Home Gaya Hidup Tiga Putri Raja Yogya Ungkap Rahasia Keraton di Masa Pandemi

Tiga Putri Raja Yogya Ungkap Rahasia Keraton di Masa Pandemi

Yogyakarta, Gatra.com - Tiga putri Keraton Yogyakarta berbagi rahasia pengelolaan keraton di masa pandemi Covid-19. Ritual dan nilai-nilai budaya tetap dilestarikan sembari menerapkan protokol kesehatan.

Hal itu terungkap dalam dialog ‘Ngobrolin Jogja: Rembug Rasa Putri Kedhaton - Keistimewaan Yogyakarta di Masa Pandemi’ gelaran Humas Pemda DIY dan disiarkan langsung di akun Youtube, Senin (Selasa (3/11).

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono menjelaskan acara-acara adat Keraton Yogyakarta digelar dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. “Kami koordinasi untuk meggelar Hajat Dalem atau upacara tanpa mengumpulkan banyak orang,” ujar putri kedua dari lima putri Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, ini.

Ia mencontohkan wisuda abdi dalem sebanyak 250 orang dibagi ke sejumlah kelompok agar ada jaga jarak. Ritual Grebeg yang biasanya menghadirkan gunungan atau susunan hasil bumi dan penganan untuk diperebutkan warga juga mesti diubah.

“Tetap kami lakukan sesuai adat, tapi tidak rebutan melainkan membagikan rengginang ke abdi dalem,” ujar Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura, semacam sekretariat negara di Keraton Yogyakarta.

Menurutnya, langkah itu tak mengurangi nilai tradisi ritual adat Keraton Yogyakarta. “Tak ada kesulitan. Semua dilakukan sesuai protokol kesehatan,” kata dia.

Adapun GKR Hayu, penanggung jawab teknologi informasi Keraton Yogyakarta, menyatakan sebelum pandemi, Penghageng Tepas Tandha Yekti, lembaga yang ia pimpin, sudah siap dengan kerja-kerja daring. “Waktu semua kelabakan kami sudah settled,” tuturnya.

Ia mengungkap antusiasme warganet untuk terlibat acara daring Keraton Yogyakarta justru meningkat. Seperti saat awal pandemi, ketika ajang tari dibatalkan dan diganti lomba tari virtual, peminat ajang itu banyak.

Selain itu, selama pandemi, konten virtual Keraton Yogyakarta meningkat. “Kami sampai bikin akun Instagram baru karena saking banyaknya konten dan supaya tidak crowded. Kami harus rajin dokumentasikan karena ini peristiwa sejarah, mendokumentasikan keraton di masa pandemi,” tuturnya.

Tantangannya, kata Hayu, merekrut tim kerja yang andal sekaligus mampu mengikuti adat Keraton, seperti sanggup mengenakan busana adat dan adab seperti berjalan jongkok.

“Seperti saat semua lesehan, fotografer tidak boleh berdiri. Saat Sultan lenggah (duduk di singgasana) dan difoto, pusaka di belakangnya juga enggak boleh kelihatan,” kata putri keempat Sultan ini.

Putri bungsu Keraton Yogyakarta GKR Bendara juga menghadapi tantangan saat menggelar pameran. “Saat awal pandemi kami sedang di tengah pameran, jadi harus gerak cepat menyesuaikan protokol kesehatan yang waktu itu juga masih bingung,” tuturnya.

Ia menyebut saat menggelar pameran, museum harus menyiapkan ruang temporer beserta ruang tunggu untuk cek suhu, dan ruang tertutup untuk pengunjung bersuhu tinggi terindikasi Covid-19.

“Hal-hal itu dimonitor terus dan kami sinkronkan karena kami tidak mau ada risiko semua terpapar. Kalau tidak ketat, pasti akan jebol,” kata Penghageng Nitya Budaya yang bertugas mengelola museum keraton ini.

Saat ini, Keraton Yogyakarta tengah menggelar Sang Adiwira, tentang SultanHB II. Selain protokol kesehatan reguler, alur pengunjung juga diatur. Rombongan maksimal 10 orang dan satu pemandu, spot foto telah ditentukan, dan tiap grup diberi jeda 10 menit. “Agar tak berpapasan dan ada social distancing,” kata Bendara.

1218