Home Gaya Hidup Ritual Dhukutan, Cara Masyarakat Nglurah Jaga Adat

Ritual Dhukutan, Cara Masyarakat Nglurah Jaga Adat

Karanganyar, Gatra.com – Upacara Dhukutan digelar sesuai pakem masyarakat adat Kampung Nglurah, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah (Jateng). Ritual tiap 7 bulan tersebut merupakan cara masyarakat lereng Gunung Lawu ini menjaga warisan nenek moyangnya. 

Dhukutan tetap digelar meski di masa pandemi Covid-19. Masyarakat adat meyakini selalu diberi keselamatan dan kesejahteraan berkat upacara adat yang tak pernah berjeda sejak zaman nenek moyangnya. 

Sebagaimana upacara adat pada umumnya, selalu mengambil tempat sakral. Prosesinya di Situs Menggung, sebuah tempat sakral yang dipercaya sebagai lokasi perdamaian dua kubu nenek moyangnya yang berseteru. 

Dhukutan pada kali ini terasa lebih istimewa karena prosesinya didukung penuh pemerintah pusat, setelah ditetapkannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2021. 

Penggalan fragmen pertikaian Nglurah Lor dengan Nglurah Kidul tersaji oleh para seniman lokal. Diceritakan, dua kubu warga yang selalu bentrok itu didamaikan oleh Kyai Menggung dan Nyai Roso Putih. 

Ketua Lingkungan Dusun Nglurah sekaligus ketua adat setempat, Ismanto, menjelaskan, prosesinya tetap dengan tambahan hiburan wayang kulit. 
Serangkaian kegiatan ini diawali dengan arak-arakan sesaji hingga tawur alit sebagai puncak ritual Dhukutan. 

"Dhukutan dilaksanakan setiap 7 bulan sekali dengan hari Selasa kliwon wuku dukutan. Dalam rangkaian pelaksanaan ritual, masyarakat di hari Senin sebelum hari Selasa kliwon menyiapkan berbagai sesaji, seluruhnya terbuat dari bahan dasar jagung," katanya kepada wartawan, Selasa (15/3).

Ismanto menuturkan, tepat di hari selasa Kliwon pagi, masyarakat berkumpul di pendapo dusun untuk bersiap melaksanakan ritual Dukutan. Prosesi diawali dengan doa, kemudian dilanjutkan arak-arakan dari pendapo, menuju situs Candi Menggung. 

Ritual dilanjutkan pada tawur alit yang menjadi puncak prosesi dengan diikuti seluruh peserta ritual. Ismanto menuturkan, ritual tahunan Dhukutan ini merupakan bentuk syukur masyarakat atas kerukunan yang terjalin antarwarga desa. Di sisi lain, juga upaya warga Nglurah dalam melestarikan adat yang sudah berlangsung secara turun temurun.

Sementara itu, Bupati Karanganyar, Juliyatmono, mengatakan, Pemerintah Kabupaten Karanganyar terus mendukung berbagai adat istiadat yang sudah terjaga di setiap wilayah. Salah satu upayanya, menginventarisasi berbagai ritual budaya yang ditindaklanjuti dengan mendaftarkan sebagai WBTB. Status ini selain disandang Dhukutan juga Wahyu Kliyu di Jatipuro dan Mondo Siyo di Tawangmangu.

2135