Home Ekonomi Saat Kebijakan Tidak Sejalan Dengan Pembangunan Hijau

Saat Kebijakan Tidak Sejalan Dengan Pembangunan Hijau

Jakarta, Gatra.com-Laporan International Institute for Sustainable Development’s Global Subsidies Initiative (GSI) (Inisiatif Subsidi Global dari Institusi Internasional bagi Pembangunan Berkelanjutan) menekankan perlunya pemulihan ekonomi bebas fosil di Indonesia dan mengungkapkan paket pemulihan ekonomi 2020 belum sejalan dengan target perubahan iklim.

Dari Rp 108,5 triliun stimulus fiskal yang diberikan untuk sektor energi Indonesia dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Rp 95,3 triliun diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menggunakan bahan bakar fosil secara intensif. Para ahli memperingatkan subsidi bahan bakar fosil yang sudah tinggi juga meningkat lebih dari dua kali lipat ketika dengan pemberian subsidi lewat progam PEN.

Baca jugaLuhut: Jangan Hanya Cari Untung, Tapi Juga Kontribusi buat ...

Subsidi energi saat ini, menurut para ahli IISD, tidak hanya mendorong konsumsi yang boros tetapi juga terutama menguntungkan orang kaya dan memiliki dampak negatif secara sosial, ekonomi, lingkungan, dan kesehatan. Stimulus ini lebih banyak menguntungkan industri fosil daripada industri energi bersih, mengingat bahan bakar fosil ini masih memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Namun demikian, kebanyakan subsidi fosil dinikmati oleh rumah tangga mampu dan kaya dibandingkan rumah tangga miskin sehingga mendorong konsumsi bahan bakar fosil yang berlebihan (Beaton et al., 2017).

“Pemulihan ekonomi di Indonesia masih kurang hijau,” kata Theresia Betty Sumarno, penulis utama laporan tersebut.

Indonesia, menurut laporan tersebut, belum memanfaatkan peluang yang ada untuk menyelaraskan pemulihan ekonomi dengan target iklim karena masih fokus mendukung bahan bakar fosil di Indonesia. Dengan merangkul dan memberi insentif pada energi terbarukan sebagai bagian dari rencana pemulihan ekonomi nasional, Indonesia dapat membawa perubahan di sektor energi, mendorong perekonomian, dan mengatasi perubahan iklim. 

Baca jugaWamenkeu: Kebijakan Fiskal Berperan dalam Menjaga Iklim ...

“Tidak ada kata terlambat untuk mencapai target emisi yang ambisius,” seperti disebut dalam laporan.

Ahli dari IISD mencatat pada 2019 saja, sektor energi terbarukan menciptakan 0,5 juta lapangan kerja di Indonesia (IRENA, 2020). Mereka menekankan dengan mereformasi subsidi bahan bakar fosil dan merealokasikan dana ke energi terbarukan, Indonesia dapat menghasilkan pendapatan untuk pemulihan ekonomi dan memberikan dukungan langsung kepada mereka yang paling terdampak.

“Mendedikasikan uang pemulihan ekonomi nasional untuk mempromosikan sektor energi terbarukan adalah sebuah kemenangan ganda bagi Indonesia,” kata rekan penulis Lourdes Sanchez dari IISD.

Sementara banyak negara telah menggunakan energi terbarukan sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi mereka, laporan singkat ini mengidentifikasi dukungan Indonesia untuk bahan bakar fosil dalam anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional jauh melebihi dukungan untuk energi terbarukan. Pakar IISD menyoroti bahwa meskipun Indonesia berada di bawah target energi bersih mereka, dengan memberikan dana pemulihan untuk energi terbarukan, negara ini dapat memicu dampak positif baik bagi perekonomian mereka dan planet ini.

Baca jugaLuhut Bicara Soal Investasi Hijau, GAPKI Riau Bungkam

Subsidi bahan bakar fosil telah mendorong secara langsung produksi dan konsumsinya, yang lantas menjadi kontributor utama perubahan iklim. Dengan kepresidenan G20 yang akan datang, Indonesia memegang posisi penting dalam upaya global untuk memerangi perubahan iklim dan pemulihan dari pandemi Covid-19. Laporan singkat ini mendukung penghapusan subsidi bahan bakar fosil dan transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan sebagai bagian dari pemulihan Covid-19 di Indonesia. Secara singkat, para ahli IISD memberikan rekomendasi untuk pemulihan hijau yang menyelaraskan ekonomi dengan aksi iklim.

