Home Ekonomi Program B30 Berpotensi Bikin RI Kehilangan Ekspor CPO Rp782 Triliun

Program B30 Berpotensi Bikin RI Kehilangan Ekspor CPO Rp782 Triliun

Jakarta, Gatra.com– Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memperkirakan Indonesia berpotensi kehilangan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit setidaknya hingga Rp782 triliun pada periode 2020–2025.

Kepala Tim Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI, Alin Halimatussadiah menyebut potensi kehilangan tersebut berasal dari pelaksanaan kebijakan B20. Adapun proyeksi tertinggi terjadi ketika kebijakan B50 diterapkan, yakni mencapai Rp1.825 triliun pada periode yang sama.

“Potensi kehilangan ekspor ini selain akan mengganggu kinerja ekspor kelapa sawit, juga menjadi faktor yang harus diperhitungkan dalam melihat kembali jumlah penghematan bersih solar yang ditargetkan pemerintah,” ungkap Alin dalam keterangannya, Selasa (14/9).

Pada Juli 2020, data Buletin Statistik Perdagangan Internasional Ekspor Indonesia yang diterbitkan oleh BPS menunjukkan bahwa nilai ekspor CPO sepanjang Januari-Juli 2020 mencapai US$2,7 miliar atau senilai Rp38,48 triliun (asumsi kurs Rp14,252). Sementara, untuk produk turunannya mencapai US$6,2 miliar atau sekitar RP88,36 triliun.

Menurut Alin, kebijakan biodiesel yang agresif akan mendorong penggunaan CPO yang semakin banyak di dalam negeri. Hal itu dapat berpotensi menurunkan nilai ekspor CPO Indonesia.

“Saat kebijakan B20 ini pertama kali diluncurkan, pemerintah memperkirakan penghematan impor solar pada neraca berjalan akan mencapai Rp79,2 triliun. Namun, penghematan impor solar yang dilaporkan pada tahun 2019 hanya sebanyak Rp48,9 triliun,” jelasnya.

Alin menambahkan, pemerintah juga memperkirakan penghematan impor solar untuk neraca berjalan tahun 2020 bisa mencapai Rp112,8 triliun berkat implementasi B30. Tetapi, perkiraan tersebut belum memperhitungkan penurunan potensi ekspor kelapa sawit.

Hasil simulasi perhitungan LPEM FEB UI berdasarkan skenario implementasi B30 menunjukkan akumulasi penghematan netto dari neraca berjalan yang dapat dicapai pada 2020–2025 yaitu sebesar Rp44 triliun. Artinya, penghematan proyeksi bersihnya lebih rendah dari perkiraan pemerintah.

“Kami mempertimbangkan perhitungan faktor hilangnya potensi ekspor kelapa sawit yang bisa menjadi devisa negara. Menurut kami, faktor ini perlu diperhitungkan pemerintah karena adanya proyeksi keterbatasan pasokan kelapa sawit untuk keperluan domestik,” imbuhnya.

Alin mengatakan, dampak kebijakan biodiesel dalam neraca perdagangan juga sangat ditentukan oleh harga CPO dan solar di pasar dunia. Sebab, jika perbedaan harga CPO dengan solar makin jauh, maka nilai ekonomi dari potensi kehilangan ekspor akan semakin tinggi dibandingkan penghematan impor solar.

“Akibatnya, neraca perdagangan tidak menjadi lebih baik seperti yang diharapkan sebelumnya. Risiko tersebut bisa muncul apabila program B30 tidak diimbangi dengan rencana dan pelaksanaan yang tepat,” katanya.

2603