Home Kesehatan Melacak Sebab Penularan Corona ke 304 Nakes Yogyakarta

Melacak Sebab Penularan Corona ke 304 Nakes Yogyakarta

Yogyakarta, Gatra.com - Sebanyak 304 pekerja kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta positif Covid-19. Riwayat penularan mereka masih teka-teki dan kajian lengkapnya belum tuntas. Nyawa mereka dan layanan kesehatan publik pun jadi taruhan.

Malam takbiran Iduladha, Kamis, 30 Juli itu, Siti Mulyani, 47 tahun, mendengar suara takbir bukan dari rumah dan tanpa keluarganya seperti tahun-tahun lalu. Malam itu, perawat di Puskesmas Kasihan 2 itu mulai menjalani karantina di shelter yang disediakan Pemerintah Kabupaten Bantul, DIY.

Siti terkonfirmasi positif Covid-19. Warga Kecamatan Kasihan, Bantul, itu dinyatakan terjangkit Covid-19 bersama 14 petugas kesehatan di tempat kerjanya. Selain perawat, ada dokter, bidan, pegawai administrasi, apoteker, dan sopir puskesmas.

“Kami diminta jangan pulang dulu, ada kabar penting. Saya kira yang didaftar itu yang negatif, ternyata itu yang positif. Ada teman yang nangis. Padahal saya waktu itu pakai baju merah, biar semangat dan imun naik,” kenang Siti saat diwawancara 9 Agustus lalu.

Siti masih bingung bagaimana ia bisa tertular Covid-19. Selama pandemi, tenaga kesehatan (nakes) itu tak ke mana-mana selain ke tempat kerja. Saat bertugas sebagai perawat, ia merasa telah mematuhi protokol kesehatan secara amat ketat.

“Saya pakai masker dobel-dobel, bahkan bikin masker khusus lapis tujuh modifikasi dan pesan APD (alat pelindung diri) sendiri. SOP juga bener-bener, sangat protektif,” ujar dia.

Siti menerapkan itu karena punya penyakit asma. Apalagi salah satu anaknya masih balita. Syukurlah, saat dites usap, suami, tiga anak, dan asisten rumah tangganya negatif Covid-19.

Menurutnya, puskesmas juga telah menerapkan protokol kesehatan. Petugas dibagi dua tim dan masuk kerja bergantian hari. Pemakaian APD juga diatur rinci, termasuk saat memakai dan melepas. “Tapi melayani pasien dengan APD ternyata juga tidak mudah,” ujarnya.

Namun ia menduga penularan memang terjadi di tempat kerjanya itu. Selama ini Siti bertugas berpindah ke sejumlah bagian, seperti poli umum, poli lansia, hingga UGD. Meski dibatasi 40 orang, pasien bisa mencapai 70-80 orang per hari. Apalagi ia pernah merawat dua pasien yang belakangan diketahui positif Covid-19.

Sejak dinyatakan positif, ia memberi tahu warga kampungnya agar warga sekitar waspada. “Masyarakat harus sabar terapkan protokol kesehatan, tidak boleh sembrono dan egois,” pesan dia.

Selama dikarantina, ia wajib menjaga kesehatan, termasuk harus minum delapan pil obat setiap hari. “Rasanya pilek, sesak, batuk. Makan soto enggak kerasa.” Syukurlah, setelah dua kali hasil tes usapnya negatif, pada 7 Agustus, Siti dinyatakan sembuh dan boleh pulang.

Siti dinyatakan sehat, meski tetap menjalani karantina mandiri di rumah. “Saya masih menerima stigma beberapa warga. Enggak apa-apa ditakuti, asal warga waspada,” kata dia yang selama wawancara masih sesekali batuk.

Baca Juga: Corona DIY Melejit Lebih 100% Bulan Ini, Kematian Naik 95%

Kepala Puskesmas Kasihan 2 Elmi Yudihapsari, atasan Siti, turut terjangkit Covid-19. “Padahal saya tidak turun tangan langsung menangani pasien dan hanya mengurusi administrasi,” kata dokter gigi ini. Namun ia tak berani menyimpulkan musabab penularan berada di puskesmas itu.

Covid-19 juga menjangkiti perawat Puskesmas Pundong, Bantul, Sigit Purwanto, 43 tahun. Dari 57 petugas di puskesmas itu, dua orang positif Covid-19. Selain Sigit, ada psikolog yang bertugas di dua puskesmas.

