Home Politik Pemerintah Harus Evaluasi Kerja Sama Pengadaan Alutsista

Pemerintah Harus Evaluasi Kerja Sama Pengadaan Alutsista

Jakarta, Gatra.com – Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah mengevaluasi seluruh kerja sama semua pengadaan alutsista.

"[Evaluasi] baik yang terjadi pada masa periode pemerintahan sekarang atau periode pemerintahan sebelumnya," demikian pernyataan sikap koalisi tersebut yang diterima Gatra.com di Jakarta pada Selasa malam (27/4).

Koalisi menyatakan, banyaknya kecelakaan Alutsista, teranyar tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 harus dilihat dari mulai hulu hingga hilir, mulai dari pengadaan hingga perawatannya.

"Satu hal penting yang selalu luput diperhatikan dari setiap kecelakan Alutsista adalah soal tata kelola perawatan dan pemeliharaan alutsista Indonesia," ujar koalisi.

Padahal, sangat mungkin masalah carut marutnya tata kelola alutsista di Indonesia dapat memperbesar risiko terjadinya berbagai kecelakaan. Gelapnya tata kelola pengadaan, perawatan, dan reparasi alutsista Indonesia pada akhirnya juga akan menjadikan prajurit TNI rentan menjadi korban, bahkan hingga meninggal dunia.

"Kami menilai bahwa pengadaan alutsista sebagai bagian dari upaya modernisasi dan penguatan pertahanan Indonesia memang sangat penting dan diperlukan," katanya.

Meski demikian, upaya tersebut harus dijalankan secara transparan dan akuntabel. Dalam praktiknya, beberapa kasus pengadaan Alutsista selama ini bukan hanya menyimpang dari kebijakan pembangunan postur pertahanan, tetapi juga sarat dengan dugaan terjadinya korupsi.

Dalam sejumlah pengadaan, misalnya, beberapa alutsista yang dibeli berada di bawah standar dan kadangkala tidak sesuai dengan kebutuhan. Pembelian alutsista bekas juga menjadi persoalan karena memiliki potensi bermasalah yang lebih besar, tidak hanya akan membebani anggaran untuk perawatan, tetapi juga akan berisiko terjadi kecelakaan yang mengancam keselamatan dan keamanan prajurit.

"Kami menilai penggunaan alutsista bekas dan alutsista tua telah menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya beberapa kecelakaan," katanya.

Kondisi alutsista yang berada di bawah standar kesiapan akan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Sementara itu, proses perawatan atau retrovit yang dilakukan menjadi permasalahan tersendiri dalam kesiapan alutsista. Semisal, dalam kasus kapal selam KRI Nanggala 402, proses retrovit (overhaul) yang dilakukan di Korea Selatan tentu patut dipertanyakan.

"Mengapa pilihan overhaul itu dilakukan di Korea Selatan dan bukan di Jerman? Padahal, kapal selam ini di produksi oleh pabrikan Howaldtswerke-Deutsche Werft di Jerman, bukan oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Korea Selatan," katanya.

Atas dasar itu, koalisi mendesak agar pemerintah dan DPR mengevaluasi dan mengaudit semua proses kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan mulai dari kapal selam, kapal perang, pesawat tempur KFX/ IFX (KF-21Boramae), dan lainnya.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan ini terdiri dari Centra Initiative, Imparsial, Elsam, LBH Pers, ICW, LBHM, LBH Jakarta, KontraS, ICJR, PILNET Indonesia, HRWG, Walhi Eknas, PBHI Amnesty Internasional Indonesia, Public Virtue, dan SETARA Institute.

193