“Jika kita tidak bertindak cepat, dampak perubahan iklim akan menjadi bencana besar. Sangat penting bahwa paket pemulihan Covid-19 mendorong target iklim yang ambisius, ”kata Theresia. “Saat ini, Indonesia memiliki peluang untuk mengakhiri subsidi bahan bakar fosil, mendukung energi terbarukan, dan menciptakan ekonomi yang lebih kuat untuk masa depan.”

Investasi Sektor Energi Hijau

Selain dukungan kebijakan anggaran, sektor investasi dinilai berperan dalam pemulihan ekonomi di Indonesia. Sayang, angkanya masih terbilang rendah. Dalam diskusi yang digelar Katadata Road to COP 26 pada Jumat (22/10) lalu, Associate Director Climate Policy Initiative (CPI) Tiza Mafira menjelaskan, kendalanya ada pada regulasi. Investor swasta ragu menanam modal di sektor ini. Kebijakan dan stimulus yang diberikan pemerintah cenderung pro pada sektor energi ekstraktif/kotor.

“Kalau kebijakan sektor hijaunya kuat, investor bisa kita tarik,” katanya.

Baca jugaPotensi Kerugian Ekonomi Dampak Perubahan Iklim 3,45 ...

Pemerintah, lanjutnya, masih memberi subsidi pada produsen batu bara yang menjual pasokannya kepada PLN. Ini berdampak pada harga batu bara di Indonesia lebih murah dibanding harga pasaran. Ini berdampak pula pada harga panel surya di tanah air yang sulit bersaing.

“Seharusnya harga panel surya lebih murah dibanding batu bara,” ungkapnya.

Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mengubah tarif energi terbarukan menjadi lebih mahal. Langkah yang semakin menurunkan investasi di sektor energi terbarukan pada 2018 lalu. Padahal subsidi dan regulasi yang disusun bisa dialihkan agar tidan bergantung pada energi fosil. Sebuah upaya yang bisa menciptakan kesetaraan berusaha (level playing of field) antara energi terbarukan dan energi fosil. Tiza menyebut, peluang investasi di energi terbarukan bisa tembus US$ 13,5 miliar atau setara Rp190 triliun per tahun dengan potensi tumbuh 2% tiap tahunnya.

Baca jugaPerlu Perpanjangan Moratorium Sawit Demi Komitmen ...

Sebelumnya, studi yang dirilis Climate Policy Initiative membahas potensi obligasi hijau daerah serta beberapa rekomendasi untuk implementasinya. Dalam studi bertema “Accelerating renewable energy finance in Indonesia : The potential of municipal green bonds” CPI mengusulkan penggunaan oibligasi hijau daerah. Sebuah obligasi negara yang mendukung pemanfaatan iklim/lingkungan secara positif guna membantu mengatasi kesenjangan investasi transisi energi di Indonesia.

Studi itu menganalisis kelayakan penerapan obligasi secara menyeluruh, menyoroti bagaimana proyek pemerintah berskala besar diperlukan guna mencapai dampak yang diinginkan dan menarik minat investasi swasta dalam jangka panjang. Sejumlah provinsi sudah direkomendasikan, misalnya Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Pemilihan berdasarkan kapasitas fiskal yang memadai. Namun, proyek itu kerap terhambat minimnya pendanaan.

Padahal, jika mengacu pada Kebijakan Energi Nasional dan Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia telah mengamanatkan target kontribusi energi terbarukan yang ambisius sebesar 23% ke dalam bauran energinya di tahun 2025 beserta pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% selambat-lambatnya pada tahun 2030.

Situasi pandemic COVID- 19 menghambat upaya pencapaian target karena anggaran nasional focus pada sektor kesehatan, bantuan sosial dan usaha kecil demi pemulihan ekonomi terdampak pandemi.

399