Home Nasional DFW Indonesia Minta Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Awak Kapal Perikanan

DFW Indonesia Minta Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Awak Kapal Perikanan

Jakarta, Gatra.com – Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menerima sebanyak 69 pengaduan awak kapal perikanan selama periode 2020-2021. Pengaduan ini berasal dari pekerja di kapal ikan domestik dan luar negeri.

Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan, mengatakan bahwa sekitar 55,07% pengaduan dilaporkan pekerja di kapal ikan luar negeri. Sedangkan, 40,57% lainnya berasal dari awak kapal dalam negeri.

“Kami menerima 69 pengaduan dengan total korban sebanyak 169 orang dalam dua tahun terakhir. Para korban ada yang meninggal dunia, hilang, cacat, sakit, dan selamat,” kata Abdi, Rabu (2/2).

Dia menjelaskan, kasus yang kerap diadukan meliputi masalah asuransi, jaminan sosial, gaji yang tak dibayarkan, pemotongan gaji, penipuan, hingga kekerasan. Rata-rata aduan terkait dengan pelanggaran ketenagakerjaan yang mengarah pada praktik kerja paksa.

Abdi menyoroti sikap pemerintah Indonesia yang terkesan lambat dalam memperbaiki tata kelola awak kapal perikanan migran. Dia menilai pemerintah juga cenderung membiarkan carut-marut keadaan saat ini yang berdampak pada awak kapal perikanan.

“Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia belum mampu menjawab masalah carut-marut tersebut. Sebab, aturan teknis terkait awak kapal perikanan tidak kunjung dikeluarkan,” imbuhnya.

Kondisi itu mengakibatkan proses rekrutmen dan penempatan awak kapal perikanan bisa dilakukan siapa pun tanpa kontrol dan pengawasan ketat dari pemerintah. Ironisnya, kata Abdi, perusahaan yang tak punya izin rekrutmen dan penempatan sekalipun dapat mengirimkan awak kapal perikanan ke luar negeri.

Abdi menyebut pemerintah mengalami kesulitan melakukan pengawasan dengan sistem multidoors rekrutmen, keberangkatan, dan penempatan awak kapal perikanan Indonesia di luar negeri.

Selain UU No. 18/2017, Indonesia memiliki UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Regulasi itu menjadi dasar manning agent melakukan usaha perekrutan dan penempatan awak kapal perikanan migran.

“Banyaknya regulasi yang saling tumpang tindih ini menjadi titik lemah tata kelola awak kapal perikanan migran. Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan upaya perlindungan awak kapal perikanan yang bekerja di kapal domestik dan luar negeri,” ujarnya.

Menurut Abdi, pengawasan yang minim dan kesenjangan implementasi menjadi salah satu penyebab belum optimalnya perlindungan kepada para awak kapal perikanan. Meski, sejumlah aturan dan regulasi telah dikeluarkan pemerintah.

109