Home Politik Jika PPKM Dilonggarkan, Berikut Saran Guru Besar FKUI

Jika PPKM Dilonggarkan, Berikut Saran Guru Besar FKUI

Jakarta, Gatra.com- Senin (25/7) besok akan memasuki hari terakhir Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang saat ini sedang berjalan. Kepastian apakah ini akan berlanjut atau tidak, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan lima pendapat hal untuk jadi salah satu pertimbangan kebijakan tersebut.
 
Pertama, Prof Yoga menjelaskan bahwa sejalan dengan anjuran World Health Organization (WHO) Indonesia dalam “Situation Report” pada 21 Juli 2021. "Maka situasi Indonesia sekarang memerlukan “Public Health and Social Measure (PHSM)” yang ketat (stringent). Tentu dalam bentuk pembatasan sosial dan pembatasan pergerakan," paparnya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/7).

Kedua, lanjut Mantan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit serta Kepala Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan ini, jika opsi pelonggaran dipertimbangkan, maka perlu dihitung betul dampak kebijakan itu. Setidaknya, ada tiga 3 hal, yakni korban yang mungkin akan jatuh sakit dan bahkan meninggal. Lalu beban Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).

Kemudian adalah pada ujungnya kemungkinan dampak pada roda ekonomi. "Juga kalau kasus kenaikan tidak terkendali. Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi dan lalu situasi epidemiologi jadi memburuk maka dampak ekonominya malah bukan tidak mungkin jadi lebih berat lagi," tegas Prof Yoga mantan Direktur WHO Asia Tenggara.
 
Karenanya, hal ketiga yang disarankan Prof Yoga adalah bahwa dalam situasi sekarang ini maka kemungkinan "penyesuaian" yang dilakukan, seperti misalnya. Bagi sektor formal yang terima gaji bulanan diminta di rumah dulu selama dua minggu misalnya. Sedangkan sektor informal mulai dilonggarkan, asal jangan yang kontak dekat langsung dengan pelanggan.

Berikutnya, Prof Yoga menyarankan sektor informal mulai dilionggarkan bertahap, tapi sektor esensial dan kritikal yang beroperasi hanya yang dalam bangunan tersendiri. "Jangan yang di dalam gedung bersama, karena kalau dalam gedung bersama maka petugas gedung juga terpaksa harus masuk padahal hanya sebagian kecil gedung yang ada sektor esensial atau kritikal," paparnya.

Lalu salah satu "penyesuaian" terbaik adalah bentuk PPKM setidaknya tetap seperti sekarang. Tetapi menurut Prof Yoga, semua sektor terdampak mendapat bantuan sosial. Selain tiga contoh “penyesuaian” ini maka mungkin dapat dipertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain yang laik laksana.
 
Hal kelima, Prof Yoga memaparkan bahwa pada kenyataannya angka kematian masih terus tinggi dan bahkan meningkat. "Sudah lebih 1500 orang sehari dengan PPKM sekarang ini," ujarnya. Dalam hal ini, ia menyebut perlu untuk diantisipasi kemungkinan kenaikan kematian lagi kalau PPKM dilonggarkan.
 
Terakhir, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini menjelaskan kalau angka kepositifan (positivity rate) dalam beberapa hari terakhir masih sekitar 25%. Bahkan kalau berdasar PCR maka angkanya lebih dari 40%.

"Kita juga berhadapan dgn varian Delta yg anga reproduksinya (Ro atau mungkin Rt)-nya dapat sampai 5,0 - 8,0. Artinya potensi penularan di masyarakat masih amat tinggi sekali, sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan untuk melindungi masyarakat kita dari penularan dan dampak buruk penyakit Covid-19," pungkas Prof Yoga.
 

683