Home Hukum Kisruh Permendikbud Ristek 30/2021, Ahli Hukum: Cabut Saja!

Kisruh Permendikbud Ristek 30/2021, Ahli Hukum: Cabut Saja!

Purworejo, Gatra.com - Permendikbud Ristek nomer 30/2021 tentang Pencegahan Kekerasan Seksual memicu pro dan kontra dari berbagai kalangan. Pasalnya, ada frasa dalam peraturan itu yang dianggap bisa menimbulkan multi tafsir.

Salah satu akademisi sekaligus praktisi hukum, Dr Jawade Hafidz, Dosen Fakultas Hukum Unisula Semarang bahkan menyebut bahwa, Permendikbud itu harus segera dicabut dan tidak urgent dibuat.

"Saya yakin peraturan menteri tersebut dibuat dengan tujuan baik dalam rangka pencegahan kekerasan seksual. Namun dalam rumusannya, ada frasa 'tanpa persetujuan korban' yang bisa menimbulkan multi tafsir," kata Jawade saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (18/11).

Frasa tersebut menimbulkan polemik karena seolah-olah jika ada persetujuan atau salimg setuju, suka sama suka, boleh saja melakukan pelanggaran norma kesusilaan tersebut. Oleh karena itu, pemilik Jawade Hafidz Law Firm itu bahasa yang dipergunakan perlu diperbaiki agar tidak ada lagi salah tafsir.

"Saya bukan ahli bahasa, tapi dari segi hukum, frasa yang multi tafsir berpotensi bisa disalahgunakan penegak hukum. Secara materiil masyarakat pun dirugikan. Padahal dalam norma apa pun, agama apa pun hubungan dengan yang bukan suami/istri dilarang," tegas pengacara senior itu.

Permendikbud Ristek tersebut, menurut Jawade, tidaklah urgent, karena yang memiliki substansi membuat peraturan seperti itu menurut hematnya, adalah Menteri Agama. "Menurut saya, sudah terjadi pengambilalihan tugas menteri agama oleh Mendikbud Ristek, sudah overlap. Walaupun peraturan menteri itu dipertuntukkan bagi perguruan tinggi, namun persoalan kekerasan seksual berpotensi terjadi di semua lini," tambahnya.

Berangkat dari hal-hal itu, Jawade menyarankan agar Permendikbud Ristek tentang Pencegahan Kekerasan Seksual harus dicabut. "Mengapa harus dicabut? Alasan pertama, ini bukan wilayah Mendikbud Ristek, ini wewenang Menag. Kedua rumusan kalimat multi tafsir, ketiga rumusan kalimat berpotensi terjadi penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum," tegas Jawade.

1193