Home Info Sawit 'Jalan Tol' Sertifikasi ISPO

'Jalan Tol' Sertifikasi ISPO

Pekanbaru, Gatra.com - Kalau mengikutkan aturan perkebunan kelapa sawit yang ada sekarang, disodorkan kemanapun, kebun kelapa sawit sekitar 2.200 hektar di Kota Lama Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, itu pasti bakal lolos.

Mau diikutkan dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Badan Pengelolaan dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pun, oke-oke saja.

Soalnya dari tahun 2017, kebun milik 1.090 anggota Koperasi Serba Usaha (KSU) Sumber Rezeki itu sudah mengantongi sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sertifikasi yang empat tahun lagi, sudah wajib bagi para pekebun.

Punya sertifikat ISPO, administrasi dan legalitas kebun Sumber Rezeki dipastikan sudah komplit, pencatatan bagus, manajemen bagus, dan pastinya, tidak berada di dalam klaim kawasan hutan, yang belakangan jadi momok banyak pekebun.

"Tadinya kami tidak tahu apa itu ISPO. Tapi setelah dijelaskan oleh perusahaan, kami ikut. Waktu itu cuma dua koperasi yang dapat sertifikat ISPO itu. KSU Sumber Rezeki dan satu lagi koperasi dari Kalimatan Selatan (Kalsel). Penyerahannya di Jakarta," cerita Ketua KSU Sumber Rezeki, Khairul Zaman, saat berbincang dengan Gatra.com, di kantornya, dikawasan jalan lintas Kota Lama, Kamis pekan lalu.

Baca juga: Cerita 'Pekebun Berdasi' Dari Kota Lama

Kepala program kemitraan PT Eka Dura Indonesia (EDI), Hermanto, yang kebetulan nimbrung di ruang kerja Khairul menimpali kalau dari sekitar 54 ribu hektar kebun mitra PT Astra Agro Lestari Tbk, KSU Sumber Rezeki menjadi mitra pertama yang mengantongi sertifikat ISPO.

"Kelebihan KSU Sumber Rezeki ini, sistim administrasinya bagus. Legalitas lahannya clear. Itulah makanya proses sertifikasinya cepat. Kalau soal sistim pengelolaan kebun berkelanjutan, semua kebun kita menerapkan aturan yang sama. Sebab itu tadi, keberlanjutan menjadi teramat penting dan kebun Astra wajib ISPO. Gara-gara prinsip ini pula, kita juga membikin aturan supaya semua kebun mitra bersertifikat ISPO," ujar Hermanto.

Dari 20 tahun silam, Sumber Rezeki sudah jadi binaan EDI. Tapi bukan dalam bentuk inti plasma, tapi kemitraan operator.

Artinya, EDI lah yang mengurusi kebun Sumber Rezeki itu sampai peremajaan kelak. Lantaran aturan mainnya seperti itu, Standar Operasional Prosedur (SPO) perusahaanlah yang berlaku.

Hasil kebun ditampung oleh pabrik EDI. Harganya harga penetapan Dinas Perkebunan. "Itulah makanya produksi kebun kami bisa dua kali lipat hasil produksi kebun pekebun lain. Harga di kami juga tinggi," wajah Kharul nampak senang.

Meski perusahaan yang mengelola kebun, Sumber Rezeki tetap melakukan pengawasan yang ketat. "Ada dua tim yang kami siapkan untuk mengawasi. Tim produksi dan tim verifikasi," ujar lelaki 59 tahun ini.

Semua berita acara kata Khairul diteken bersama. Nota keuangan bulanan juga begitu, diteken bersama agar semuanya menjadi transparan. Akuntan publik yang rutin disewa koperasi, menjadi puncak dari pengawasan sistim keuangan itu.

Tak lama lagi, kebun itu bakal masuk tahap peremajaan. Untuk ini, EDI tak lepas tangan. Sederet formula disodorkan supaya meski dalam masa replanting, para pekebun masih bisa kebagian duit.

"Replanting paling cepat 6 tahun lagi, paling lambat 10 tahun. Selama ini kan sistim 'penggajian' petani kolektif. Arti artinya, berapa total pendapatan bersih, itu dibagi rata. Tanggung rentenglah istilahnya. Nah, biar kami tetap dapat duit, nanti, mana tanaman yang sudah layak direplanting, itu saja dulu direplanting," ujar Khairul.

Dalam hitung-hitungan Hermanto, setiap tahun, lahan kebun Sumber Rezeki yang bakal diremajakan antara 200-250 hektar. "Ini berarti, butuh waktu sekitar 8-10 tahun menyelesaikannya," Hermanto merinci.


 

210