Home Internasional Situasi Tidak Pasti, Harga Pangan Melonjak, Warga Afghanistan Makin Merana

Situasi Tidak Pasti, Harga Pangan Melonjak, Warga Afghanistan Makin Merana

Kabul, Gatra.com – Sudah seminggu kelompok Taliban menguasai kota Kabul, Afghanistan. Situasi tidak pasti terus menyelimuti negara ini. Belum lagi ekonomi yang terpuruk akibat hilangnya dukungan internasional.

Ribuan orang tampak berkerumun di luar pintu masuk bandara. Mereka ingin memperebutkan kursi penerbangan keluar dari Kabul. Hal tersebut menunjukkan gambaran paling jelas ihwal kekacauan di kota itu, sejak pemerintah yang didukung Barat runtuh.

Semakin banyak warga di ibu kota mesti berjuang untuk bertahan hidup sehari-hari. Banyak dari mereka telah kehilangan pekerjaan, sementara harga pangan melonjak dan bank-bank masih tutup. Kekhawatiran tentang makanan dan sewa hunian menambah ketidakpastian di negara itu.

“Saya benar-benar bingung, saya tidak tahu apa yang harus saya pikirkan terlebih dahulu, keselamatan dan kelangsungan hidup saya atau memberi makan anak-anak dan keluarga saya,” kata seorang mantan polisi, seperti dilansir Reuters, Senin (23/8).

Dia telah kehilangan gaji US$260 per bulan, yang biasa dipakai untuk memenuhi kebutuhan istri dan keempat anaknya. Seperti banyak pegawai pemerintah tingkat bawah, yang sering telat menerima gaji, selama dua bulan terakhir dia bahkan tidak menerimanya. “Saya tinggal di apartemen sewaan, saya belum membayar pemiliknya selama tiga bulan terakhir,” katanya.

Dalam sepekan ini, dia berusaha menjual beberapa cincin dan sepasang anting-anting milik istrinya. Namun, banyak bisnis termasuk pasar emas sedang tutup, dan dia tidak dapat menemukan satu pun pembeli. “Saya sangat tidak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa.”

Sebenarnya, kondisi kota itu sudah memburuk bahkan sebelum Taliban menyerbu Minggu lalu. Sebab, kemajuan pesat para pemberontak di kota-kota provinsi mengakibatkan mata uang afghani ambrol terhadap dolar, dan menyebabkan harga sembako menjadi naik.

Harga bahan pokok seperti tepung, minyak, dan beras naik sebesar 10%-20% dalam beberapa hari, dan banyak orang tidak dapat mengakses tabungan mereka karena bank masih tutup. Dengan tutupnya kantor Western Union, pengiriman uang dari luar negeri juga mengering. “Semuanya karena situasi dolar. Ada beberapa toko makanan buka tetapi raknya kosong,” kata seorang mantan pegawai pemerintah yang sekarang bersembunyi karena takut terhadap pembalasan oleh Taliban.

Kondisi kekeringan parah di seluruh negeri turut memperburuk kesulitan yang dihadapi banyak orang. Hal ini mendorong ribuan warga pergi ke kota-kota untuk mencoba bertahan hidup di tenda dan tempat penampungan sementara.

Pada Ahad (22/8), kelompok bantuan internasional mengatakan penangguhan penerbangan komersial ke Afghanistan menyebabkan tidak ada cara untuk mendapatkan pasokan obat-obatan dan bantuan lainnya.

Saat ini, kesulitan terus menyebar ke berbagai kota, serta memukul kelas menengah ke bawah yang mulai merasakan peningkatan standar hidup dalam dua dekade sejak Taliban terakhir berkuasa. “Semuanya telah selesai. Bukan hanya pemerintah yang jatuh, tapi juga ribuan orang seperti saya yang hidupnya bergantung pada gaji bulanan sekitar 15.000 afghani ($200), kata seorang pegawai pemerintah yang tidak ingin dikutip namanya.

“Kami sudah terlilit utang karena pemerintah belum membayar gaji kami selama dua bulan terakhir,” katanya. “Ibu saya yang sudah lanjut usia sakit, dia butuh obat, serta anak-anak dan keluarga saya membutuhkan makanan. Tuhan tolong kami.”

201