Home Ekonomi AS Resmi Perpanjang Fasilitas GSP untuk Indonesia

AS Resmi Perpanjang Fasilitas GSP untuk Indonesia

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Kantor Perwakilan Dagang AS atau United States Trade Representative (USTR) resmi memperpanjang fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) untuk Indonesia, pada Jumat (30/10) lalu. 

Hal itu diungkapkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam press briefing siang ini, Ahad (1/11).

Keputusan ini diambil setelah USTR melakukan review terhadap fasilitas GSP untuk Indonesia, selama kurang lebih 2,5 tahun sejak Maret 2018. 

“Sebagaimana teman-teman ketahui, GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah Amerika Serikat kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980,” kata Retno.

Terdapat 3572 pos tarif yang telah diklasifikasikan oleh US Customs and Border Protection (CBP) pada level Harmonized System (HS) 8-digit yang mendapatkan pembebasan tarif melalui skema GSP. Pos-pos tarif tersebut mencakup berbagai produk manufaktur dan semimanufaktur, pertanian, perikanan dan juga industri primer. 

Adapun daftar produk yang mendapatkan pembebasan tarif bisa dilihat pada Harmonized Tariff Schedule of the United States (HTS-US). Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC) pada tahun 2019 ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai US$2,61 miliar atau setara 13,1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS, yaitu sebesar US$20,1 miliar.

“Ekspor GSP Indonesia di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP,” katanya. 

Sementara sejak Januari-Agustus 2020, nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat sebesar US$1,87 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Dengan perpanjangan pemberian fasilitas GSP ini diharapkan nilai ekspor Indonesia akan semakin meningkat. 

“Isu mengenai GSP ini selalu dibawakan oleh Indonesia dalam semua kesempatan pertemuan dengan AS. Dalam kunjungan Menlu AS 3 hari yang lalu ke Indonesia baik dalam pertemuan bilateral dengan saya dan kunjungan kehormatan kepada Presiden RI isu GSP ini juga kita bahas bersama,” tuturnya. 

Retno menjelaskan, pemberian fasilitas GSP ini merupakan salah satu wujud konkrit kemitraan strategis kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia namun juga menguntungkan bisnis AS. Bagi Indonesia, hubungan dagang yang kuat antara dua negara diharapkan bisa menjadi katalis bagi peningkatan investasi di dalam negeri.

Terlebih, posisi AS sebagai mitra dagang Indonesia sangat kuat. Hal itu terlihat dari ekspor non-migas nasional ke AS yang menempati kedua terbesar setelah Cina, dengan total nilai perdangan dua-arah mencapai US$27 miliar pada 2019. 

Selain itu, ekspor Indonesia ke AS pada periode Jan-Agustus 2020 mencapai US11,8 miliar, meningkat hampir 2 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 yang hanya sebesar US$11,6 miliar. Kenaikan ini terjadi di tengah situasi pandemi dan saat impor AS dari seluruh dunia turun hingga 13 persen. 

“Ke depannya, kedua negara sepakat untuk mengupayakan pembahasan kemitraaan perdagangan RI - AS yang lebih komprehensif dan permanen,” tandas Retno.

Berikut merupakan lima besar ekspor produk GSP Indonesia sampai dengan Agustus 2020 antara lain: 
" HS 94042100: matras, baik karet maupun plastik US$185 juta 
" HS 71131929: kalung dan rantai emas US$142 juta 
" HS 42029231: tas bepergian dan olahraga US$104 juta 
" HS 38231920: minyak asam dari pengolahan kelapa sawit US$84 juta 
" HS 40112010: ban penumatik radial untuk bus atau truk US$82 juta 

Sedangkan lima besar ekspor produk GSP Indonesia pada tahun 2019 antara lain:
" HS 71131929: kalung dan rantai emas US$225 juta 
" HS 40112010: ban pneumatic radial untuk bus atau truk US$145 juta 
" HS 42029231: tas bepergian dan olahraga US$142 juta 
" HS 71131950: perhiasan dari logam berharga selain perak US$112 juta 
" HS 38231920: minyak asam dari pengolahan kelapa sawit US$95 juta

482