Home Kesehatan Mengenal Pre-frontal Cortex, Yang Mengatur Emosi Anak

Mengenal Pre-frontal Cortex, Yang Mengatur Emosi Anak

Jakarta, Gatra.com - Psikolog Klinis Anak RS YARSI, Devi Sani Rezki, mengungkapkan bahwa bagian pre-frontal cortex di otak memegang kendali atas kesabaran yang ditunjukkan dalam perilaku manusia.

“Nah, bagian pre-frontal cortex ini sangat berhubungan erat dengan kemampuan anak, bukan cuma anak ya, kemampuan kita untuk bisa mengontrol emosi kita, mengidentifikasi emosi-emosi kita, membuat kita jadi lebih sabar,” ujar Devi dalam webinar bertajuk Pentingnya Menjaga Imun dan Psikologis Peserta Didik Menghadapi Tahun Ajaran baru yang digelar Kamis, (8/7).

“Jadi sabar itu letaknya -orang-orang bilang di hati, ya-, tapi sebenarnya itu otak yang mengaturnya. Makanya kalau, ‘Sabar, sabar,’ anak-anak disuruh sabar, hatinya gitu yang disuruh sabar, tapi sebenarnya pengendalinya adalah ya hati juga, tapi ada peran dari otak juga di situ, si pre-frontal cortex ini,” tutur Devi.

Menurut American Psychological Association (APA), pre-frontal cortex adalah bagian terdepan dari cerebral cortex di otak manusia. Pre-frontal cortex bertanggung jawab dalam hal-hal yang berkaitan dengan perilaku manusia seperti perhatian (attention), perencanaan (planning), memori kerja (working memory), pengekspresian emosi, dan perilaku sosial yang sesuai norma di masyarakat.

Devi juga menuturkan bahwa mengontrol kesabaran bukanlah satu-satunya tugas yang diemban oleh pre-frontal cortex. Ia mengatakan bahwa bagian otak tersebut juga mampu mendorong anak untuk lebih bisa memahami dan menganalisa emosinya sendiri dan ilmu pengetahuan dalam mata pelajaran di sekolah. “Artinya yang membutuhkan kemampuan berpikir yang lebih tinggi itu tugasnya pre-frontal cortex,” ujar Devi.

Persoalan kerap terjadi pada pre-frontal cortex, seperti tekanan atau stres. Devi mengatakan apabila bagian otak tersebut tertekan, maka kontrolnya terhadap emosi bisa menjadi lemah. Imbasnya, pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang bisa tak terkontrol. Parahnya lagi, kendala pada pre-frontal cortex tersebut bisa berakibat buruk pada kinerja di bagian-bagian otak lainnya.

Devi menduga bahwa kemungkinan besar hal seperti itu terjadi di masa pandemi Covid-19, terutama pada anak-anak. Ia mengaku kerap didatangi pasien anak-anak yang mengeluhkan punya gangguan psikis berupa kecemasan (anxiety) dan amarah (anger) selama pandemi melanda.

“Inilah mengapa yang mungkin bisa menjelaskan kenapa jadi banyak sekali pasien-pasien saya itu yang kecemasan dan juga anger, terutama pada anak-anak, ya. Karena ini mereka sendiri pun sedang dalam situasi stres sehingga kinerja otak mereka tidak seoptimal momen sebelum pandemi,” ucap Devi.


 

14357

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR