Febri Diansyah kembali berkecimpung di dunia hukum selepas mengundurkan diri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Oktober 2020 lalu. Mantan juru bicara lembaga antirasuah ini, memilih untuk menjadi advokat dan mendirikan kantor hukum bersama rekannya, Donal Fariz, yang juga telah mengundurkan dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

Malang melintang di bidang antikorupsi, membuat lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, ingin firma hukumnya memiliki pendekatan strategic litigation dengan fokus membela korban tindak pidana korupsi dan perlindungan konsumen.

"Korban korupsi itu, selain negara juga masyarakat. Di satu sisi, kami punya kebijakan internal untuk tidak menangani tersangka maupun terdakwa kasus korupsi. Kami fokus pada korban korupsi yang sering terabaikan, atau mungkin tidak menjadi perhatian dalam sistem hukum kita," ujar Febri kepada Wahyu Wachid Anshory dari GATRA, Senin pekan ini.

Dalam penanganan perkara korupsi, kata Febri, yang sering menjadi isu utama adalah siapa pelaku atau berapa kerugian negaranya. Jarang sekali yang melihat siapa yang menjadi korban. "Korupsi di sektor-sektor sumber daya alam, misalnya, ada hutan yang dibabat karena ada kebijakan yang koruptif, tentu masyarakat di sana yang dirugikan," katanya.

Febri menjelaskan, pihaknya berkomitmen seluruh proses hukum harus dilakukan dengan standar antikorupsi. Ia akan tegas menolak klien yang meminta bantuan untuk mengurus perkara dengan cara tidak benar. "Memberikan jasa hukum selain yang bersifat profesional, ada juga kewajiban menjalankan proses atau menjalankan pelayanan itu secara pro bono," ucapnya.

Menurut Febri, pro bono bisa dilakukan dalam bentuk jasa hukum. Ia juga akan mendonasikan sebagian keuntungan firma hukumnya. "Visi integritas ini memang sudah komitmen kami sejak awal. Sebagian keuntungan bersihnya disumbangkan pada gerakan antikorupsi. Jadi misalnya, di akhir tahun sebagian dari keuntungan bersihnya itu didonasikan antara 40% sampai 50%," tuturnya.