Home Internasional Aung San Suu Kyi Muncul di Pengadilan Pasca Kudeta

Aung San Suu Kyi Muncul di Pengadilan Pasca Kudeta

Naypyidaw, Gatra.com -  Pemimpin sipil Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi menghadapi pengadilan pada Senin (1/3) melalui tautan video. Dia terlihat bersama pengacaranya untuk pertama kalinya sejak kudeta militer satu bulan lalu, yang  memicu protes tanpa henti dan besar-besaran hingga kini.

Aung San Suu Kyi muncul saat para demonstran turun ke jalan lagi di seluruh negeri, sehingga terjadi peningkatan kekuatan dari junta pada hari Minggu.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengutip informasi yang kredibel dilaporkan Channelnewsasia, sedikitnya 18 orang tewas pada hari Minggu ketika tentara dan polisi menembakkan peluru tajam ke arah demonstran di kota-kota di Myanmar.

Aung San Suu Kyi, 75, tampak sehat selama persidangan hari Senin.  Pengacaranya, Khin Maung Zaw mengatakan kepada AFP melalui telepon selama jeda dalam persidangan.

“Dalam persidangan ada tuduhan tambahan dari hukum pidana era kolonial Myanmar, yang melarang penerbitan informasi yang dapat menyebabkan ketakutan atau kekhawatiran, yang kemudian diajukan selama persidangan,” kata Pengacara Min Min Soe.

Min Min Soe mengatakan sidang berikutnya akan dilakukan pada 15 Maret.

Aung San Suu Kyi ditahan di Naypyidaw, ibu kota negara, sebelum pagi pada hari kudeta, dan sejak itu tidak muncul lagi di depan umum.

Dia dilaporkan menjadi tahanan rumah di Naypyidaw, sebuah kota terpencil yang dibangun militer pada masa kediktatoran sebelumnya.

Militer telah membenarkan pengambilalihannya, mengakhiri eksperimen demokrasi selama satu dekade, dengan membuat tuduhan tidak berdasar tentang kecurangan yang meluas dalam pemilihan nasional November lalu.

Liga Nasional untuk Demokrasi, partai Aung San Suu Kyi sebelumnya telah memenangkan pemilu dengan telak.

Sebelumnya, para jenderal menahan Aung San Suu Kyi karena dituduh mengimpor walkie talkie ilegal dan menggelar kampanye selama pandemi. Tindakan itu dianggap sebagai pelanggaran, padahal komunitas internasional menilai tuduhan itu hanya dibuat-buat.

AFP secara independen mengonfirmasi 10 korban tewas dalam kekerasan hari Minggu dan dikhawatirkan jumlah korban bisa jauh lebih banyak.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok pemantau  memperkirakan ada sekitar 30 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta 1 Februari.

Lebih dari 1.100 orang telah ditangkap, didakwa, atau dijatuhi hukuman sejak kudeta, menurut The Assistance Association for Political Prisoners.

Seorang reporter juga ada yang ditembak dengan peluru karet pada akhir pekan saat meliput protes di pusat kota Pyay.

Beberapa jurnalis yang mendokumentasikan serangan hari Sabtu oleh pasukan keamanan ditahan, termasuk seorang fotografer Associated Press di Yangon.

"Kami mengutuk keras kekerasan yang meningkat terhadap protes di Myanmar dan menyerukan kepada militer untuk segera menghentikan penggunaan kekuatan terhadap pengunjuk rasa secara damai," kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani.

Amerika Serikat menjadi salah satu pihak yang mengkritisi tindakan junta. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken juga bereaksi akibat kekerasan pada hari Minggu.

84