“Tidak ada keluhan, meski dulu saya sempat ada infeksi pernapasan. Panik pasti. Istri stres, sampai nangis,” kata bapak dua anak yang dinyatakan positif 16 Juli ini.

Ia menduga sejumlah kemungkinan tertular. Misalnya pada 12 Juli ia menerima tamu dari Bekasi yang telah beberapa hari berada di DIY. Kemungkinan lain saat ia bertemu dengan sekitar 15 nakes di satu ruangan Puskesmas Sewon, Bantul. “Sempat foto-foto juga,” kata dia.

Namun Sigit mengakui kemungkinan terbesar ia tertular Covid-19 adalah di tempat kerjanya. Ia bekerja bergiliran ke sejumlah bagian di puskesmas, seperti poli umum, UGD, dan poli batuk. “Nakes itu di garda depan. Kemungkinan besar (kontak) dengan OTG (orang tanpa gejala) di fasilitas kesehatan,” ujarnya.

Menurut dia, petugas kesehatan telah memenuhi ketentuan semua prosedur, seperti pemakaian APD. “Yang riskan itu saat lepas APD, apalagi kalau lengah sedikit,” katanya.

Sigit pun menjalani isolasi di RS Panembahan Senopati, Bantul. “Saya coba untuk tidak stres karena akan menurunkan daya tahan tubuh,” kata dia

Setelah dua kali tes PCR lanjutan, 25-26 Juli, ia negatif dan dinyatakan sembuh. Sekitar 66 orang di sekitarnya dilacak, yakni 12 kontak erat dites usap dan sisanya dites cepat. Hasilnya, semua negatif.

Setelah menyisir data Pemda DIY, Gatra.com dan tim kolaborasi media di Yogyakarta menemukan 304 pekerja kesehatan positif sejak kasus Covid-19 ditemukan di DIY, 15 Maret 2020, hingga Rabu, 2 September, kemarin. Dari 304 kasus itu, 236 pekerja kesehatan dinyatakan positif selama sebulan terakhir sejak 31 Juli.

Pekerja kesehatan itu meliputi tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat; pekerja di fasilitas kesehatan tapi bukan tenaga kesehatan, seperti staf administrasi dan sopir; serta pegawai Dinas Kesehatan.

Dari jumlah itu, tiga pekerja kesehatan positif Covid-19 meninggal dunia. Pertama, Iwan Dwiprahasto, akademisi Universitas Gadjah Mada, yang juga seorang dokter, kendati tak menangani pasien, meninggal pada 24 Maret.

Pada 6 April 2020, staf pendaftaran Rumah Sakit Respira di Bantul, usia 53 tahun, wafat dalam status positif Covid-19. Meski begitu, dua hari kemudian, hasil tes usap lanjutan keluar: ia negatif Covid-19 dan dinyatakan sebagai pasien sembuh.

Ketiga, pada 24 Agustus, seorang dokter bedah asal Bantul yang bekerja di RS swasta di Sleman meninggal dunia dalam status positif Covid-19.

Hingga Rabu (2/9), Pemda DIY mencatat total 1.474 kasus positif Covid-19. Dari jumlah itu, 1.061 orang sembuh dan 41 orang meninggal.

Dengan total 1.474 kasus, 304 kasus pada pekerja kesehatan itu setara dengan 20,6 persen. Ini artinya lebih dari seperlima kasus Covid-19 di DIY dialami oleh pekerja kesehatan.

Berdasarkan penelusuran data, dari 304 kasus Covid-19 pekerja kesehatan itu, terbanyak berada di Bantul, yakni sekitar 140 orang. Selanjutnya Gunungkidul mencatatkan 50 orang nakes, Sleman 30-an orang, Kota Yogyakarta 20-an orang, dan Kulonprogo kurang dari 10 orang.

Jumlah sebaran wilayah kasus nakes itu tak bisa disebut spesifik karena pendataan sempat tak mencatat kasus secara detail pada sejumlah hari. Namun angka nakes positif tertinggi berada di Bantul, termasuk pada satu faskes seperti Puskesmas Kasihan 2 hingga 15 orang positif Covid-19.

Baca Juga: DIY Catat 160 Nakes Kena Corona dan Satu Dokter Wafat

Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharja berkata tak hendak membandingkan data temuan nakes di Bantul dengan daerah lain di DIY.

Hingga 6 Agustus, ada 84 nakes di Bantul positif Covid-19. Sebanyak 79 orang tersebar di 15 puskesmas dan lima orang dii satu rumah sakit swasta. Kala itu, 73 orang sembuh dan 11 orang dirawat. “Bukan hanya dokter dan perawat, tapi juga ada petugas di bagian pendaftaran,” kata dia.

Ia menyebut, banyak temuan kasus pada nakes lantaran masifnya skrining di puskesmas lewat tes PCR yang digalakkan Pemda DIY sejak medio Juli dan disusul pekerja di RS. Apalagi Bantul memiliki 27 puskesmas dengan 1500-an petugas dan empat RS rujukan Covid-19 dengan 4000-an pekerja. Secara bertahap, populasi di layanan kesehatan ini akan dites PCR.

Kemungkinan penularan gara-gara APD pun ditampik karena APD di puskesmas mencukupi. Nakes telah mengikuti bimbingan teknis pemakaian APD dan mengenakan APD sesuai tingkatnya.

Pengunjung puskesmas pun sudah turun banyak, dari 200-300 orang jadi sekitar100 orang per hari, sehingga menekan risiko penularan dari pasien. “Sumber penularannya masih misteri. Nakes memang berisiko tinggi karena paling banyak ketemu orang,” ujar dia.

Yang jelas, menurut Agus, penularan Covid-19 telah meluas di masyarakat sehingga diharapkan muncul kekebalan komunitas atau herd immunity.

“Kami tidak terlalu khawatir kasus positif, tapi yang dikhawatirkan yang punya gejala dan meninggal. Kalau sehat tidak masalah, tapi (masalahnya) kalau menulari mereka yang rawan kesehatannya,” ujarnya.

Toh, pada 27 Agustus, juru bicara Gugus Tugas COvid-19 Bantul, Sri Wahyu Joko Santosa, memperbarui data nakes positif Covid-19 di Bantul. “Ada sekitar 130 sejak April,” kata Oki, sapaannya, saat dihubungi Gatra.com.

Menurut Oki, Pemkab Bantul sudah membuat kajian banyaknya nakes terkena Covid-19. Hasilnya, nakes di ruang isolasi pasien Covid-19 di RS tak ada yang positif. Selain itu, ada nakes dengan riwayat perjalanan, tertular dari keluarga, dan menerima tamu dari luar DIY.

“Yang (nakes) RS banyak yang dari bagian lain (non-Covid-19). Sumber penularan dari pasien ada,” kata dia tanpa merinci detail hasil kajian itu.

Informasi nakes positif Covid-19 di dua kabupaten pun mengonfirmasi hasil cek data Pemda DIY. Pada medio Agustus, Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawaty, bilang, sedikitnya 50 pekerja kesehatan Gunungkidul positif Covid-19, termasuk 19 pegawai di kantornya. Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo, juga menyatakan 24 persen kasus Covid-19 Sleman, atau 45 orang, adalah nakes.

Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih menjelaskan sejak medio Agustus, skrining massal digelar untuk pekerja kesehatan di rumah sakit, setelah pekerja di puskesmas.

“Skrining karyawan kesehatan sudah sekitar 8000 orang. Yang positif sekitar dua persen,” kata Berty. Jumlah itu setara 160 orang--sekitar separuh dari 304 orang di data Pemda DIY sendiri selama nyaris 6 bulan pandemi.

Hingga 1 September, Berty masih merujuk data itu saat dikonfirmasi soal data terbaru jumlah nakes yang dites dan yang positif Covid-19.

Sumber dan riwayat penularan Covid-19 pada pekerja kesehatan di DIY masih ditelusuri. “Kajian sedang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota masing-masing,” kata Berty.

Padahal sebulan silam, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DIY telah menemukan 105 pekerja kesehatan positif Covid-19. Jumlah itu terdiri atas 26 dokter dan 79 tenaga kesehatan. Mereka tersebar di empat rumah sakit dan 23 puskesmas di DIY.

Ketua IDI DIY Joko Murdiyanto prihatin makin banyak nakes di DIY positif Covid-19. “Kasus nakes tinggi karena perluasan tes PCR,” ujarnya. Ia menduga hal itu juga karena banyak kasus impor di DIY, sementara sejumlah wilayah di sekitar DIY adalah zona merah.

Namun, untuk memastikannya, IDI DIY tengah menggali informasi dan mengupayakan langkah mitigasi terhadap para nakes melalui penyebaran kuesioner. “Ada deep interview yang harus dijawab dengan jujur oleh para nakes,” kata dia.

Menurut Joko, banyaknya nakes positif Covid-19 itu akan berdampak pada layanan kesehatan secara luas. Sebab saat nakes terkena Corona, ia akan diisolasi dan tak bertugas. Fasilitas kesehatan pun ditutup untuk penyemprotan disinfektan. “Kalau puskesmas ditutup, masyarakat akan berobat ke mana?” ujarnya.

Baca Juga: Mutasi Corona D614G Jago Ngeles dari Sistem Imun Manusia

Pakar pemantauan penyakit Iqbal Elyazar menggarisbawahi perlunya kajian komprehensif untuk memetakan faktor risiko pekerja kesehatan atas paparan Covid-19.

“Kita butuh suatu studi karena faktor risiko nakes (positif Covid-19) macam-macam, seperti mungkin interaksi di RS dan tempat bertugas,” ujar peneliti di Eijkman - Oxford Clinical Research Unit ini.

Ia menyebutkan riset Universitas Oxford di sebuah fasilitas kesehatan di Inggris dengan kasus Covid-19 yang tinggi. Struktur bangunan dan zonasinya serta interaksi nakes disebut berpengaruh pada kasus Covid-19 di sana.

“Kayak di puskesmas itu lalu lintasnya kecil. Interaksi dengan pasien, termasuk yang terindikasi positif, itu tinggi,” ujarnya.

Menurutnya, sirkulasi udara di puskesmas tak terlalu baik, sedangkan virus Corona punya potensi menyebar di udara. “Selama ini riset hanya dari ingatan responden, tidak pernah diobservasi. Celah bisa masuk di mana saja,” katanya.

Kemungkinan besar nakes tertular saat menangani pasien. “Mereka cukup intensif untuk menangani pasien Covid-19 berhari-hari. APD mungkin juga banyak yang kecelakaan, lupa terbuka, mengusap muka. Banyak faktor yang mungkin terjadi,” ujar Iqbal.

Riset juga menunjukkan nakes dengan jam kerja singkat bisa terpapar. Sebab penularan bisa juga terjadi saat berkomunikasi dengan sesama nakes. “Nakes yang bekerja kurang dari lima jam per hari tinggi juga kasusnya,” kata dia.

Maklum saja, penularan Covid-19 sudah meluas di masyarakat. Orang yang positif Covid-19 kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan mengingat kapasitas tes di DIY belum sesuai standar WHO. “Nakes ketahuan positif itu untung saja dicari. Bedakan orang yang terinfeksi (tapi belum ditemukan) dengan yang terkonfirmasi positif,” katanya.

Yang jelas, pekerja kesehatan tak terkait Covid-19 pun, termasuk pegawai non-medis, dapat terpapar Covid-19. “Riset di Inggris itu menemukan ternyata bukan hanya nakes yang kena, tapi juga petugas administrasi, keamanan, janitor. Jadi melebar ke mana-mana,” ujarnya.

Penularan Covid-19 ke berbagai pekerja kesehatan itu selaras dengan kondisi Puskesmas Kasihan 2 Bantul. Untuk itu, Iqbal menekankan urgennya kajian tentang pelayanan nakes di tiap wilayah sehingga dapat dilakukan penilaian risiko.

“Kita perlu review keselematan kerja untuk nakes sehingga bisa diperbaiki. Bukan hanya desain protokol, tapi eksekusinya, karena hal seperti ini tak terjadi di semua tempat,” tuturnya.

Menurut Iqbal, penanganan pandemi berdampak juga pada kesehatan mental nakes. “Nakes kita lelah menghadapi pandemi ini. Mereka terdampak langsung secara kesehatan dan psikologis. Kalau kelelahan cenderung lebih alpa,” ujarnya.

Saat makin banyak nakes positif Covid-19, dampaknya pada layanan kesehatan secara umum, seperti berhentinya layanan imunisasi dan ibu hamil, juga layanan untuk penyakit umum. Pengguna layanan kesehatan secara rutin, seperti penderita diabetes dan sakit jantung, menahan diri ke RS dan puskesmas.

“Kita perlu melihat penurunan layanan kesehatan di masa pandemi. Ini berbahaya. Dampaknya pada kesehatan komunitas,” tuturnya.

706