Home Ekonomi AS Perpanjang GSP RI, Dubes Lutfi Target LTD US$60 M di 2024

AS Perpanjang GSP RI, Dubes Lutfi Target LTD US$60 M di 2024

Washington DC, Gatra.com – Keputusan Pemerintah Amerika Serikat untuk memperpanjang preferensi tarif Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia pada 30 Oktober 2020, membawa optimisme baru bagi peningkatan kerjasama bisnis yang lebih erat antara kedua negara. Disamping diproyeksikan akan menggenjot arus perdagangan dua arah, sektor lain yang akan terdampak positif adalah kerja sama di bidang investasi.

"Fasilitas GSP sangat penting dalam membantu agar produk-produk ekspor unggulan Indonesia dapat terus kompetitif di pasar AS yang memang dikenal memiliki tingkat persaingan yang tinggi. Apalagi selama ini AS merupakan pasar ekspor non-migas terbesar kedua di dunia bagi Indonesia,” jelas Duta Besar RI untuk AS, Muhammad Lutfi ketika berbincang dengan awak media, Senin malam (2/11).

Baca Juga: AS Resmi Perpanjang Fasilitas GSP untuk Indonesia

Pada 2019, ekspor Indonesia dengan fasilitas GSP, nilainya mencapai US$2,61 miliar (sekitar Rp37.941 triliun) atau setara dengan 13,1 persen dari keseluruhan ekspor Indonesia ke AS yang berjumlah US$20,1 miliar.

Sementara untuk periode Januari-Agustus 2020, nilainya berjumlah US$1,87 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Usai mendapatkan perpanjangan GSP, langkah yang segera kita lakukan adalah menyusun Road Plan dengan memfokuskan pada skema 5+7+5, yakni: 5 produk utama (apparel, produk karet, alas kaki, elektronik, dan furniture), 7 produk potensial (produk kayu, travel goods, produk kimia lainnya, perhiasan, mainan, rambut artifisial, dan produk kertas), dan 5 produk strategis (produk mesin, produk plastik, suku cadang otomotif, alat optik dan medis, juga produk kimia organik)”, sambungnya.

Baca Juga: Jokowi Ingin Amerika Serikat jadi True Friend Indonesia

Selama ini, dari 3.572 pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, tercatat baru 729 pos tarif atau praktis hanya sebesar 20,4 persen yang menggunakan tarif nol persen ke pasar AS. Sisanya, hampir 80 persen belum dimaanfaatkan.

Selanjutnya, KBRI Washington DC bersama dengan kementerian terkait di Tanah Air dan juga KADIN, khususnya KIKAS (KADIN Indonesia Komite AS), akan segera melakukan program sosialisasi yang intensif kepada eksportir Indonesia agar mereka dapat mengoptimalkan preferensi tarif ini.

Pos-pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, banyak yang diproduksi oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia, seperti mebel, perhiasan perak, hand bag, pintu kayu, dan sebagainya.

Baca Juga: Bertemu Anggota USTR, Kemendag Optimis GSP Akan Jalan Terus

Lebih jauh lagi, Pemerintah Indonesia juga memproyeksikan dinaikkannya status GSP menjadi Limited Trade Deal (LTD) agar volume perdagangan dua arah Indonesia dan AS dapat meningkat dua kali lipat hingga US$60 miliar pada 2024.

“Sebagai dua perekonomian besar, kerja sama perdagangan dan investasi harus dilipatgandakan. LTD menjadi solusinya,” sebut Lutfi.

LTD juga diproyeksikan dapat mengoptimalkan potensi kerjasama di luar perdagangan barang, khususnya digital trade, energi dan infrastruktur, serta peningkatan arus investasi. Meningkatnya arus perdagangan dua arah merupakan pintu masuk bagi perluasan kerja sama investasi.

Baca Juga: Indef Minta Pemerintah Tolak Status Negara Maju dari AS

GSP merupakan fasilitas perdagangan, berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada 1980.

Selain merupakan perekonomian terbesar di dunia, pasar AS selama ini dikenal sangat menjanjikan karena besarnya populasi yang mencapai 331 juta orang dan memiliki daya beli sangat tinggi, dimana pendapatan per kapita masyarakatnya pada 2019 lalu mencapai US$65 ribu atau lebih dari Rp900 juta per tahunnya.

Pada tahun yang sama, konsumsi rumah tangga per tahun masyarakat AS juga mencapai US$16 triliun atau setara dengan sepertiga konsumsi rumah tangga dunia.

251