Home Hukum Dua Kunci Densus 88 untuk Tanggulangi Terorisme pada 2022

Dua Kunci Densus 88 untuk Tanggulangi Terorisme pada 2022

Jakarta, Gatra.com- Ada dua kunci sebagai landasan yang akan dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri untuk menanggulangi ancaman terorisme pada 2022 ini. Di antaranya evaluasi penegakan hukum dan pengumpulan informasi situasi regional hingga global.

Evaluasi penegakan hukum penting dilakukan guna mendapat gambaran langkah yang harus ditingkatkan, sesuai dengan perkembangan perkara para teroris yang sudah ditangkap dan ditangani pada 2021. Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88, Komisaris Besar Polisi Aswin Siregar, menyebutkan, penanganan kasus terorisme memang harus kontinyu mengingat ini menyangkut suatu jaringan atau kelompok tertentu.

"Pada dasarnya itu tidak tergantung tahun, kalau perkara pasti ada pengembangan. Dalam konteks evaluasi, perkara dikembangkan, yang belum selesai akan digarap terus," kata Aswin melalui sambungan telepon kepada Majalah Gatra pada Selasa, 11 Januari 2022.

Pengumpulan atau update informasi dari tingkat regional hingga global menjadi perhatian Densus 88. Aswin memberi contoh, beberapa peristiwa seperti pengambil alihan pemerintahan di Afganistan oleh kelompok Taliban juga memberi gejolak pada pergerakan kelompok terorisme di Indonesia. Namun, Aswin tak membeberkan jaringan yang dimaksud.

Selama 2021, sedikitnya ada 370 terduga teroris yang dicokok Densus 88. Penangkapan teroris, kata Aswin, dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya serangan teror lebih lanjut. Selain itu, untuk mengungkapkan jaringan dan melakukan proses deradikalisasi.

"Tapi kami enggak bisa prediksi, untuk tahun ini apakah ditangkap bakal habis atau tidak, kami lihat perkembangannya. Kami harap masyarakat tahu konsekuensi aktivitas radikal itu akan bersinggungan dengan penegakan hukum," dia menjelaskan.

Penangkapan jaringan Jemaah Islamiyah (JI) terlihat santer dilakukan oleh Densus 88 belakangan ini. Namun, Aswin menegaskan bahwa penangkapan itu bukan berarti Densus 88 lebih fokus kepada JI ketimbang jaringan lainnya. Ini disebabkan adanya pengembangan jaringan yang diungkap dari terduga teroris sebelumnya.

"JAD (Jemaah Ansharut Dhaulah) juga ada yang ditangkap. Densus 88, 'kan, fokus penegakan hukum, berangkat dari bukti penyidikan. Bukti itu juga dari operasi awal untuk penangkapan selanjutnya," dia menjelaskan.

Ke depannya, sambung Aswin, JI, JAD, masih menjadi target. Densus 88 sudah mengantongi banyak bukti dari dua jaringan ini. Selain JI dan JAD, ada juga Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang menjadi sasaran Aswin dan kawan-kawannya. Kini MIT tersisa tiga orang, setelah Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang tewas akibat baku tembak dengan aparat pada 4 Januari 2021 lalu.

Aswin memberi catatan bahwa jumlah penangkapan tidak lantas mengindikasikan peningkatan pelaku teroris. Menurutnya, ini menunjukkan kinerja Densus 88 semakin efektif. Ia berharap tahun ini pihaknya bisa menggasak semua terduga teroris, meski satu sisi ia tetap realistis dengan evaluasi yang sudah berjalan.

Lebih lanjut, saat ditanya perlunya payung hukum baru untuk menangani tindak kejahatan ini, Aswin menilai UU 5/2018 sudah sangat kuat. Dari hukuman keterlibatan, rangkaian kegiatan, pelaku penyerangan, pembuat strategi, pendana, ideologi, sudah ada di dalam beleid itu. Kini, menurutnya tinggal mengefektifkan implementasi regulasi itu saja.

Aswin bahkan menyebut banyak negara, utamanya yang menjalin kerja sama penanganan tindak pidana terorisme dengan Indonesia, yang ingin menyontoh UU tersebut. Terlebih, dalam konsep deradikalisasi. Sebab, persoalan terorisme itu terkait pemikiran yang harus dihadapi dengan upaya mereduksi pemikiran yang radikal itu.

"UU negara lain mungkin lebih banyak menyangkut security acts, jadi ancaman negara saja. Kalau kita, dari penangkapan, sampai lapas, (teroris) didampingi supaya tidak direkrut kembali atau menyebarkan pahamnya dalam lapas," katanya.

394