usia 19 tahun, ia diterima sebagai anggota KKO. Tahun 1962 itu, Indonesia sedang terlibat konfrontasi dengan Federasi Malaya atau Persekutuan Tanah Melayu, sebutan untuk Malaysia sebelum negeri jiran itu resmi dideklarasikan pada 16 September 1963.

Soekarno selaku Presiden Republik Indonesia, rupanya tidak senang melihat tingkah Federasi Malaya yang berambisi mencaplok Sabah, Sarawak, bahkan Brunei Darussalam, yang terletak di Pulau Borneo alias Kalimantan bagian utara, berdampingan dengan wilayah NKRI.

Kemudian, proklamator itu mengirim ribuan relawan untuk bertempur di perbatasan Kalimantan dan Serawak. Berbagai operasi intelijen juga digelar di Selat Malaka dan Singapura. Tujuannya untuk mengganggu stabilitas keamanan di Singapura. 

"Usman dan Harun itu teman satu leting dengan saya. Namun, saat bertugas di Singapura tertangkap. Sejak saat itu, KKO siap tempur. Namun, belum juga ada perintah. Hingga akhirnya, Usman dan Harun dihukum gantung pada tahun 1968. Seluruh prajurit KKO marah saat itu, tapi tidak bisa berbuat banyak," kenangnya. 

Soedadi mengaku, kekuatan KKO saat itu berada di sekitar Singapura, dan hanya butuh waktu 3 hari untuk melumpuhkan Singapura. Hanya saja, Soedadi enggan menyebutkan di mana saja lokasi pasukan saat itu dan berapa jumlahnya.

Namun, banyak juga pasukan yang tertangkap, dipukul senjata hingga gigi rontok. KKO saat itu, tinggal menunggu perintah saja. "Ini rahasia, yang pasti jika KKO diperintahkan, Singapura selesai dalam waktu 3 hari, paling lama seminggu. Tapi kondisi negara saat itu sedang tidak stabil, ada Gestok," terangnya. 

Nasib berkata lain, sekitar tahun 1968, Soedadi sakit usus buntu dan harus menjalani operasi. Sejak operasi itu, tubuhnya tidak lagi kuat. Sedangkan untuk masuk dalam pasukan dibutuhkan kekuatan yang prima tidak sakit-sakitan.

Melalui surat Keputusan Panglima Angkatan Laut tanggal 1 Juli 1969, Soedadi diberhentikan dengan hormat, tanpa hak apa-apa dari pangkat dan jabatan dalam dinas ketentaraan angkatan laut. 

"Karena sakit, saya diberhentikan. Sampai sekarang ya tidak dapat pensiun. Karena diberhentikan," bebernya.

Sejak diberhentikan, Soedadi bekerja serabutan untuk menghidupi keluarga dan tiga anaknya. Hingga akhirnya, Soedadi menetap di Sukoharjo, ikut dengan anak-anaknya. 

"Sejak saya masuk KKO rumah di Gading, Solo sudah saya jual, istri sudah meninggal dunia 6 tahun lalu," ujarnya.

Kini, untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, Soedadi hanya memelihara ayam kampung di rumahnya.

27603

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR