Home Gaya Hidup Dai Indonesia: Dakwah Itu Mengajak, Bukan Mengejek, Ini Saran Soal Gonggongan Anjing Menag

Dai Indonesia: Dakwah Itu Mengajak, Bukan Mengejek, Ini Saran Soal Gonggongan Anjing Menag

Karanganyar, Gatra.com- Faktor penentu keberhasilan dakwah Islam dari akhlak para dai. Jika penyampaiannya hanya memunculkan kontroversi, bukanlah dai berkompeten.

Demikian disampaikan Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Dr KH Ahmad Kusyairi Suhail MA dalam Muswil Ikadi PW Jawa Tengah di Karanganyar, Minggu (27/2). Ia mengatakan, perlunya peningkatan kompetensi penyampai dakwah atau dai. Semua saluran, teknologi informasi dan media komunikasi dapat dimanfaatkan untuk menghadirkan nilai kebaikan dan kemanfaatan.

Penggunaan teknologi terbukti sangat membantu dai menyampaikan pesan ke jemaah lebih banyak dan di berbagai penjuru dunia. Ia tak memungkiri hal itu tantangan tersendiri. Pengendalian diri merupakan syarat penting seorang dai. “Dakwah itumengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina, menjadi solusi bukan mencari simpati, dan membela bukan mencela,” katanya.

Ia menyontohkan keberhasilan Rasulullah dan para pengikutnya dalam berdakwah. Mereka menyuguhkan akhlak dan perilaku terpuji kepada masyarakat yang diajak. Hal itu dapat dibuktikan jejak sejarah para ulama. Para dai di masa kini wajib meneladaninya. Tak terkecuali para pemimpin bangsa yang jadi panutan rakyat. “Semangat muslikhun menciptakan perbaikan. Pejabat itu juga seorang dai. Termasuk yang mengajak kebaikan atau mukhlisun,” katanya.

Ia menyayangkan terjadi polemik di masyarakat akibat perkataan dai yang menyinggung suatu kelompok. Seperti polemik halal-haram wayang kulit yang baru-baru ini mencuat.

“Islam sangat menghargai keberagaman. Sebenarnya pro kontra halal haram sebuah budaya bukan hal baru. Itu ada sejak zaman ulama terdahulu. Hargai wayang sebagai media penyampai kebaikan. Ini sekadar media, panggung. Ambil hal-hal positifnya. Ikadi melihat sepanjang itu jadi media dakwah, kenapa enggak?” kata pria selaku dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Penyampaian yang memicu polemik di media sosial perlu jadi pelajaran bersama. Menurutnya, penyampaian dari dai, ustaz dan pejabat memiliki multi efek.

Disinggung tentang polemik toa masjid dianalogikan anjing menggonggong oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dia menyarankan agar semua menahan diri agar tidak memicu polemik berkepanjangan. “Kalau merasa salah minta maaf. Sampaikan itu. Pilihlah diksi yang baik,” katanya.

1585